Jumat 27 Mei 2016, saya melihat spanduk yang terpampang di depan gerbang kampus yang bertuliskan “selamat datang kepada peserta ujian pendamping desa 2016”. Dan seketika saya berfikir mengenai tugas dan fungsi pendamping desa nantinya. Bukan kah sudah cukup dengan adanya fasilitator PNPM (2007 – 2014) yang menaungi pengolahan dana desa, apa yang membedakan keduanya ? pertanyaan tersebut menghantui pikiran saya untuk segera mencari tahu apa yang membedakan keduanya. Ternyata pendamping desa dan fasilitator PNPM memanglah berbeda, karena dilihat dari programnya saja sudah berbeda, otomatis mandat dan karakternya pun berbeda. Dan perbedaannya sangat kontras, pada program PNPM, pendamping memainkan fungsi sentral sebagai pengendali proyek.Sedangkan dalam program pendampingan desa, pendamping hanya berfungsi sebagai fasilitator untuk mengembangkan kapasitas dan keberdayaan masyarakat.
Kementerian DPDTT (Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi ) hanya memberikan rambu-rambu seperti Permen (peraturan menteri), sementara untuk program dan kegiatan sepenuhnya kewenangan desa. Di sisi inilah fungsi pendamping desa berbeda dengan masa PNPM. Undang-Undang No 6 tahun 2014 Tentang Desa, sama sekali tidak memuat nomenklatur tentang Pendamping Desa eks PNPM. Sebab, paradigma pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa yang dianut program PNPM berbeda dengan paradigma yang dianut dalam Undang-Undang Desa.
Karena itu dibentuklah tenaga pendamping profesional desa, Kementerian Desa menerbitkan Peraturan Menteri (Permen) No. 03 Tahun 2015 Tentang Pendamping Desa. Disana dipaparkan jelas bahwa Pendamping Desa bukan pengelola proyek pembangunan di desa. Kerja Pendampingan Desa difokuskan pada upaya memberdayakan masyarakat desa melalui proses belajar sosial. Dengan demikian, pendamping desa tidak dibebani dengan tugas-tugas pengelolaan administrasi keuangan dan pembangunan desa yang berdasarkan UU Desa sudah menjadi tugas dan tanggungjawab pemerintah desa. Tujuan Pendampingan Desa pun Meningkatkan kapasitas, efektivitas dan akuntabilitas pemerintahan desa dan pembangunan Desa. Meningkatkan prakarsa, kesadaran dan partisipasi masyarakat Desa dalam pembangunan desa yang partisipatif. Meningkatkan sinergi program pembangunan Desa antarsektor dan Mengoptimalkan aset lokal Desa. Dalam Ruang Lingkup Pendampingan masyarakat Desa dilaksanakan secara berjenjang untuk memberdayakan dan memperkuat Desa. Pendampingan masyarakat Desa sesuai dengan kebutuhan yang didasarkan pada kondisi geografis wilayah, nilai APB Desa, dan cakupan kegiatan yang didampingi oleh pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota, dan Pemerintah Desa, untuk melakukan upaya pemberdayaan masyarakat Desa melalui pendampingan masyarakat Desa yang berkelanjutan, termasuk dalam hal penyediaan sumber daya manusia.
Dengan itulah sudah sepatutnya pendamping Desa diperlukan, karena kita mengetahui pembangunan harus dimulai dari desa terlebih dahulu, seperti pada zaman pak Soeharto yang dikenal sebagai Bapak Pembangunan pada masa kepemimpimannya, menekankan bahwa pembangunan harus dilakukan di berbagai pelosok dari kota ke desa, dari pusat hingga daerah. Program yang terkenal saat itu ialah Klompencapir atau Kelompok Pendengar, Pembaca dan Pemirsa. Kesuksesan pembangunan Desa pada zaman itu pun tak bisa ditampis, jejak keberhasilan mungkin akan kembali terulang ditangan Pak Jokowi melalui program Nawa Cita, dari sembilan program tersebut terdapat satu program pada point ke-tiga mengenai pembangunan Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan.
Pada Pasal 127 Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 memberikan arahan lebih detail. Pendamping desa harus mengawal penyusunan perencanaan dan penganggaran yang berpihak kepada kepentingan warga miskin, kaum disabilitas, perempuan, anak dan kelompok marginal. Jika Pendamping PNPM hanya fokus pada penganggaran BLM saja, maka pendamping desa harus mengawal konsolidasi keuangan desa melalui APBDesa. Sumber pendapatan desa, mulai dari PADesa, ADD dari APBN, Alokasi Dana Desa (ADD) dari APBD, bagi hasil pajak dan retribusi, serta berbagai sumber pendapatan lainnya harus dikelola secara transparan dan akuntabel melalui APBDesa.
Karena itulah para calon pendamping desa hendaknya menjadikan tugas pendampingan desa sebagai alat untuk membangun desa. Mereka mesti melihat masyarakat desa sebagai subyek yang perlu diberdayakan, dalam banyak aspek. Bukan sebagai proyek sesaat yang mengorbankan rakyat demi keuntungan semata bahkan untuk memakmurkan diri sendiri.
Sumber:
http://www.kompasiana.com/novihilyantih/kenapa-harus-ada-pendamping-desa_563ad00b8f7a614416817ed1 ( diakses 28 Mei 2016)
http://bisnis.liputan6.com/read/2288282/penggunaan-dana-desa-wajib-ada-pendamping
( diakses 28 Mei 2016)
By : Lulu Putri Utami.