Menemukan PLS di Dunia Nyata (Akhir) Sekarang saya duduk disemester akhir dan dengan pertanyaan yang saya pikul ini mulai memantabkan hati untuk siap dengan apapun yang akan terjadi besok dimasa depan. Itu saya pikirkan kemarin, tetapi ketika bertemu dengan teman-teman seangkatan yang telah wisuda, telah ujian skripsi dan telah lebih dahulu dari saya dalam menyelesaikan perkuliahannya maka saya bertanya dengan pertanyaan yang penuh pengharapan agar mereka dapat menjawab ekspektasi saya. Dan ternyata jawabannya tidak jauh dari perkiraan saya yang selama ini dijawab para alumni Pendidikan Luar Sekolah. Dan saya mengelompokkan menjadi beberapa jawaban.
- Belum Terpikir
- Tidak Ada Lowongan PLS di Swasta
- Aku Perempuan dan Jadi Calon Ibu rumah tangga
- Lulus dahulu saja, didepan pasti ada peluang
Saya semakin bingung dengan keadaan ini dan menurunkan motivasi saya dalam mengerjakan skripsi. Dan akhirnya saya memilih untuk membulatkan hati tidak akan bertanya lagi tentang pertanyaan itu kepada siapapun mengingat kenyataan bahwa bertanya kenyataan itu sangat menyakitkan. Karena menurut saya jawabannya akan cenderung sama dan normatif saja. Dan akhirnya saya memberanikan diri untuk mulai mempersiapkan masa depan saya dengan membuat arus hidup sendiri. Saya mencoba berpikir satu hal saja, bagaimana saya dapat hidup tanpa dibiayai orang tua dan saya dapat berdampak bagi orang disekitar saya. Kemudian saya memulai perjalanan sebagai seorang mahasiswa yang tiba-tiba menghilang dari teman-teman sekelas saya untuk mulai mempersiapkan masa depan dengan merintis usaha.
Dalam perjalanan menjalankan usaha, saya berjuang sendiri dengan membaca buku secara otodidak dan mencoba membuat apa yang saya dapat lakukan untuk memenuhi kebutuhan saya. Karena saya berpikir sudah waktunya untuk mulai menghadapi dunia nyata setelah kuliah. Saya membangun usaha dengan tidak mengerti usaha dan tidak mengerti terkadang apa yang saya kerjakan. Menunggu pembeli datang sampai saya berpikir terdapat sebuah perbedaan tentang seseorang yang belajar dan yang tidak belajar. Cara saya merencanakan keuangan usaha juga menjadi berbeda ketika banyak orang yang mengobservasi tempat usaha dan bertanya sesuatu yang tidak pernah saya pikirkan karena tidak saya mengerti sedikitpun apa yang mereka pertanyakan sehingga saya menjawabnya secara normatif saja.
Kemudian ketika waktu berjalan saya mulai memiliki modal untuk membuat usaha yang berbeda dengan opsi tetap harus melakukan hutang dan menjual beberapa property yang dimiliki. Setelah itu saya mencoba menjalankannya dan kali ini saya mengalami kesulitan ketika harus melakukan menej untuk 2 usaha berbeda dengan masalah yang berbeda pula. Sehingga saya harus menyelamatkan salah satu yang lebih prospek kedepannya dan meninggalkan salah satunya. Ya begitulah kendala yang saya hadapi ketika menjalankan sesuatu yang tidak saya pernah pelajari dan perlu bayar harga untuk mengerti apa yang saya kerjakan tersebut.
Dalam proses ini saya belajar tentang 2 hal yakni:
- Cangkul ditangan nelayan tidak berguna kecuali Nelayan mau berpindah pekerjaan menjadi petani.
- Seorang yang kuliah pertanian tetap tidak berani menjadi petani karena hanya mempelajari tentang tanah, siklus pertumbuhan tanah, dan penyakit tanaman. Sehingga ketika diberikan cangkul dan disuruh memanen tidak akan mengerti sedikitpun.
Dalam proses cerita panjang ini dapat saya simpulkan bahwa memang benar Pendidikan Luar Sekolah itu dapat dipelajari semua orang secara teoritis dan sangat mudah dipelajari karena keilmuan yang dapat dibaca dibuku-buku yang dijual di toko buku. Dan yang lebih menguatkan adalah pelaku pendidikan luar sekolah di Indonesia didominasi lebih sangat besar oleh yang bukan lulusan Pendidikan Luar Sekolah. Tetapi ya sudahlah, lelah mengeluh dan membahas hal-hal seperti ini dimana saya pikir seharusnya semua orang sudah sadar akan hal ini tetapi “pura-pura” tutup mata dan memberikan berbagai bentuk motivasi normative saja. Selama mereka sudah terjamin, kita diam saja seolah berpikir saya sudah selamat dari masalah ini. Dan akhirnya tidak ada perubahan sampai saya membuka mata hari ini.
Sekarang yang perlu dilakukan apa? Mengeluh? Saya pikir tidak, sekarang sudah masuk diera yang bukan membutuhkan orang-orang yang mengeluh. Sekarang sangat dibutuhkan orang-orang yang memang benar-benar mau membawa perubahan untuk Pendidikan Luar Sekolah kedepannya. Bukan orang yang memikirkan dirinya sendiri yang penting aman, dan membiarkan orang yang berikutnya masuk dan terjerumus dipertanyaan yang sama. Sekarang waktunya kita memikirkan bersama Pendidikan Luar Sekolah benar-benarkah “Keilmuan” dan memang benar dibutuhkan dimasyarakat atau hanya suatu ilmu yang dapat dipelajari lewat buku hasil penelitian akademisi?
Dibutuhkan orang-orang yang memang bersedia untuk mengakui kenyataan ini dan ikut berpartisipasi dalam memperbaiki Pendidikan Luar Sekolah kedepannya. Saya tidak akan membicarakan tentang jurusan lagi, karena saya pikir itu bukan ranah saya untuk memikirkan, tetapi yang harus saya pikirkan adalah menyelamatkan dan memperjuangkan Pendidikan Luar Sekolah bagi orang-orang yang sudah berkuliah dan telah menjadi alumni tapi belum dapat memperoleh kehidupan yang layak sesuai keilmuan yang telah dipelajarinya.
Mari kita bangun dari tidur kita ketika bermimpi Pendidikan Luar Sekolah sama dengan Pendidikan Sosial yang dahulu bergaung dimana-mana dengan lapangan kerja dimanapun “ada”. Sekarang sudah berganti nama menjadi Pendidikan Luar Sekolah (PNFI) dan juga sebentar lagi akan berganti nama menjadi Pendidikan Non Formal (Dengan Informal yang hilang). Sekarang teman-teman berkata PLS “bisa apapun dan dimanapun”. Dan ketika kata-kata itu terlontar, maka sudah waktunya kita menunjukkan apakah artinya “Bisa Apapun” dan “Dimanapun”. Ayo temukan PLS mu!
Tinggalkan Balasan