MERANCANG PERAN DAN FUNGSI PARLEMEN YANG IDEAL DAN KEKINIAN BAGI INDONESIA
Sejak dimulainya era reformasi yang ditandai dengan lengsernya presiden Soeharto, Indonesia mengalami perubahan dalam dinamika politik terutama dari segi partai, setelah Soeharto digantikan oleh Habibi maka kembali dimulailah era multi partai dimana pada masa Habibi partai-partai baru mulai bermunculan menyaingi partai partai lama yang telah ada (PPP,Golkar,PDI) hingga klimaksnya adalah pada pemilu 1999 dimana pada saat itu partai yang menjadi peserta pemilu berjumlah 42 Partai. Mulailah terlhat kelemahan dari sistem multi partai tersebut, partai pemenang pemilu (PDI-P) ternyata tidak dapat menjadikan calon presidennya sebagai presiden dikarenakan terjadinya tarik-ulur kepentingan antara para partai sehingga tercipta poros tengah yang dimotori oleh Partai Amanat Nasional berkoalisi dengan partai-partai lain untuk menjadikan KH. Abdurrahman Wahid sebagai presiden. Ternyata itupun tidak berlangsung lama, parlemen (DPR/MPR) yang diketuai oleh Amien Rais menurunkan KH. Abdurrahman Wahid tersebut di tengah jalan dan digantikan oleh wakil presiden (Megawati).
Pada masa ini, parlemen masih dapat memberikan kekuatan dalam mengawasi kinerja dari eksekutif, sehingga dapat menurunkan presiden di tengah masa pemerintahannya tersebut.. hal ini dapat dimaklumi dikarenakan pada sat itu presiden dan wakil presiden masih dipilih melalui musyawarah di dalam lembaga legislatif tersebut, sehingga fungsi melantik dan menurunkan presiden dapat menjadi kekuatan dari lembaga legislatif / parlemen / DPR/MPR.
Sejak dimulainya sistem pemilihan langsung untuk Presiden dan wakil presiden pada tahun 2004, kekuatan legislatif atau parlemen menjadi lemah, ini dikarenakan mandat presiden didapatkan langsung dari rakyat. Walaupun DPR/MPR merupakan perwakilan dari rakyat juga, akan tetapi ternyata penokohan pada sosok seorang presiden memberikan kekuatan bagi dia untuk tidak memperdulikan masukan ataupun persetujuan dari lembaga legislatif. Seperti pada kasus kenaikan harga BBM, pada kenyataannya walaupun Parlemen meminta untuk menunda kenaikan tersebut, akan tetapi eksekutif tetap menaikkan harga BBM tanpa memperdulikan masukan dari legislatif.
Sistem multi partai juga turut bertanggung jawab atas hal ini, dikarenakan dengan adanya koalisi ataupun lobi-lobi terhadap perwakilan partai pendukung pemerintah, maka bagi partai yuang memiliki kader di pemerintahan akhirnya turut mendukung apa pun rekomendasi dari eksekutif.
Melihat dari permasalahan yang ada di atas, maka beberapa hal haruslah dibenahi di dunia perpolitikan Indonesia, di antaranya adalah :
1. Penyederhanaan partai
Kelebihan dari adanya multi partai adalah dengan dapatnya mencakup semua hak dan kepentingan dari setiap golongan, dan ada yang beranggapan bahwa ini adalah wujud demokrasi sesungguhnya.
Namun apabila di analisis secara kritis lebih banyak kelemahan di dalamnya seperti :
a. sistem multi partai ini adalah menjadi ajang perebutan kepentingan dari individu-individu yang berjiwa mafia serta tidak memiliki kedewasaan dalam berpolitik, hal ini dapat dilihat dari partai-partai yang baru bermunculan saat ini adalah pecahan dari partai-partai yang sudah ada sebelumnya yang dilatarbelakangi dari kekecewaan individu dikarenakan tidak mendapatkan kekuasaan (menjadi ketua umum, dicalonkan presiden dll).
b. Dengan banyaknya partai membuat pembengkakan subsidi pemerintah terhadap para partai politik tersebut
c. Parlemen menjadi lemah dikarenakan kepentingan-kepentingan yang selalu dibenturkan bahkan walaupun hanya dengan partai gurem, yang ingin menunjukkasn kekuatan, sekalipun.
d. Parlemen tidak mempunyai pendirian dan kekuatan yang jelas dikarenakan para perwakilan partai-partai tersebut sibuk menunggu lobi, sehingga sebuah keputusn baik itu untuk menyetujui ataupun tidak, menjadi berjalan lambat bahkan mungkin hingga tidak ada sebuah keputusan.
2. Pengembalian hak Parlemen untuk menurunkan eksekutif
Dengan dihilangkannya hak parlemen untuk menurunkan eksekutif membuat tidak adanya pengaruh fungsi pengawasan dari parlemen dan membuat absolutisitas kekuatan eksekutif yang berdampak eksekutif dapat bertindak semaunya.
3. Pemilihan Presiden melalui musyawarah di DPR/MPR
Hal ini dibutuhkan agar kekuatan Parlemen semakin kuat dikarenakan Presiden merupakan mandataris dari parlemen, sehingga apabila dirasa eksekutif sudah tidak dapat bekerja atau melanggar, dan atas dorongan dari rakyat maka dapat diturunkan. Penokohan presiden ataupun popularitas dari presiden dapat dilihat ketika masa kampanye partai ataupun partai apa yang memiliki tokoh tersebut, namun pada saat pemilihan presiden hal tersebut akan dikaji kembali secara musyawarah oleh parlemen.
Memang usulan di atas dirasa akan sangat mengerikan oleh sebab adanya trauma pada sejarah masa lalu ketika orde baru masih berkuasa. Akan tetapi hal ini haruslah disesuaikan kembali dengan keadaan kekinian serta peraturan-peraturan yang dapat menghilangkan gaya kediktatoran dari orde baru seperti :
1. Kebebasan berpendapat dan berorganisasi
2. Kebebasan pers
3. Peraturan tentang hanya dapat terpilih dua kali bagi seorang presiden
Dan banyak hal yang harus disesuaikan kembali agar dapat terjadi kestabilan dalam perpolitikan Indonesia.
Panji Bahari (Kadiv Pengembangan Jaringan Kresma PLUS)
Makalah Syarat mengikuti pelatihan parlemen Pemuda Indonesia
Tinggalkan Balasan