Pekik Salamku, A Luta Continua 1964 PLS
(Untuk Hari Ini dan Selamnya)
Atas Nama Mahasiswa PLS UM
Adalah sebuah karya yang menjadi representasi semangat mahasiswa PLS UM.
“Pekik salamku, A Luta Continua” berasal dari bahasa Portugis yang artinya “perjuangan terus berlanjut”. Banyak cerita yang telah melekat dalam kalimat A Luta Continua, salah satunya digunakan untuk membakar semangat rakyat Mozambik dalam melawan imperialisme yang menindas mereka. Di samping itu, kalimat ini juga dituliskan dalam puisi Wiji Thukul yang berjudul “Tujuan Kita Satu Ibu”.
“1964” adalah embrio PLS UM berawal. Di mana saat pertama kali dirintis oleh Pak Soedomo PLS UM masih bernama PenSos (Pendidikan Sosial) hingga sampai berganti nama menjadi PLS. Banyak orang-orang besar lahir dari rahim PLS UM, tapi perjuangan tidak berhenti kepada orang-orang PLS yang sudah mapan. Kitalah masa depan PLS UM, oleh karena itulah dimasukkanlah “Pekik Salamku, A Luta Continua” ke dalam jargon ini, agar semangat perjuangan mahasiswa PLS UM dalam belajar demi kemerdekaan individu dan golongan.
Alasan dimasukkannya tahun kelahiran PLS UM yaitu, “1964” adalah agar mahasiswa PLS UM tidak seperti pepatah kacang lupa pada kulitnya, kita lupa akan sejarah jurusan kita sendiri. Seperti yang dikatakan oleh Soekarno, “JAS MERAH, jangan sekali-kali melupakan sejarah”, maka kita juga harus seperti itu, jangan sampai kita sebagai mahasiswa PLS UM tidak mengerti akan sejarah jurusan kita sendiri. Sejarah akan membuat kita mempunyai karakter jurusan yang kuat saat menjadi mahasiswa aktif maupun saat menjadi alumni nanti. Sehingga akan timbul rasa bangga dan cinta akan jurusan tempat kita belajar ini. Oleh karena itulah, “1964” tidak hanya sekedar untuk mengingat sejarah saja, tapi juga sebagai penyemangat dan refleksi bagi kita agar dapat membanggakan nama PLS UM.
“1964” dikomunikasikan dengan cara berbeda, yaitu dengan bahasa sandi berupa tepuk tangan. Sandi ini biasa dipakai oleh Gerakan Pramuka dalam kegiatannya, dan Gerakan Pramuka adalah salah satu contoh bentuk implementasi PLS di masyarakat. Penjelasan tepuk “1964” sebagai berikut, angka “1” disandikan dengan satu tepukan lalu untuk setiap pergantian angka, dilanjutkan dengan menepuk dada kiri. Setelah jeda dilanjutkan dengan “9” disandikan dengan 3 rangkaian tepukan yang setiap rangkainnya berisi 3 tepukan dan setiap rangkaian diberikan jeda, setalah itu dilanjutkan dengan tepuk tanda pergantian angka, yaitu menepuk dada kiri. Selanjutnya angka “6” disandikan dengan 2 rangkaian tepukan yang setiap rangkaiannya berisi 3 tepukan dan disetiap rangkaian diberi jeda, setelah itu tepuk pergantian. Terakhir adalah angka “4” yang disandikan dengan 2 rangakaian tepukan yang setiap rangkaian berisi 2 tepukan.
Terakhir, sebagai legitimasi bahwa ini adalah jargon untuk jurusan kita, PLS. Maka kata terakhir yang digunakan sebagai penutup yaitu PLS dan diucapkan dengan mengepalkan tangan kiri ke atas. Ini adalah simbol bahwa mahasiswa PLS harus benar-benar menjadi agent of change dan catalyst bagi perubahan sosial ke arah yang lebih baik di mana pun kita berada. Kita tidak boleh menikmati ilmu kita sendiri, masih banyak orang-orang di luar tembok kampus yang membutuhkan tenaga dan pikiran kita untuk merubah keadaan hidup. Mahasiswa PLS harus memperjuangkan juga hak-hak kaum tertindas untuk mencapai kemerdekaannya dengan ilmu ke-PLS-an yang kita punya.
Oleh karena itu, sebagai rasa cinta terhadap jurusan, demi semangat perjuangan dalam belajar dan mencapai cita, dan demi terciptanya perubahan yang lebih baik. Mari kita kobarkan semangat PLS UM kita dengan meriakkan,
PEKIK SALAMKU!!!
“A LUTA CONTINUA! 1964 PLS”
Penulis: Ardiansyah Prainhantanto
Mahasiswa Pendidikan Luar Sekolah Angkatan 2014
Universitas Negeri Malang