PENGARUH SISTEM TANAM PAKSA
Tanaman dagang terbagi menjadi dua, yaitu tanaman musiman seperti gula, nila, dan tembakau dan tanaman tahunan seperti, lada, kopi, teh, dan karet. Karena gula memiliki nilai ekspor yang tinggi para pemiliki sawah diharuskan menyerahkan sebagai dari sawahnya untuk penanaman tebu menurut suatu skema rotasi tertentu dengan penanaman padi. Unutk tiap desa ditentukan bagian dari luas tanah yang harus diserahkan untuk penanman tebu. Pekerjaan-pekerjaan ini wajib dilakukan oleh seluruh penduduk desa yang dikerahkan bekerja untuk kepentingan pemerintah colonial unutk melakukan perkerjaan wajib seperti menanam, memotong, mengangkut tebu ke pabrik-pabrik gula, dan bekerja di pabrik-pabrik itu sendiri.
Pekerjaan rodi yang dilakukan oleh pemerintahan colonial meliputi pembangunan dan pemeliharan umum, seperti jalan-jalan raya, jembatan-jembatan, terusan-terusan, waduk-waduk, rumah-rumah pegngkut surat-surat, benteng-benteng untuk colonial. Pekerjaan rodi yang sangat berat dan perawatan kesehatan pekerja-pekerja sangatlah kurang, tidak mengherakan bahwa banyak ribuan pekerja meninggal karena penyakit, kekurangan makan.
Tanam paksa menyebabkan kenaikan produksi hasil-hasil tanaman perdagangan. Tahun 1830 ekspor kopi 288 ribu pikul dan gula berjumlah 108 ribu pikul, dan ekspor nila 42 ribu puond, pada tahun 1840 ekspor kopi di Jawa kopi dan meningkat pesat seperti kopi 132 pikul, ekdpor 1.032 ribu pikul dan nila 2.132 ribu pikul. Peningkatan padi di Jawa timur tidak dihiraukan oleh pegawai colonial karena mereka lebih focus tanaman dagangan yang laku dunia.
Tahun 1843 pemerintahan colonial berusaha mengekspor beras yang diambil dari daerah Cirebon. Hal tersebut menjadi parah sekali sewaktu panen di beberapa daerah pantai utara Jawa gagal. Kegagalan menyebabkan kesengsaraan rakyat sehingga banyak rakyat yang mengungsi, kelaparan hingga mati kelaparan pinggir jalan. Tahun 1848 di Demak juga mengalami kegagalan panen hingga tahun-tahun berikut sehingga adanya kelapran berkepanjangan sehingga akibat pengungsian dan kematian. Dampak jumlah penduduk mengalami penurunan sangat dratis dari 336.000 sampai 120.000.
Mekanisme mengeksploitasi yang dilakukan oleh pememerintahan colonial Belanda, Sistem Tanam Paksa memperlihatkan keunggulannya selama jangka waktu 1830 dan 1840. Namun, kejadian-kejadian 1840 rakyat jawa tidak diperas habis-habisan tidak dapat diterapkan karena tidak sesuai dengan perkembangan politik dan ekonomi. Umumnya rakyat Belanda tidak menghiraukan kemelaratan dan penderitaan rakyat Jawa yang sangat besar. Hal ini juga didukung oleh kurangnya pengetahuan rakyat Jawa tentang social ekonomi sehingga rakyat Jawa mengikuti perintah dari pemerintahan Belanda. Tahun 1850 berita tentang rakyat Jawa yang diperlakukan sewenang-wenangnya oleh pemerintahan Belanda, adapun berita-berita mengenaii malapetakan di Cirebon, Demak, dan Grobogan didengar oleh rakyat Belanda sehingga menguncang hati rakyat Belanda.
Perdebatan yang terjadi di Belanda tentang Sistem Tanam Paksa, sehingga pekembangnya aliran liberal yang sudah menjalar ke suluruh Eropa Barat termasuk Belanda. Paham liberal menghendaki segala kegiatan diserahkan kepada usaha swasta tanpa melalui pemerintah. Pemerintah dalam teori ini hanya memperhatikan kepentingan umum dan penciptakan sarana-sarana hokum dan admitrasi. Penganut teori ini menolah Sistem Tanah yang di kelola oleh pemerintah. Tokoh Belnda yang menentang Sistem Tanam Paksa dan membuka Indonesia untuk usaha swasta. Tahun 1860 tokoh penentang Sistem TAnam paksa mendapat angina segar karena penyelewengan-penyelewengan dan penyalahgunaan kekuasaan dibawah Sistem Tanam Paksa. Sehingga tahun 1872 aliran liberal telah mencapai kemenangan politik yang menentukan di negeri Belanda.
Di jawa, penanaman paksa tentang beberapa tanaman dagang setelah tahun 1860 mulai dihapus. Penanaman lada mulai dihapuskan, teh, dan nila juga mulai dihapuskan pada tahun 1860-1865. Gerakan liberalism di negeri BElanda yang semakin kuay juga memegang peran pokok dalam usaha menghapuskan Sistem Tanam Paksa sekitar tahun 1870. Namun tanaman dagang kopi masih dilakukan sampai akhir abad ke-19. Menjelang 1920, sisa-sisa penanaman paksa lainnya sama sekali dihapuskan di Indonesia.