Penanggulangan Kemiskinan Di Indonesia Melalui Program Kelompok Usaha Bersama
Oleh
Eriek Triputro H
PLS UM
(MK. Problematika PLS)
A. Latar Belakang
Indonesia adalah negara kepulauan yang sangat luas, padat dan terdiri dari beragam suku bangsa. Penduduknya tersebar tidak merata, diantaranya disebabkan karena kesenjangan penyebaran pelaksanaan pembangunan antar pedesaan dan perkotaan maupun antar kawasan. Pembangunan sarana dan prasarana yang diupayakan untuk dapat menjangkau ke berbagai daerah dirasakan belum optimal karena keterbatasan dana pemerintah dan luasnya wilayah yang harus dijangkau. Sejumlah variabel dapat dipakai untuk melacak persoalan kemiskinan. Dari dimensi pendidikan misalnya, pendidikan yang rendah dipandang sebagai penyebab kemiskinan. Dari dimensi kesehatan, rendahnya mutu kesehatan masyarakat menyebabkan terjadinya kemiskinan. Dari dimensi ekonomi, kepemilikan alat-alat produktif yang terbatas, penguasaan teknologi dan kurangnya keterampilan, dilihat sebagai alasan mendasar mengapa terjadi kemiskinan. Faktor kultur dan struktural juga kerap kali dilihat sebagai elemen penting yang menentukan tingkat kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat.
Pembangunan sosial di Indonesia, hakekatnya merupakan upaya untuk merealisasikan cita-cita luhur kemerdekaan, yakni untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Pasca kemerdekaan, kegiatan pembangunan telah dilakukan oleh beberapa rezim pemerintahan Indonesia. Mulai dari rezim Soekarno sampai presiden di era ini yakni Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono yang terpilih dalam pemilihan umum langsung pertama.
Namun demikian, harus diakui setelah beberapa kali rezim pemerintahan berganti, taraf kesejahteraan rakyat Indonesia masih belum maksimal. Pemenuhan taraf kesejahteraan sosial perlu terus diupayakan mengingat sebagian besar rakyat Indonesia masih belum mencapai taraf kesejahteraan sosial yang diinginkannya. Upaya pemenuhan kesejahteraan sosial menyeruak menjadi isu nasional. Asumsinya, kemajuan bangsa ataupun keberhasilan suatu rezim pemerintahan, tidak lagi dilihat dari sekedar meningkatnya angka pertumbuhan ekonomi. Kemampuan penanganan terhadap para penyandang masalah kesejahteraan sosial pun menjadi salah satu indikator keberhasilan pembangunan. Seperti penanganan masalah kemiskinan, kecacatan, keterlantaran, ketunaan sosial maupun korban bencana alam dan sosial.
Kemajuan pembangunan ekonomi tidak akan ada artinya jika kelompok rentan penyandang masalah sosial di atas, tidak dapat terlayani
dengan baik. Bahkan muncul anggapan jika para penyandang masalah sosial tidak terlayani dengan baik, maka bagi mereka kemerdekaan adalah sekedar lepas dari penjajahan. Seharusnya kemerdekaan adalah lepas dari kemiskinan.
Untuk itu pembangunan bidang kesejahteraan sosial terus dikembangkan bersama dengan pembangunan ekonomi. Tidak ada dikotomi di antara keduanya.[1] Tidak ada yang utama diantara keduanya. Pembangunan ekonomi jelas sangat mempengaruhi tingkat kemakmuran suatu negara, namun pembangunan ekonomi yang sepenuhnya diserahkan pada mekanisme pasar, tetap tidak akan mampu menjamin kesejahteraan sosial pada setiap masyarakat. Bahkan pengalaman negara maju dan berkembang seringkali memperlihatkan jika prioritas hanya difokuskan pada kemajuan ekonomi memang dapat memperlihatkan angka pertumbuan ekonomi. Namun sering pula gagal menciptakan pemerataan dan menimbulkan menimbulkan kesenjangan sosial. Akhirnya dapat menimbulkan masalah kemiskinan yang baru. Oleh karenanya penanganan masalah kemiskinan harus didekati dari berbagai sisi baik pembangunan ekonomi maupun kesejahteraan sosial.
Masalah kemiskinan dewasa ini bukan saja menjadi persoalan bangsa Indonesia. Kemiskinan telah menjadi isu global dimana setiap negara merasa berkepentingan untuk membahas kemiskinan, terlepas apakah itu negara berkembang maupun sedang berkembang. Negara sedang berkembang di sebagian wilayah Asia dan Afrika, sangat berurusan dengan agenda pengentasan kemiskinan. Sebagian besar rakyat di kawasan ini masih menyandang kemiskinan. Sementara bagi negara maju, mereka pun sangat tertarik membahas kemiskinan. Ketertarikan itu karena kemiskinan di negara berkembang berdampak pada stabilitas ekonomi dan politik mereka. Pada akhirnya kemiskinan menjadi urusan semua bangsa dan menjadi musuh utama (common enemy) umat manusia di dunia. Konsekuensinya kemiskinan dibahas semakin meluas intensif dan berkesinambungan dimanapun dan oleh siapapun.
Jumlah penduduk miskin terbesar di Asia Tenggara adalah di Indonesia, yaitu sebesar 38,7 juta orang diikuti oleh Vietnam (17,38), Kamboja (13,01), dan Myanmar (10,84). Tingginya tingkat kemiskinan Indonesia, membuat negara ini memiliki kualitas sumber daya manusia (SDM) yang masih rendah. Dari data Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index/HDI), Indonesia menempati urutan 110, lebih rendah dibanding negara di Asia Tenggara lainnya seperti Singapura (25), Brunei (33), Malaysia (61), Thailand (73), dan Filipina (84).[2]
Berdasarkan data Komisi Penanggulangan Kemiskinan, Kantor Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat tahun 2004, sampai saat ini masih terdapat 38 juta penduduk Indonesia yang berada di bawah garis kemiskinan. Lebih dari 70% total penduduk miskin tersebut berada di pedesaan, sedangkan sisanya di perkotaan.
Berdasar pada berbagai catatan tentang masalah kemiskinan tersebut, pemerintah telah berupaya memadukan berbagai faktor penyebab kemiskinan dan menyusun strategi penanggulangan kemiskinan yang dituangkan dalam bentuk dokumen Strategi Nasional Penanggulangan Kemiskinan (SNPK), yang akan diresmikan pada tanggal 27 April 2005 oleh Presiden RI, H. Susilo Bambang Yudhoyono. SNPK berusaha secara holistik memetakan masalah kemiskinan yang ada dan memusatkan strategi pada lima tonggak pengurangan kemiskinan, yaitu;
- menciptakan peluang kerja (creating opportunity),
- memberdayakan masyarakat (community empowerment),
- mengembangkan kemampuan (capacity building),
- menciptakan perlindungan sosial (social protection) dan,
- membina kemitraan global (forging global partnership).[3]
Tiga tugas utama yang mesti dilakukan oleh sebuah negara bangsa (nation-state), yakni pertumbuhan ekonomi (economic growth), perawatan masyarakat (community care) dan pengembangan manusia (human development). Fungsi pertumbuhan ekonomi mengacu pada bagaimana melakukan “wirausaha” (misalnya melalui industrialisasi, penarikan pajak) guna memperoleh pendapatan finansial yang diperlakukan untuk membiayai kegiatan pembangunan. Fungsi perawatan masyarakat menunjukkan pada bagaimana merawat dan melindungi warga negara dari berbagai macam risiko yang mengancam kehidupannya (misalnya menderita sakit, terjerembab kemiskinan, atau tertimpa bencana alam atau sosial). Sedangkan fungsi pengembangan manusia mengarah pada peningkatan kompetensi SDM yang menjamin tersedianya angkatan kerja yang berkualitas yang mendukung mesin pembangunan. Agar pembangunan nasional berjalan optimal dan mampu bersaing di pasar globa, ketiga aspek tersebut harus di cakup secara seimbang.
Pertumbuhan ekonomi diperlukan untuk menjalankan perawatan masyarakat dan pengembangan manusia. Namun demikian, fungsi perawatan masyarakat dan pengembangan bangsa manusia juga memiliki posisi yang penting dalam konteks pembangunan ekonomi sehingga dapat berjalan secara berkelanjutan (sustainable). Apabila pertumbuhan ekonomi diibaratkan kepala dalam tubuh manusia, maka perawatan masyarakat (sektor kesehatan dan kesejahteraan sosial), bersama pengembangan manusia (sektor pendidikan), merupakan kaki yang menompang kepala itu.
Fungsi perawatan masyarakat dan pengembangan manusia inilah yang sebenarnya merupakan substansi dari pengembangan sosial yang menopang pembangunan ekonomi. Berbagi studi memberi pesan yang sangat memperhatikan pertumbuhan ekonomi dan sekaligus memiliki komitmen menjalankan pembangunan sosial. Laporan tahunan UNDP, Human Development Report , yang kini menjadi acuan di berbagai negara di dunia, secara konsisten menunjukkan bahwa pembangunan sosial mendorong pertumbuhan ekonomi yang tidak memperhatikan pembangunan sosial tidak akan bertahan lama. Hal ini sejalan dengan temuan pakar ekonomi Pemenang nobel 1998, Amartya Sen. Sen dengan sempurna membuktikan bahwa hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan kemajuan sosial tidaklah otomatis.[4] Ketiga fungsi negara bangsa di atas juga sering dijadikan dasar dalam menyusun portofolio departemen/menteri negara dan lembaga pemerintahan. Hampir semua negara di dunia, struktur pemerintahan selalu memiliki lembaga-lembaga yang mencakup sedikitnya ketiga fungsi negara-negara ini. Misalnya, untuk menjalankan fungsi pertumbuhan sementara itu, untuk menjalankan fungsi perawatan masyarakat dan pengembangan manusia, dibentuk Departemen Kesehatan (Depkes), Departemen Sosial (Depsos), dan Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas).
Dalam struktur pemerintahan di Tanah Air, lembaga pemerintahan yang berperran dominan dalam pembangunan kesejahteraan sosial adalah Depsos, sebagaimana Depkes lebih dominan dalam pembangunan kesehatan, Depdiknas dalam pembangunan pendidikan, dan Departemen Agama (Depag) dalam pembangunan agama. Keempat departemen di atas berada di bawah koordinasi langsung Menteri Koordinasi Kesejahteraan Rakyat (Menko. Kesra). Dengan demikian, karena arti kesejahteraan rakyat disini mengacu pada konsep pembangunan sosial yang mengacu arti luas dan meliputi aspek kesehatan, pendidikan, dan agama, maka dalam arti sempit, Departemen Sosial sesungguhnya adalah Departemen Kesejahteraan Sosial. Bersama departemen-departemen lain, ia terlibat dalam pembangunan sosial, namun konsentrasinya secara khusus melaksanakan pembangunan kesejahteraan sosial.
Sebagaimana dijelaskan di atas, negara bukanlah satu-satunya aktor dalam pembangunan kesejahteraan sosial. Masyarakat juga terlibat dalam pembangunan kesejahteraan sosial, baik dalam pelaksanaan berbagai program maupun pendanaanya. Lembaga non pemerintahan yang menyelenggarakan pembangunan kesejahteraan sosial adalah masyarakat, yang biasanya dilaksanakan melalui organisasi-organisasi sosial (Orsos) dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang usaha kesejahteraan sosial dalam skala lokal, nasional maupun internasional, seperti lembaga sosial lokal (Karang Taruna, PKK), Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia, Save the Chidren World Vision , dan lain-lain.
Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia melalui Program Kelompok Usaha Bersama (3.7 MiB, 739 hits)
[/wp-like-locker]