Kajian Imadiklus 1 BPH UPI
Pemateri : Habib Faris Abiyyu
Dewasa ini, wanita tidak bisa dipandang berbeda dengan pria, karena telah digalakannya Program Emansipasi Wanita. Dengan adanya Emansipasi tersebut, tidak ada lagi kesenjangan antara pria maupun wanita, semuanya merata. Baik itu dalam hal pendidikan maupun karier.
Kesenjangan yang terjadi antara pria dan wanita telah terjadi sejak zaman dahulu kala. Lebih tepatnya pada abad ke 19 di Perancis. Dulu di Perancis telah terjadi perbedaan hak yang diterima oleh kaum pria maupun wanita, yaitu dalam segi pemberian upah. Upah yang diterima kaum pria lebih besar daipada upah yang diberikan kepada kaum wanita. Itu terjadi karena adanya ketidakadilan antara wanita dengan pria.
Meskipun kini telah ada Program Emansipasi Wanita, namun tidak sedikit masyarakat yang masih memandang wanita dibawah kaum pria. Misalnya saja tidak sedikit masyarakat berpandangan jika seorang laki-laki haruslah memiliki pendidikan yang lebih tinggi karena sebagai bekal untuk mencari nafkah bagi keluarganya. Tetapi harusnya tidak seperti itu, semua warga Indonesia baik itu pria atau pun wanita berhak bersekolah atau menempuh jenjang pendidikan setinggi-tingginya. Pandangan masyarakat itu semakin kuat karena adanya pernyataan “dapur, sumur, kasur” yang telah menyebar di kalangan masyarakat. Masyarakat menganggap jika wanita yang berpendidikan tinggi setinggi apapun atau memiliki karier sehebat apa pun tetap saja, akhirnya akan mengurus dapur, sumur, dan kasur. Karena pandangan itu, tidak sedikit wanita yang memilih untuk berpendidikan seadanya atau tidak terlalu tinggi. Menurutnya percuma berpendidikan tinggi jika akhirnya hannya mengurus ketiga hal itu. Kondratnya memang wanita akhirnya akan bergelut dengan dapur, sumur, dan kasur. Itu akan menimbulkan pembatasan bagi wanita baik dalam segi karier ataupun pendidikan. Tapi, setidaknya mencari ilmu adalah suatu keharusan karena seorang anak akan menjadi madrasah pertama bagi anaknya kelak, dan seorang ibu yang cerdas akan melahirkan anak yang cerdas pula. Maka dari itu pendidikan dari seorang ibu sangatlah penting bagi seorang anak.
Dengan adanya emansipasi, kini banyak wanita yang lebih mandiri dan tidak terlalu bergantung kepada suami dalam hal menafkahkan keluarga. Tidak sedikit anak Indonesia yang “ditinggal” pergi oleh ibunya bekerja ke luar negeri untuk menjadi seorang tenaga kerja wanita. Data BPS Tenaga Kerja Wanita yang bekerja diluar negeri pada tahun 2013 mencapau 276 ribu jiwa, sedangkan untuk TKI yang berjenis kelamin pria sebanyak 235 ribu jiwa, pada tahun 2013 hingga 2015 tenaga kerja Indonesia mengalami penurunan tetapi tetap saja tenaga kerja Indonesia yang berjenis kelamin wanita masih dominan dibandingkan dengan ttnaga kerja Indonesia yang berjenis kelamin pria.
Menyikapi besarnya jumlah Tenaga Kerja Wanita yang bekerja ke luar negeri, khususnya seorang TKW yang telah memiliki seorang anak, atau telah menjadi seorang ibu, maka ia akan meninggalkan anaknya untuk bekerja ke luar negeri dan ank yang ia tinggalkan pun tidak akan menerima kasih sayang yang penuh dari seorang ibu. Padahal seorang anak akan banyak belajar dari seorang ibu. Ada pepatah yang mengatakan ” jika seorang anak tanpa ayahnya ia akan sukses, sedangkan jika ia anak yang dibesarkan tanpa seorang ibu maka ia akan hancur”. Dari pendapat itu kita bisa lihat jika peran seorang ibu sangatlah penting bagi anaknya. Maka dari itu, seorang ibu yang berprodesi sebagai wanita karier tidak boleh melupakan kodratnya sebagai seorang ibu yang memiliki kewajiban untuk mendidik anak-anaknya.
Berkaitan dengan pendidikan seorang ibu, tidak akan lepas dari istilah ‘parenting’. Suatu teknik untuk memberikan pendidikan kepada anak secara informal. Parenting sangatlah penting dan akan berpengaruh besar terhadap perkembangan dan pembentukan karakter anak. Misalnya saja pemilihan permainan pada anak harus disesuaikan dengan gender agar anak tidak akan kehilangan jati dirinya ketika besar nanti
Wanita Dewasa ini telah mendapaatkan Hak Azasinya secara utuh, namun penting juga untuk mengkontrol itu semua, ia memang mendapatkan haknya sebagai seorang insan namun juga ia harus ingat kodrat yang dimilikinya yaitu menjadi seorang istri, dan dengan haknya mendapatkan pendidikan yang layak maka ia adalah seorang ibu yang menjadi lentera ilmu , buku berjalan, dan madrasah pertama bagi anak-anaknya.