War Tiket Konser, Mengapa Kita Sering Memilih Untuk “Ikut Serta?” Ditinjau Dari Teori Psikologi Sosial Band asal Inggris Coldplay akan menggelar konser perdananya di Indonesia. Tepatnya pada tanggal 15 November 2023 mendatang di Stadion Gelora Bung Karno, Jakarta Pusat. Antusias masyarakat Indonesia sangat tinggi, banyak dari mereka yang rela mengorbankan urusan pribadinya agar bisa menonton konser. Terlebih konser ini sangat langka dan pertama kalinya Chris Martin datang ke Tanah Air.
Dikutip dari akun instagram @pkentertainment.id bahwa tiket Coldplay yang dijual dari tanggal 17 – 19 Mei 2023 telah resmi habis terjual. Dari kejadian singkat tersebut, banyak beredar kabar di media sosial bahwa yang mengikuti war tiket Coldplay tidak hanya dari fansnya saja, namun orang – orang yang hanya mengikuti trend di sekitarnya atau biasa disebut dengan FOMO juga gak mau ketinggalan.
Definisi Fear of Missing Out atau FOMO menurut Przybylski, Murayama, Dehaan dan Gladwell (2013) adalah kekhawatiran yang pervasif ketika orang lain memiliki pengalaman yang lebih memuaskan dan adanya dorongan untuk selalu terhubung dengan orang lain.
Fenomena war tiket atau berlomba-lomba mendapatkan tiket telah dilakukan oleh jutaan orang. Tidak hanya di konser Coldplay, war tiket nonton sepak bola juga ada. Bahkan mereka adalah orang yang tidak banyak tahu tentang apa yang sedang ia rebutkan. Banyak dari mereka tidak tahu tentang band Coldplay dan lagu – lagunya juga ikut membeli tiket konser tersebut. Sebenarnya atas dasar apa orang – orang tersebut rela mengorbankan uang dan waktu demi bisa ikut serta berebut membeli tiket?
Konformitas
Dalam teori psikologi sosial, fenomena ikut serta dalam war tiket disebut konformitas. Konformitas merupakan jenis pengaruh sosial di mana seseorang akan mengubah sikap dan tingkah laku mereka agar sesuai dengan norma sosial yang ada.
Apa yang mendasari seseorang melakukan konformitas?
Dalam buku Psikologi Sosial yang ditulis oleh Robert A. Baron & Donn Byrne dijelaskan dasar – dasar penyebab terjadinya konformitas, yaitu:
Pengaruh sosial normatif
Hal tersebut terjadi karena keinginan seseorang untuk disukai atau diterima dan adanya rasa takut akan penolakan. Salah satu hal yang membuat orang lain menyukai diri kita adalah berpenampilan semirip mungkin dengan orang lain. Sehingga kita akan melakukan perubahan tingkah laku untuk memenuhi harapan orang lain.
Seperti halnya ketika orang yang tidak tahu tentang band Coldplay dan lagu-lagu yang dinyanyikannya, namun tetap ikut merebutkan tiket konser tersebut karena orang disekitarnya atau komunitas lingkungannya juga ikut war tiket Coldplay. Dengan begitu, akan membuatnya tetap diterima di lingkungan sosialnya tanpa perlu menunjukkan perilaku yang berbeda dari yang lain.
War tiket juga bisa terjadi karena rasa rakut atau tekanan akan penolakan. Bisa jadi ketika seseorang tidak mengikuti war tiket, dia bisa dijelek-jelekkan dan merasa tertekan karena perbuatannya yang dianggap berbeda dan tidak mengikuti trend yang ada saat ini. Agar menghindari tekanan dalam dirinya, orang tersebut tetap mengikuti war tiket padahal dia tidak menggemari atau tidak tahu banyak hal tentang band Coldplay.
Pengaruh sosial informasional
Penyebab kedua didasarkan pada keinginan seseorang untuk menjadi benar atau tepat. Seseorang biasanya merasa dilema terhadap dirinya sendiri, sehingga untuk mendapatkan pembenaran akan merujuk pada opini dan tindakan orang lain. Hal tersebut untuk lebih menegaskan kenyataan sosial pada diri kita. Ketergantungan pada orang lain sebagai sumber informasi tentang berbagai aspek dunia sosial menjadi sumber yang kuat untuk melakukan konformitas.
Ketika seseorang ditempatkan pada situasi merasa sangat tidak pasti mengenai suatu kebenaran sehingga tidak mempunyai kemampuan untuk membuat keputusan. Pada situasi sulit tersebut maka akan melakukan konformitas. Disebabkan karena tidak yakin dengan keputusannya dan untuk mendapatkan kebenaran akan bergantung pada penilaian orang lain.
Gempuran berita war tiket di media sosial yang terus berdatangan mengakibatkan seseorang ingin melakukan hal tersebut, terutama hal itu adalah moment yang sangat langka. Namun terkadang diliputi rasa keraguan karena kondisi ekonomi atau tidak mengetahui banyak hal tentang band Coldplay. Sehingga yang terjadi seseorang tetap mengikuti trend war tiket Coldplay karena hal tersebut telah dilakukan banyak orang, terutama jika lingkungan sekitarnya juga melakukan war tiket. Adanya dorongan dan motivasi dari lingkungan sekitar yang membuat individu merasa benar atas tindakannya mengikuti war tiket.
Salah satu tujuan beberapa orang melakukan konformitas karena berpikir hanya akan menimbulkan dilema yang sangat sebentar. Tetapi bisa jadi bagi banyak orang, keputusan untuk mengikuti tekanan kelompok dan melakukan seperti yang dilakukan orang lain adalah keputusan yang rumit. Orang tersebut merasa bahwa penilainnya benar, tetapi pada saat bersamaan tidak mau menjadi berbeda sehingga bertingkah laku secara tidak konsisten dengan kepercayaan pribadi dirinya. Efek dari kecenderungan mengubah persepsi terhadap situasi tertentu mengakibatkan bahwa konfomitas dapat dibenarkan. Meskipun hal itu menyebabkan seseorang bertingkah laku secara berlawanan dengan kepercayaan pribadinya.
Begitulah fenomena yang terjadi akhir – akhir ini. Banyak orang rela melakukan hal apapun yang bahkan tidak sangat dipahaminya hanya karena ingin diterima dan dikatakan benar di lingkungan sosialnya. Karena faktanya yang mengikuti war tiket konser Coldplay tidak hanya dari para fansnya saja, melainkan orang yang FOMO bahkan baru saja mendengar nama band Coldplay juga ikut serta berjuang untuk mendapatkan tiket konsernya.
Menolak Konformitas
Sebenarnya tekanan dalam konformitas bisa ditolak dengan dua faktor yaitu kebutuhan untuk mempertahankan individualitas kita dan kebutuhan untuk mempertahankan kontrol atas kehidupan kita. Sejatinya, kita ingin menjadi seperti orang lain namun tidak sampai pada titik kehilangan identitas pribadi kita. Hal tersebut agar kita dapat dibedakan dari orang lain dalam beberapa hal. Di sisi lain, sebagian besar orang percaya bahwa mereka dapat menentukan sesuatu yang terjadi dalam dirinya dan mengikuti tekanan sosial justru kadang berlawanan dengan keinginannya. Semakin kuat kebutuhan individu terhadap control dirinya maka semakin sedikit kecenderungan individu tersebut mengikuti tekanan sosial, sehingga dapat melawan terjadinya konformitas.
Dengan begitu, kita tidak diharuskan mengikuti war tiket konser Coldplay yang sedang nge-trend hanya karena ingin diakui dan diterima oleh lingkungan sosial kita. Bahkan mengorbankan apapun yang kita punya termasuk harga diri kita. Kita punya identitas diri masing – masing yang tentu tidak akan bisa serupa dengan orang lain. Dengan mengontrol diri dan menentukan kebutuhan yang terbaik untuk diri kita maka kita tidak akan mudah mengikuti trend yang seharusnya tidak kita ikuti. Kita akan tetap bisa menjaga identitas diri kita dengan sebaik mungkin. Karena sejatinya kita sendiri yang lebih tahu akan kepentingan diri kita, bukan orang lain.
Oleh: Silma Mumtahanah, Mahasiswi Pascasarjana Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta