Herma Wati PLS UNNES Cewek Satu-satunya Menjadi pendaki cewek satu-satunya di antara sebelas pendaki dari beberapa negara tak membuat Hermawati mendapat perlakuan spesial. Siapa pun yang siap mendaki puncak tertinggi gunung di Benua Amerika itu artinya sudah siap bertanggung jawab atas dirinya sendiri.
Namun sebagai perempuan, ada kalanya Herma mengalami gangguan, terlebih saat tamu bulanan menyapa. Yap, mahasiswa Pendidikan Luar Sekolah Unnes itu mengaku sempat terganggu mood dan kondisi badannya lantaran pengaruh menstruasi. Beberapa kali emosinya tak stabil, seperti gampang marah atau bad mood alias bete.
”Beberapa kali aku membantah perintah leader-ku. Rasanya bete, soalnya mereka nggak mengerti apa yang aku rasakan saat itu. Perut mulas plus kondisi badan nggak enak. Tapi keinginanku untuk tetap mendaki masih sangat besar,” ungkap Herma yang pada akhirnya bisa segera mengatasi mood-nya dengan lebih memilih untuk diam dan terus mendaki.
Tak itu saja, saat menunggu untuk melakukan perjalanan dari kamp terakhir ke puncak, dinginnya suhu membuat tangannya Herma terasa sangat beku sehingga kaku sekali untuk digerakkan. Herma juga sempat kesulitan bernapas hingga membuatnya lebih banyak bernapas dengan mulut. Ia sempat panik lantaran tak kunjung bisa mengatasi kedinginannya meski ia telah menuruti anjuran sang pemandu untuk terus bergerak agar panas tubuh tetap terjaga.
”Saat ke puncak nggak ada lagi yang bisa diandalkan selain diri sendiri. Semua berjuang menjaga kondisi masing-masing untuk menghadapi medan dengan suhu ekstrem dan angin yang sangat kencang,” ucap cewek yang menuturkan bahwa saat itu ia mencoba membuang rasa takut, panik, dan pikiran buruknya sambil terus berjalan perlahan sesuai instruksi pemandu untuk memudahkan bernapas lantaran minimnya oksigen.
”Setelah sampai puncak, plong. Kayak mimpi rasanya. Capai, lemas dan lapar karena 15 jam perjalanan dari kamp akhir ke puncak kami nggak makan sampai nggak terasa, saking puas dan hepinya. Cuma badan dan kaki jadi agak gemetar dan sakit saat mulai turun gunung,” tutur Herma.
Yap, Herma sadar benar bahwa tanpa kedua teman lelakinya itu ia akan sulit merengkuh puncak. Kerja sama yang sangat solid antara mereka bertiga ditambah tekad serta perjuangan yang mereka tunjukan membuat sang pemandu menggelengkan kepala takjub hingga menjuluki mereka sebagai crazy team dari Indonesia
Sumber m.suaramerdeka.com/index.php/read/cetak/2013/12/24/247212