Blog

  • Alasan mengapa pendidikan nonformal sangat penting

    Alasan mengapa pendidikan nonformal sangat penting

    Membuka Peluang Belajar di Luar Sekolah Mengenal Pendidikan Nonformal Pendidikan merupakan salah satu pilar penting dalam pembangunan suatu negara. Selama bertahun-tahun, pendidikan formal dianggap sebagai satu-satunya bentuk pendidikan yang diakui dan diatur oleh sistem formal seperti sekolah dan perguruan tinggi. Namun, dengan berkembangnya masyarakat modern, pendidikan nonformal semakin mendapatkan pengakuan dan perhatian yang lebih besar. Pendidikan nonformal memberikan peluang belajar kepada individu di luar lingkungan sekolah formal yang memungkinkan mereka untuk terus belajar dan mengembangkan keterampilan sepanjang hidup.

    Artikel ini akan menjelaskan apa itu pendidikan nonformal serta pentingnya dalam memenuhi kebutuhan pendidikan masyarakat. Pendidikan Nonformal Pendidikan nonformal merujuk pada proses pembelajaran yang terjadi di luar lingkungan formal, seperti sekolah atau perguruan tinggi sehingga pendidikan ini bersifat fleksibel dan tidak terikat oleh kurikulum formal yang ditetapkan oleh otoritas pendidikan. Pendidikan nonformal melibatkan berbagai program dan kegiatan yang dirancang untuk memberikan akses belajar kepada individu dari berbagai kelompok usia, latar belakang, dan kepentingan. Program pendidikan nonformal sering kali diselenggarakan oleh organisasi atau lembaga non-pemerintah, komunitas, lembaga swadaya masyarakat, atau sektor swasta. Mereka dapat mencakup berbagai bidang seperti kegiatan keterampilan, pelatihan kerja, program literasi, pelatihan teknis, kursus bahasa, dan banyak lagi. Tujuan utama dari pendidikan nonformal adalah untuk memberdayakan individu dengan keterampilan dan pengetahuan yang relevan dengan kehidupan sehari-hari, serta meningkatkan kualitas hidup mereka.

    Pentingnya Pendidikan Nonformal Pendidikan nonformal memiliki peran penting dalam memenuhi kebutuhan pendidikan masyarakat yang tidak terpenuhi melalui sistem pendidikan formal.

    Alasan mengapa pendidikan nonformal sangat penting

    Berikut adalah beberapa alasan mengapa pendidikan nonformal sangat penting:

    1. Akses untuk Semua Pendidikan nonformal memberikan akses belajar kepada individu yang tidak dapat mengikuti pendidikan formal, seperti mereka yang telah melewati usia sekolah, orang dewasa yang ingin meningkatkan keterampilan, atau mereka yang tinggal di daerah terpencil. Ini memastikan bahwa setiap individu memiliki kesempatan yang sama untuk belajar dan mengembangkan diri.
    2. Relevansi untuk Dunia Nyata Program pendidikan nonformal sering kali dirancang untuk memberikan keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan dunia kerja atau kehidupan sehari-hari. Mereka fokus pada pengembangan keterampilan praktis yang dapat langsung diterapkan dalam kehidupan nyata, seperti keterampilan teknis, keterampilan wirausaha, atau keterampilan sosial.
    3. Mengatasi Kesenjangan Pendidikan Pendidikan nonformal dapat membantu mengurangi kesenjangan pendidikan yang ada dalam masyarakat. Baca buku sepuasnya di Gramedia Digital Premium Dengan memberikan akses belajar kepada individu yang terpinggirkan atau kurang beruntung, pendidikan nonformal membantu menciptakan kesempatan yang lebih adil dan merata dalam hal pendidikan.
    4. Pembelajaran Seumur Hidup Pendidikan nonformal mendorong konsep pembelajaran sepanjang hidup, di sini setiap individu dapat terus belajar dan mengembangkan diri sepanjang hidup mereka. Ini penting dalam menghadapi perubahan yang cepat dalam dunia kerja dan kebutuhan pendidikan yang terus berkembang.
    5. Peningkatan Kualitas Hidup Melalui pendidikan nonformal, individu dapat memperoleh keterampilan baru, pengetahuan yang lebih luas, dan kesempatan untuk mengembangkan potensi mereka. Ini dapat berkontribusi pada peningkatan kualitas hidup secara keseluruhan. Dengan memiliki keterampilan yang relevan, individu dapat meningkatkan peluang kerja, memperoleh penghasilan yang lebih baik, dan menjadi lebih mandiri secara finansial. Selain itu, pendidikan nonformal juga dapat meningkatkan kesadaran sosial, kesehatan, dan keterampilan kehidupan sehari-hari yang semuanya berkontribusi pada peningkatan kualitas hidup secara menyeluruh.
    6. Menyediakan Alternatif Pendidikan yang Fleksibel Pendidikan nonformal menawarkan alternatif yang fleksibel bagi individu yang memiliki keterbatasan dalam mengikuti pendidikan formal. Misalnya, bagi mereka yang bekerja penuh waktu, memiliki tanggung jawab keluarga, atau memiliki keterbatasan fisik atau kesehatan, pendidikan nonformal memberikan kesempatan untuk belajar sesuai dengan jadwal dan kebutuhan mereka. Hal ini memungkinkan individu untuk tetap melanjutkan pendidikan dan pengembangan pribadi mereka tanpa harus meninggalkan tanggung jawab lain yang mereka miliki.

  • Pendidikan non formal tidak sebatas sebagai pelengkap

    Pendidikan non formal tidak sebatas sebagai pelengkap

    Jati Diri Pendidikan non-Formal Dalam menghadapi tantangan pendidikan, jalu pendidikan non formal tidak sebatas sebagai pelengkap, pengganti dan penambah pendidikan formal. Jakur ini memiliki jati diri sendiri dilihat dari strategi dan metode untuk mencapai tujuan pendidikan.

    Dalam menghadapi tantangan pendidikan, pendidikan non formal tidak sebatas sebagai pelengkap, pengganti dan penambah pendidikan formal. Pendidikan non formal memiliki jati diri sendiri yang dapat dilihat dari strategi/pendekatan/metode untuk mencapai tujuan pendidikan.

    Penting untuk diingat bahwa pendidikan nonformal bukan hanya alternatif atau pelengkap, penambah dan pengganti dari pendidikan formal, melainkan memiliki jati diri sendiri yang didefinisikan oleh prinsip-prinsip inklusivitas, fleksibilitas, dan relevansi lokal. Dengan memahami karakteristik ini, pendidikan nonformal dapat lebih efektif dalam menjawab tantangan saat ini dan memenuhi kebutuhan pesertanya yang beragam.

    Sebelum membahas apa saja yang menjadi tantangan pendidikan nonformal saat ini, saya ingin menjabarkan jati diri pendidikan nonformal dengan menguraikan apa tujuan dari pendidikan nonformal dan bagaimana strategi/pendekatan/metode untuk mencapai tujuan tersebut. Pendidikan nonformal memiliki tujuan yang lebih fleksibel, dapat disesuaikan dengan kebutuhan individu atau kelompok sasaran tertentu. Tidak terbatas pada pemerolehan gelar atau sertifikat formal, tujuannya melibatkan pengembangan keterampilan, peningkatan kapasitas, dan pemberdayaan individu.

    Pendidikan non formal tidak sebatas sebagai pelengkap

    Inklusivitas juga menjadi aspek kunci, memberikan akses pendidikan kepada mereka yang mungkin terbatas dalam mengikuti pendidikan formal, seperti orang dewasa yang telah keluar dari sekolah atau kelompok masyarakat yang kurang terlayani. Selain tujuan akademis, pendidikan nonformal juga bertujuan untuk meningkatkan keterampilan hidup sehari-hari, keterampilan pekerjaan, dan kemampuan adaptasi dalam menghadapi perubahan sosial dan ekonomi. Untuk mencapai tujuan tersebut, pendekatan pendidikan nonformal mencakup aspek kontekstual yang mempertimbangkan kebutuhan dan kondisi lokal.

    Program-program ini merespons tantangan dan peluang yang unik di dalam masyarakat tempat mereka diterapkan. Pembelajaran berbasis pengalaman menjadi metode yang umum, melibatkan peserta aktif dalam proses belajar melalui magang, proyek praktis, atau simulasi situasi dunia nyata. Fleksibilitas dalam waktu dan tempat adalah ciri khas pendidikan nonformal. Program-program ini memungkinkan peserta untuk belajar di luar jam kerja atau di tempat yang sesuai bagi mereka, mengakomodasi kebutuhan individu yang memiliki keterbatasan waktu atau mobilitas.

    Pengakuan hasil belajar diberikan melalui penilaian formatif, proyek, atau portofolio kerja, bukan hanya melalui ujian formal atau pengukuran akademis yang kaku. Partisipasi masyarakat juga menjadi elemen penting, dengan melibatkan masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi program. Ini menciptakan ikatan yang lebih kuat antara pendidikan nonformal dan kebutuhan masyarakat lokal.

    Terakhir, pemanfaatan teknologi semakin mendukung efektivitas pendidikan nonformal, dengan adopsi platform online, aplikasi, dan sumber daya digital untuk mendukung pembelajaran jarak jauh dan memberikan akses ke informasi lebih banyak. Dengan demikian, pendidikan nonformal bukan sekadar pelengkap atau alternatif dari pendidikan formal, tetapi memiliki jati diri sendiri yang didefinisikan oleh prinsip-prinsip inklusivitas, fleksibilitas, dan relevansi lokal.

    Dari yang saya alami, saya lihat dan saya rasakan, yang menjadi tantangan terbesar pendidikan nonformal saat ini adalah rendahnya kesadaran, kurangnya pemahaman dan rendahnya partisipasi masyarakat mengenai keberadaan dan peran pendidikan nonformal di tengah masyarakat. Masih sangat banyak yang mempertanyakan apa itu pendidikan nonformal/pendidikan luar sekolah/pendidikan masyarakat?

    Bahkan ada kekeliruan bahwa pendidikan nonformal adalah pendidikan untuk orang-orang berkebutuhan khusus (SLB). Yang diketahui oleh masyarakat adalah pendidikan berlangsung di sekolah dan mendapatkan sertifikat/ijazah sebagai bukti telah menyelesaikan pendidikan. Lalu kita sebagai kaum yang melek pendidikan terkadang juga masih kesulitan memberikan pemahaman tentang keberadaan, fungsi dan tujuan pendidikan nonformal kepada masyarakat.

    Seringkali kita mempersempit bahwa pendidikan nonformal hanya terbatas pada kesetaraan dan keaksaraan, bahkan kita spesifikkan mengacu pada sebuah lembaga nonformal seperti PKBM sehingga masyarakat tidak tertarik karena pendidikan formal dianggap jauh lebih baik dan menguntungkan. Di Indonesia sudah banyak lembaga-lembaga nonformal tetapi tidak mampu mempertahankan eksistensi dan profesionalitasnya karena baik masyarakat maupun tenaga pendidik di lembaga nonformal tersebut tidak memahami mengapa, untuk apa dan untuk siapa lembaga tersebut hadir. Banyak problematika kehidupan yang bisa diselesaikan oleh pendidikan nonformal tetapi tidak disadari oleh masyarakat, seperti dengan adanya pemberdayaan, life skill education, dan kursus bahasa, seni dan industri kreatif berbasis kearifan lokal.

    Faktor rendahnya kesadaran, pemahaman, kepedulian dan pasrtisipasi masyarakat maupun orang-orang yang sudah melek pendidikan terhadap pentingnya pendidikan nonformal menjadi tantangan yang harus segera diatasi. Masyarakat begitu mendewakan pendidikan formal dan telah menjadi standard penilaian sukses tidaknya seseorang di dalam lapisan masyarakat adalah seberapa tinggi seseorang menempuh pendidikan formal.

    Ketika muncul permasalahan negatif seperti anak tidak bisa membaca, anak meninggalkan sekolah, anak gagal dalam akademik, anak tidak bisa bersaing di dunia kerja, anak kalah saing dengan lulusan sekolah internasional atau perguruan tinggi dari luar negeri dan permasalahan lainnya maka yang disalahkan adalah si anak bukan mencari solusi pendidikan yang bagaimana lebih tepat unntuk si anak. Di perkotaan, masyarakat bersaing untuk mencari, menemukan, mendaftarkan dan mengikuti sekolah-sekolah terbaik sebagai bentuk pemberian fasilitas dan akses pendidikan terbaik untuk anak-anaknya.

    Bagi mereka, pendidikan di sekolah merupakan pendidikan utama, pendidikan di luar sekolah seperti kursus menjadi pendidikan pelengkap dan pendidikan di keluarga tergantung seberapa sibuk tidaknya orangtua. Semua bentuk pendidikan bisa mereka dapatkan sesuai kemampuan ekonomi mereka. Lalu bagaimana dengan warga belajar dari masyarakat terdiskriminasi, masyarakat yang kurang beruntung, anak jalanan, daerah konflik, traffiking, pengangguran, masyarakat pedalaman, dan daerah perbatasan tentu memiliki kebutuhan belajar yang berbeda sesuai sumber daya manusia dan potensi lokal di lingkungan mereka.

    Keberagaman latar belakang ini lah yang bisa dijangkau oleh pendidikan nonformal dalam satu wadah, tentu berbeda dengan tujuan pendidikan formal yang sudah jelas ditentukan oleh batasan tertentu seperti pengelompokan usia, latar belakang sosial ekonomi dan jarak.

    Bagi sebagian banyak orang, ketika seseorang gagal atau tidak mampu menempuh pendidikan formal yang lebih tinggi maka dianggap tidak berpendidikan dan telah gagal untuk mendapatkan kehidupan yang lebih layak karena masih banyak yang beranggapan bahwa pendidikan formal menjadi satu-satunya lembaga pendidikan yang mampu membuat manusia berdaya dan terampil.

    Sementara kehadiran pendidikan nonformal dinilai sebagai penambah, pelengkap atau pengganti untuk mereka yang putus sekolah dan untuk mereka yang membutuhkan pelatihan keterampilan di luar sekolah. Hal ini tentu membuat pendidikan nonformal semakin tertantang untuk menunjukkan jati dirinya sebagai pendidikan yang terpisah dari pendidikan formal karena perbedaan tujuan dan sifatnya yang inklusif serta adaftif. Pendidikan nonformal merupakan sebuah jawaban kebutuhan pendidikan untuk membuat manusia sadar bahwa mereka berpotensi, berdaya dan mampu memberdayakan sekelilingnya.

    Tidak hanya sekedar untuk kesejahteraan hidup mereka tetapi untuk keberlangsungan semua makhluk yang hidup bersama-sama dengan mereka. Tidak ad akelas khusus, tidak ada usia khusus dan tidak ada administrasi yang menghomegenkan suatu kelompok khusus dalam pembelajaran nonformal. Masyarakat bisa belajar sesuai kebutuhan dan keinginan mereka.

    Bagaimana agar masyarakat menyadari, memahami, mengakui, mengikuti bahkan mempertahankan eksistensi pendidikan nonformal itu? Pertama, kita sebagai orang yang melek pendidikan tentunya harus memiliki kesadaran kritis yang menghadirkan diri sebagai pelaku pendidikan nonformal membaurkan diri dan melebur ke masyarakat untuk mempromosikan apa itu pendidikan nonformal baik lisan maupun tulisan. Kita tidak bisa hanya sebagai pengikut apa yang sudah disepakati selama ini bahwa pendidikan nonformal adalah pelengkap, penambah dan pengganti pendidikan nonformal.

    Kalau kita adalah pengikut regulasi tersebut maka sampai kapanpun eksistensi pendidikan nonformal tidak akan bisa professional sebagai pendidikan nonformal itu senndiri dan sampai kapanpun masyarakat tidak akan menyadari dan memahamim apalagi mengikuti. Sebuah gerakan baru harus direalisasikan sesuai fakta dan kebutuhan pendidikan masyarakat saat ini. Kedua, pembuktian. Teori sosial tanpa pembuktian hanya akan menyenangkan telinga tetapi teori dengan pembuktian atau aksi akan menyenangkan kehidupan mereka yang merasakan. Masyarakat akan lebih mudah menyadari, memahami, menerima, mengakui dan mengikuti keberadaan dan peranan pendidikan nonformal jika sudah ada pembuktian.

    Karena yang selama ini dilihat oleh masyarakat adalah satu-satunya pendidikan ditempuh melalui pendidikan formal. Pembuktian tersebut dapat terwujud dimulai dengan dialog bersama masyarakat. Terakhir, professional. Untuk mempertahakan eksistensi pendidikan nonformal, perlu adanya pengelola, pendidik, tenaga pendidik yang professional dalam bidang ini. Yang memahami dan bisa menjelaskan kembali pada orang lain mengapa harus ada pendidikan nonformal dan mutu seperti apa yang harus dijamin dalam pengaplikasiannya. Dari teori, aksi dan profesionalitas yang dibangun maka Masyarakat dapat melihat dan menentukan sendiri pendidikan formal atau pendidikan nonformal kah yang cocok untuk kebutuhan mereka, masyarakat dapat membedakan setelah memahami dan menyadari.

    Berikut saya mencoba menguraikan perbedaan antara pendidikan formal dengan pendidikan informal sehingga dapat dikatakan bahwa pendidikan formal memiliki jati diri sendiri yang bukan sekedar pelengkap, penambah atau pengganti pendidikan formal. Pendidikan nonformal memiliki ciri khas yang unik dan tujuan yang berbeda.

    Pertama, pendidikan nonformal menekankan fleksibilitas dalam mencapai tujuan pembelajaran. Program-program ini tidak terbatas pada pencapaian gelar formal, melainkan memberikan ruang bagi peserta untuk mengembangkan keterampilan spesifik sesuai kebutuhan mereka sedangkan pendidikan formal mengajarkan semua mata pelajaran yang sudah terstruktur dalam kurikulum satuan pendidikan untuk menamatkan suatu jenjang agar bisa ke jenjang berikutnya.

    Kedua, pendidikan nonformal mengakui konsep pembelajaran seumur hidup, memungkinkan individu untuk terus-menerus memperoleh pengetahuan dan keterampilan sepanjang hidup mereka tanpa mengikuti struktur waktu dan kurikulum formal sedangkan pendidikan formal dalam tiap jenjang sudah dibatasi oleh usia tertentu dalam tiap jenjang yang sedang ditempuh.

    Selain itu, pendidikan nonformal memberikan aksesibilitas yang lebih luas dan inklusif. Program-program ini mampu mencakup kelompok masyarakat yang mungkin tidak dapat mengakses pendidikan formal, seperti orang dewasa yang telah keluar dari sekolah, kelompok etnis minoritas, atau masyarakat pedesaan yang terisolasi sedangkan pendidikan formal hanya dapat diakses oleh orang-orang yang memenuhi persyaratan administrasi untuk masuk pada sebuah jenjang, dalam suatu kelas tidak ada ketimpangan atau perbedaan signifikann dari segi umur dan latar belakang sosial ekonomi.

    Selain itu, pendidikan nonformal menunjukkan respons yang lebih cepat terhadap kebutuhan lokal dan global. Program-program ini dapat dirancang untuk secara langsung menanggapi tantangan dan peluang yang ada di masyarakat, tanpa harus terikat pada struktur kurikulum formal yang mungkin tidak sesuai dengan konteks setempat. Pendidikan nonformal berfokus pada kebutuhan masyarakat dengan tujuan pemberdayaan sedangkan pendidikan formal berfokus pada nilai, pencapaian tinggi sesuai standard kurikulum yang disusun satuan pendidikan. Pendidikan formal bisa ada dan hadir di semua wilayah tetapi belum tentu bisa menjangkau dan merangkul semua usia, golongan dan tanggap pada kearifan lokal seperti yang dilakukan oleh pendidikan nonformal.

    Dari penjabaran di atas maka dapat disimpulkan bahwa pendidikan formal terpisah dari pendidikan nonformal. Keduanya berdiri dengan tujuan dan sifat yang berbeda. Tanpa pendidikan formal, pendidikan informal mampu mencapai tujuannya. Saya beri contoh di Kecamatan Siberut Selaran, Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat, angka buta aksara dan angka putus sekolah sangat tinggi tetapi lembaga pendidikan formal dan nonformal di sana cukup banyak.

    Untuk pendidikan nonformal sudah disediakan oleh pemerintah PKBM dan Lembaga Pelatihan Keterampilan dan Kursus oleh Kementerian Ketenagakerjaan. Faktanya keberadaan Lembaga nonformal tersebut tidak berfungsi sama sekali karena Masyarakat tidak menyadari dan tidak disadarkan bahwa Lembaga tersebut juga merupakan Lembaga pendidikan. Justru yang lebih menjawab kebutuhan masyarakat di sana adalah kehadiran NGO atau LSM dengan program-program pemberdayaan untuk pertanian, pendampingan nelayan, kepemudaan, dan pendidikan yang mengadopsi bahasa daerah, sumber daya alam di sana dan memanfaatkan potensi lokal sehingga masyarakat bahagia melaksanakan pembelajaran/pelatihan keterampilan dan kedepannya mampu memberdayakan yang lainnya.

    Apa yang dilakukan oleh NGO atau LSM tersebut merupakan pendidikan nonformal. Bukan soal berapa Lembaga pendidikan nonformal oleh pemerintah yang sudah ada, tetapi siapa saja bisa menjadi pelaku pendidikan nonformal untuk tujuan inklusifitas pendidikan. Maka jelas bahwa tantangan pertama yang harus dieksekusi oleh pendidikan nonformal adalah penyadaran dengan meleburkan diri supaya kita paham apa yang dirasakan, apa yang dibutuhkan oleh masyarakat lalu membuat suatu tindakan atau program.

    Teori Paulo Freire tentang pendidikan kaum tertindas memiliki keterkaitan erat dengan pendidikan nonformal yang melebihi peran sebagai pelengkap, penambah, atau pengganti pendidikan formal. Freire mengembangkan konsep pendidikan pembebasan (education for liberation) yang menekankan pentingnya memberdayakan individu yang tertindas untuk memahami dan mengatasi realitas sosial mereka.

    Pertama, teori Freire menekankan pemberdayaan dan kesadaran kritis sebagai elemen utama pendidikan pembebasan. Dalam konteks pendidikan nonformal, ini berarti memberdayakan individu dari kelompok tertindas dengan memberikan akses untuk mengembangkan pemahaman kritis terhadap realitas sosial dan ekonomi yang mereka hadapi. Kedua, partisipasi aktif dan dialog dianggap sebagai elemen kunci oleh Freire.

    Proses pendidikan nonformal, sejalan dengan teori ini, mendorong partisipasi aktif dan pembelajaran berbasis dialog, di mana peserta dapat berkontribusi pada proses pembelajaran dan membahas isu-isu yang relevan dengan pengalaman mereka. Selanjutnya, teori Freire mengkritik struktur hierarki dalam pendidikan dan mendorong terbentuknya hubungan yang lebih demokratis antara pendidik dan peserta didik.

    Dalam pendidikan nonformal, hal ini tercermin dalam upaya menciptakan hubungan yang lebih horizontal dan kolaboratif antara fasilitator dan peserta, di mana pengetahuan dan pengalaman bersifat saling menguntungkan. Freire juga menyoroti pentingnya memahami dan merespons konteks lokal dan realitas hidup peserta didik. Pendekatan ini sesuai dengan pendidikan nonformal, yang dapat merespons kebutuhan lokal dan mengakomodasi realitas hidup peserta dengan menyediakan program yang relevan dan bermakna sesuai dengan kebutuhan dan tantangan masyarakat tertentu.

    Terakhir, teori Freire menekankan bahwa pendidikan seharusnya mendorong tindakan konkret untuk perubahan sosial dan keadilan. Pendekatan ini diterjemahkan ke dalam pendidikan nonformal dengan memberikan kesempatan untuk pengembangan keterampilan dan pengetahuan yang dapat membantu individu dari kelompok tertindas untuk berkontribusi pada perubahan sosial, seperti melalui program pelatihan keterampilan atau proyek pengembangan masyarakat.

    Dengan menerapkan prinsip-prinsip teori Freire dalam konteks pendidikan nonformal, menciptakan lingkungan pendidikan yang memberdayakan individu, meningkatkan kesadaran kritis mereka terhadap ketidaksetaraan dan ketidakadilan, serta merangsang partisipasi aktif dalam perubahan sosial. Dengan demikian, pendidikan nonformal menjadi lebih dari sekadar pelengkap, penambah, atau pengganti pendidikan formal, melainkan alat untuk membebaskan dan memberdayakan mereka yang tertindas.

    sumber https://www.indonesiana.id/read/170624/jati-diri-pendidikan-non-formal#

  • Apa Itu Pendidikan Non Formal? Definisi & Contoh

    Apa Itu Pendidikan Non Formal? Definisi & Contoh

    Tinjauan Pendidikan Non Formal

    Apa Itu Pendidikan Non Formal ? Definisi & Contoh. Pendidikan N-formal mengacu pada setiap kegiatan pendidikan terorganisir yang berlangsung di luar sistem pendidikan formal. Jenis pendidikan ini dapat terjadi di berbagai lingkungan, seperti pusat komunitas, tempat kerja, dan platform online. Pendidikan formal sering kali berfokus pada keterampilan praktis dan pembelajaran berdasarkan pengalaman, dibandingkan pengetahuan akademis.

    Contoh pendidikan N-formal mencakup program pelatihan kejuruan, kelas literasi orang dewasa, lokakarya berbasis komunitas, dan kursus online. Program-program ini mungkin ditawarkan oleh lembaga pemerintah, organisasi nirlaba, atau perusahaan swasta.

    Pendidikan non-formal dapat bermanfaat khususnya bagi individu yang mungkin tidak memiliki akses terhadap pendidikan formal atau yang ingin mengembangkan keterampilan atau pengetahuan tertentu. Hal ini juga dapat memberikan kesempatan untuk pembelajaran seumur hidup dan pertumbuhan pribadi di luar lingkungan kelas tradisional.

    Pengertian Pendidikan Non Formal

    Pendidikan non-formal mengacu pada setiap kegiatan pendidikan terorganisir yang berlangsung di luar sistem pendidikan formal. Jenis pendidikan ini dapat terjadi di berbagai lingkungan, seperti pusat komunitas, tempat kerja, dan platform online. Pendidikan formal sering kali berfokus pada keterampilan praktis dan pembelajaran berdasarkan pengalaman, dibandingkan pengetahuan akademis. Pendidikan ini biasanya kurang terstruktur dan kurang komprehensif dibandingkan pendidikan formal dan sering kali dirancang untuk memenuhi kebutuhan kelompok sasaran tertentu. Pendidikan N-formal dapat memberikan kesempatan untuk pengembangan pribadi dan profesional, pembelajaran seumur hidup, dan pengayaan sosial dan budaya.

    Contoh Pendidikan Non Formal

    Ada banyak contoh pendidikan nonformal, antara lain:

    • Program pelatihan kejuruan
    • Kelas literasi orang dewasa
    • Lokakarya berbasis komunitas
    • Kursus online
    • Pembelajaran dan magang berbasis kerja
    • Program pelatihan keterampilan untuk kelompok marginal
    • Melanjutkan program pendidikan bagi para profesional
    • Program pendidikan jarak jauh
    • Kursus bahasa dan program pembelajaran bahasa
    • Kelas dan lokakarya berbasis hobi dan minat, seperti seni, musik, dan memasak.
    • Program-program ini mungkin ditawarkan oleh lembaga pemerintah, organisasi nirlaba, atau perusahaan swasta. Pendidikan non-formal dapat membekali individu dengan keterampilan praktis, peluang pengembangan profesional, dan pengayaan pribadi.

    Apa Itu Pendidikan Non Formal Definisi & Contoh

    Penjelasan Tentang Pendidikan Non Formal

    Pendidikan nonformal adalah kegiatan pendidikan terorganisir yang berlangsung di luar sistem pendidikan formal. Berbeda dengan pendidikan formal, yang berlangsung di sekolah dan institusi lain dan biasanya terstruktur berdasarkan kurikulum yang ditentukan, pendidikan N-formal seringkali kurang terstruktur dan lebih fleksibel.
    Pendidikan formal dapat dilakukan dalam berbagai bentuk dan dirancang untuk memenuhi kebutuhan spesifik kelompok sasaran tertentu. Hal ini mungkin berfokus pada keterampilan praktis, seperti program pelatihan kejuruan, atau pada pengembangan pribadi dan profesional, seperti program pendidikan berkelanjutan bagi para profesional.
    Pendidikan formal dapat bermanfaat khususnya bagi individu yang mungkin tidak memiliki akses terhadap pendidikan formal atau yang ingin mengembangkan keterampilan atau pengetahuan khusus. Hal ini juga dapat memberikan kesempatan untuk pembelajaran seumur hidup dan pertumbuhan pribadi di luar lingkungan kelas tradisional. Pendidikan formal dapat disampaikan melalui berbagai saluran, termasuk pusat komunitas, tempat kerja, dan platform online. Ini mungkin ditawarkan oleh lembaga pemerintah, organisasi nirlaba, atau perusahaan swasta.
    Secara keseluruhan, pendidikan N-formal memberikan individu jalur alternatif untuk belajar dan pengembangan pribadi, di luar sistem pendidikan formal.

    Ringkasan Apa Itu Pendidikan Non Formal? Definisi & Contoh

    Pendidikan nonformal adalah kegiatan pendidikan terorganisir yang terjadi di luar sistem pendidikan formal. Bentuknya bisa bermacam-macam dan seringkali kurang terstruktur dibandingkan pendidikan formal. Pendidikan N-formal berfokus pada keterampilan praktis, pengembangan pribadi dan profesional, dan pembelajaran seumur hidup. Hal ini dapat disampaikan melalui pusat komunitas, tempat kerja, dan platform online, dan ditawarkan oleh lembaga pemerintah, organisasi nirlaba, dan perusahaan swasta. Secara keseluruhan, pendidikan non-formal memberikan jalur alternatif untuk pembelajaran dan pengembangan pribadi di luar sistem pendidikan formal.

  • DOSEN UNIVERSITAS SINGAPERBANGSA KARAWANG LAKUKAN PELATIHAN MODEL PEMBELAJARAN BERDIFERENSIASI KEPADA TUTOR SATUAN PENDIDIKAN NONFORMAL GUNA WUJUDKAN MERDEKA BELAJAR

    DOSEN UNIVERSITAS SINGAPERBANGSA KARAWANG LAKUKAN PELATIHAN MODEL PEMBELAJARAN BERDIFERENSIASI KEPADA TUTOR SATUAN PENDIDIKAN NONFORMAL GUNA WUJUDKAN MERDEKA BELAJAR

    DOSEN UNIVERSITAS SINGAPERBANGSA KARAWANG LAKUKAN PELATIHAN MODEL PEMBELAJARAN BERDIFERENSIASI KEPADA TUTOR SATUAN PENDIDIKAN NONFORMAL GUNA WUJUDKAN MERDEKA BELAJAR,

    Satuan lembaga pendidikan nonformal di Kabupaten Karawang mempunyai sasaran peserta didik yang sangat beragam, yaitu anak usia sekolah maupun dewasa yang belum menyelesaikan pendidikan formal yang paling sedikitnya memiliki lima hambatan, antara lain: ekonomi, waktu, geografis, keyakinan, dan sosial/hukum. Hambatan ekonomi terjadi akibat kemiskinan di kalangan petani, nelayan, buruh, pekerja rumah tangga, tenaga kerja wanita, penduduk di daerah kumuh maupun penduduk miskin di desa. Hambatan waktu karena pekerjaan mereka sebagai pengrajin, buruh, dan pekerja kasar lainnya. Hambatan geografis, seperti masyarakat masyarakat desa terisolir. Hambatan keyakinan, yaitu masyarakat pondok pesantren (salafiyah) yang tidak menyelenggarakan pendidikan formal. Hambatan sosial/hukum seperti anak jalanan, anak lembaga pemasyarakatan, dan anak penyandang masalah sosial lainnya. Tidak hanya itu, terdapat pula kelompok masyarakat kaya yang karena kurang bisa menerima sistem pendidikan persekolahan mereka mengikuti kegiatan pendidikan nonformal yang hasil akhir ujiannya mengikuti pendidikan kesetaraan.

    DOSEN UNIVERSITAS SINGAPERBANGSA KARAWANG LAKUKAN PELATIHAN MODEL PEMBELAJARAN BERDIFERENSIASI KEPADA TUTOR SATUAN PENDIDIKAN NONFORMAL GUNA WUJUDKAN MERDEKA BELAJAR,

    Beragamnya karakterstik peserta didik tersebut memunculkan masalah dalam proses pembelajaran. Terdapat beberapa permasalahan yang penulis identifikasi yakni guru belum menerapkan metode yang memungkinkan siswa untuk mengolah, mengembangkan produk sesuai dengan gaya atau minat dari masing-masing siswa. Selain itu juga aktifitas fisik rendah selama proses pembelajaran. Padahal, dalam proses pembelajaran ternyata memiliki keunikan yang berbeda beda antara siswa yang satu dengan yang lainnya. Ada siswa yang cepat dalam menangkap pelajaran dan dapat menyelesaikan kegiatan pembelajaran lebih cepat dari yang di perkirakan dan ada juga siswa yang lambat dalam belajar sehingga sering tertinggal pelajaran.

    Oleh karena itu, dalam pemenuhan kebutuhan dari keberagaman peserta didik pada pendidikan nonformal program kesetaraan, maka perlu adanya cara strategi yang tepat dalam memberikan pengajaran di kelas. Pemecahan masalah yang berhubungan dengan keragaman peserta didik di kelas dapat teratasi dengan menerapkan salah satu model pembelajaran berdiferensiasi. Diharapkan dengan menerapkan model tersebut maka perbedaan dan keberagaman setiap individu di kelas dilihat dari tingkat kesiapan, ketertarikan dan gaya belajar akan bisa terakomodasi sehingga berdampak adanya peningkatan terhadap pemahamaan, motivasi dalam belajar, dan juga interaksi antarpeserta didik di kelas.

    Untuk mengatasi permasalahan di atas, dosen Prodi Pendidikan Masyarakat Universitas Singaperbangsa Karawang mengajukan solusi penyelesaian masalah dengan cara melakukan pelatihan penerapan model pembelajaran berdiferensiasi bagi para tutor di satuan pendidikan nonformal agar dapat memberikan beragam cara untuk memahami informasi baru untuk semua siswa dalam komunitas ruang kelasnya yang beraneka ragam, termasuk cara untuk: mendapatkan konten; mengolah, membangun, atau menalar gagasan; dan mengembangkan produk pembelajaran dan ukuran penilaian sehingga semua siswa di dalam suatu ruang kelas yang memiliki latar belakang kemampuan beragam bisa belajar dengan efektif.

    Pelatihan tersebut dilaksanakan bertempat di SMP Slamet Riyadi Karawang, dihadiri oleh kurang lebih 30 peserta dengan narasumber Ika Rizqi Meilya, Cucu Risa Asmarani dan Eni Roheni. Dalam pelaksanaannya, peserta pelatihan mendemonstrasikan pemahamannya tentang pembelajaran berdiferensiasi melalui simulasi mengajar. Dalam kegiatannya, pelatih membagi peserta menjadi beberapa peran, satu orang sebagai guru yang akan melakukan simulasi mengajar yang menerapkan pembelajaran berdiferensiasi, dua orang sebagai observer, dan sisanya sebagai murid. Seusai simulasi, pelatih mempersilakan observer untuk mengajukan pertanyaan kritis kepada peserta yang melakukan simulasi mengajar. Peserta pelatihan bersama-sama melakukan identifikasi aspek yang perlu diperhatikan dalam menyusun pembelajaran berdiferensiasi. Selain itu, peserta juga dilatih untuk mempraktikkan integrasi 5 kompetensi sosial emosional dalam rencana pembelajaran berdiferensiasi. Kemudian membuat rencana strategi berbagi pengalaman belajar konsep pembelajaran berdiferensiasi dan kompetensi sosial emosional dengan rekan sejawat di sekolahnya dalam bentuk mind mapping. Masing-masing kelompok diminta untuk mempresentasikan hasil diskusinya kepada kelompok lain dengan tujuan sharing memberikan inspirasi kepada peserta lainnya. Terakhir, kegiatan pelatihan ditutup dengan mengajak peserta melakukan refleksi diakhiri dengan doa dan foto bersama.

     

    Semua kegiatan berjalan lancar, peserta antusias mengikuti kegiatan pelatihan, dan bersemangat melakukan simulasi pembelajaran berdeferensiasi, teknik mindfulness serta pembelajaran KSE dengan berdinamika kelompok. Produk yang dihasilkan dalam pelatihan ini adalah: (a) hasil refleksi dari simulasi dan penerapan pembelajaran berdiferensiasi; (b) hasil refleksi dari praktik mindfulness dan integrasi 5 kompetensi sosial emosional dalam praktik mengajar; serta (c) strategi berbagi pengalaman belajar dengan rekan sejawat mengenai pembelajaran berdiferensiasi dan kompetensi sosial emosional. Penguasaan dan pemahaman terhadap materi yang disampaikan sangat baik dilihat dari keaktifan peserta pada saat melakukan simulasi pembelajaran, proses diskusi, serta hasil lembar kerja yang dikerjakan. Para peserta merasakan kesan tersendiri dalam pelatihan ini, diantaranya kesan positif dimana mereka memperoleh pengalaman baru dan mendapatkan ilmu dan wawasan yang bertambah dan berguna bagi peningkatan perannya sebagai pendidik terutama dalam melakukan perubahan positif terkait bagaimana proses pembelajaran berdiferensiasi, teknik mindfulness dan pembelajaran KSE yang baik dan benar karena dipraktekkan secara langsung melalui simulasi untuk selanjutnya diterapkan di sekolahnya masing-masing.

    Penulis: Ika Rizqi Meilya

  • Mempersiapkan Pendidikan Masyarakat untuk Masa Depan

    Mempersiapkan Pendidikan Masyarakat untuk Masa Depan

    Mempersiapkan Pendidikan Masyarakat untuk Masa Depan  Pendidikan adalah pondasi utama bagi kemajuan sebuah masyarakat. Dalam menghadapi masa depan yang semakin kompleks dan beragam, penting bagi kita untuk memastikan bahwa setiap individu memiliki akses yang adil dan berkualitas terhadap pendidikan. Artikel ini akan menjelaskan beberapa langkah kunci yang dapat diambil untuk mempersiapkan pendidikan masyarakat demi masa depan yang cerah.

    1. Aksesibilitas Pendidikan yang Merata

    Mengakses pendidikan harus menjadi hak yang merata bagi semua lapisan masyarakat. Dengan memastikan aksesibilitas yang merata, setiap individu memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan pendidikan berkualitas tanpa terkekang oleh faktor ekonomi, geografis, atau sosial.

    2. Integrasi Teknologi dalam Pembelajaran

    Dunia terus berkembang secara teknologi, dan integrasi teknologi dalam pembelajaran menjadi kunci untuk mempersiapkan masyarakat menghadapi perubahan masa depan. Penggunaan teknologi dalam pendidikan dapat meningkatkan aksesibilitas, memperluas jangkauan pembelajaran, dan membekali individu dengan keterampilan yang relevan dengan tuntutan zaman.

    3. Pengembangan Kurikulum yang Relevan

    Kurikulum pendidikan harus senantiasa diperbarui agar relevan dengan kebutuhan masa depan. Penekanan pada keterampilan abad ke-21 seperti keterampilan berpikir kritis, kreativitas, komunikasi, dan kerja sama menjadi sangat penting dalam menyelaraskan pendidikan dengan tuntutan dunia kerja yang terus berubah.

    4. Pelibatan Komunitas dalam Proses Pendidikan

    Pendidikan tidak hanya terjadi di dalam kelas, tetapi juga melalui keterlibatan komunitas. Kolaborasi antara lembaga pendidikan, keluarga, komunitas lokal, dan sektor bisnis dapat menciptakan ekosistem pendidikan yang holistik, mempersiapkan generasi masa depan dengan lebih baik.

    5. Penekanan pada Pendidikan Inklusif

    Setiap individu memiliki potensi yang berbeda-beda. Pendidikan inklusif menekankan pentingnya mengakomodasi keberagaman dalam gaya belajar, kebutuhan, dan potensi setiap siswa. Dengan pendekatan ini, setiap individu dapat diberikan kesempatan yang sama untuk tumbuh dan berkembang.

    Mempersiapkan pendidikan masyarakat untuk masa depan adalah investasi jangka panjang yang membutuhkan kolaborasi dari berbagai pihak. Dengan memastikan akses yang merata, integrasi teknologi, kurikulum yang relevan, keterlibatan komunitas, dan pendekatan inklusif, kita dapat menciptakan fondasi pendidikan yang kokoh bagi masa depan yang lebih cerah.

    Terkadang, langkah kecil dapat menghasilkan perubahan besar. Mari bersama-sama membangun pendidikan yang mencerahkan masa depan kita!

    A. Sejarah Perkembangan Program Studi Pendidikan Masyarakat

    Pada tanggal 21 September 1956 dalam institusi pendidikan PTPG, Ilmu pendidikan masyarakat hadir untuk memberikan sebuah ilmu baru bagi mahasiswa yang sangat antusias dalam mengkaji mengenai kehidupan dan fenomena yang terjadi di masyarakat. Kemudian pada tanggal 19 Mei 1960 melalui institusi pendidikan yang berbeda yaitu di perguruan tinggi UNPAD, ilmu pendidikan masyarakat berganti nama menjadi ilmu pendidikan dan pekerjaan kemasyarakatan yang terbagi menjadi 4 konsentrasi jurusan yaitu; pendidikan masyarakat, pekerjaan sosial, pembangunan masyarakat desa, dan guru pedesaan.

    Pada tanggal 26 Juni 1964 berganti nama menjadi jurusan pendidikan sosial, lalu pada tanggal 2 Juni 1970 berganti nama menjadi ilmu pendidikan dan pengembangan sosial. Selanjutnya, pada tanggal 10 September 1983 di perguruan tinggi IKIP lahirlah jurusan pendidikan luar sekolah atau sering disingkat dengan nama PLS, sampai IKIP berganti nama menjadi UPI pun masih dengan nama jurusan yang sama yaitu PLS. Barulah pada tanggal 5 September 2017 berganti nama kembali dengan nama jurusan pendidikan masyarakat yang selalu disingkat dengan nama PENMAS.

    Salah satu fokus strategi yang harus dilakukan oleh jurusan pendidikan masyarakat adalah bagaimana seluruh stakeholder dari pendidikan masyarakat dapat lebih banyak berkiprah di tengah masyarakat dalam menyelesaikan persoalan-persoalan masyarakat. Salah satu cara dalam meningkatkan kekuatan masyarakat adalah hanya dengan ikut berkontribusi dalam merubah cara berpikir masyarakat dalam membangun sebuah peradaban. Proses pendidikan masyarakat memang seharusnya dapat menjangkau masyarakat lebih jauh dengan kajian penuh di lapangan. Bukan sekedar pengetahuan di dalam kelas saja, tetapi bagiamana seluruh penggiat pendidikan masyarakat bisa memiliki peran yang sangat aktif dan mentransfer ilmu mereka dalam kegiatan-kegiatan di masyarakat.

    B. Kelahiran Jurusan dan Kelahiran Lembaga Pemerintah

    • Pada tahun 1945-1975 Jawatan Pendidikan Masyarakat:  Pada tahun 1956 lahir Pusat Latihan Pendidikan Masyarakat (PLPM). Pada tahun 1960 untuk membina PLPM maka pemerintah melahirkan PLNPM (Pusat Latihan Nasional Pendidikan Masyarakat).
    • Pada tahun 1979 untuk menguatkan layanan pendidikan dan pembelajaran paket A dan pelatihan fungsional terkait peningkatan pendapatan, maka arah dan perluasan pelaksanaan program dalam Direktorat berubah nama menjadi Direktorat Jenderal Pendidikan Luar Sekolah dan Olahraga (Ditjen PLSOR) dari DITJORA.
    • Pada tahun 1980-2001, Direktorat Jenderal Pendidikan Luar Sekolah Pemuda dan Olahraga (DIKLUSPORA).
    • Pada tahun 2001-2005, Direktorat Jenderal Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda.
    • Pada tahun 2005-2007, Direktorat Jenderal Pendidikan Luar Sekolah.
    • Pada tahun 2007-2012, Direktorat Jenderal Pendidikan Non-Formal dan Informal.
    • Pada tahun 2012-2015, Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini dan Non-Formal Informal.
    • Pada tahun 2015-2020, Direktorat Jenderal PAUD dan DIKMAS (Pendidikan Masyarakat).
    • Pada tahun 2020, Direktorat Jenderal Pendidikan Masyarakat dan Pendidikan Khusus.

    Beberapa Istilah Pendidikan Masyarakat dalam Bahasa Inggris

    Community Education, Mass Education, Nonformal Education, Extension Education, Continuing Education, Lifelong Education, Adult Education, Out of-School Education. Pada prinsipnya pertimbangan penamaan istilah pendidikan masyarakat dilakukan dengan  melihat beberapa faktor diantaranya; karakteristik program, lingkup permasalahan yang ditanggulangi, peranan dan fungsi yang diemban, wewenang dan kebijakan, serta jangkauan sasaran yang akan dicapai.

    Sedangkan untuk penentuan nama program studi dapat dilihat dari berbagai faktor sebagai berikut:

    • Penamaan program studi sesuai dengan rumpun ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah diakui oleh masyarakat ilmiah yang relevan dan asosiasi atau organisasi profesi yang kredibel.
    • Penamaan program studi menggunakan kaidah bahasa Indonesia yang benar.
    • Penamaan program studi dilengkapi dengan istilah bahasa Inggris yang benar.
      Ada padanannya di perguruan tinggi luar negeri yang memiliki kredibilitas baik.
      D. Strategi  Dasar Pendidikan Masyarakat

    Pendekatan kemanusiaan; masyarakat dipandang sebagai subjek pembangunan, masyarakat diakui memiliki potensi untuk berkembang dan mampu membangun dirinya. Pendekatan partisipatif; masyarakat, lembaga-lembaga terkait, dan komunitas dilibatkan dalam peneglolaan dan pelaksanaan pendidikan dalam pembangunan masyarakat. Pendekatan kolaboratif; perlu adanya pihak lain dan terkoordinasi serta sinergi dalam membangun masyarakat. Pendekatan berkelanjutan;  pendidikan dalam prosesnya dilakukan  secara berkesinambungan. Pendekatan budaya; penghargaan budaya dan kebiasaan, adat istiadat yang tumbuh di tengah-tengah masyarakat adalah hal yang perlu diperhatikan.

  • Pelatihan Penerapan Model Pembelajaran Berdiferensiasi pada Tutor Mata Pelajaran Bahasa Indonesia di Satuan Pendidikan Nonformal Kabupaten Karawang

    Pelatihan Penerapan Model Pembelajaran Berdiferensiasi pada Tutor Mata Pelajaran Bahasa Indonesia di Satuan Pendidikan Nonformal Kabupaten Karawang

    Pelatihan Penerapan Model Pembelajaran Berdiferensiasi pada Tutor Mata Pelajaran Bahasa Indonesia di Satuan Pendidikan Nonformal Kabupaten Karawang

    Permasalahan prioritas mitra tentang 1) Pemahaman tutor pendidikan kesetaraan terkait model pembelajaran berdiferensiasi sebagai implikasi dari diberlakukannya kurikulum merdeka rendah, 2) Pengembangan model pembelajaran berdiferensiasi khusus bagi program pendidikan nonformal belum ada, 3) Tutor pendidikan kesetaraan belum mengerti cara menyusun perangkat pembelajaran model pembelajaran berdiferensiasi, dan 4) Teknis penerapan model pembelajaran pembelajaran berdiferensiasi belum dikuasai. Oleh karenanya dosen pendidikan masyarakat unsika memberikan solusi yang ditawarkan ialah melakukan pelatihan dan pendampingan model pembelajaran pembelajaran berdiferensiasi. Tujuan dilaksanakannya model pembelajaran berdiferensiasi ini adalah untuk menciptakan pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik atau keunikan peserta didik (kesiapan, minat, dan gaya belajar) sehingga peserta didik berkembang sesuai potensi bakat dan minatnya. Model pembelajaran berdiferensiasi juga dapat memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk memaksimalkan potensi yang dia miliki. Ruang lingkup pelatihan penerapan model pembelajaran berdiferensiasi ini adalah agar guru pendidikan kesetaraan di satuan pendidikan nonformal memiliki kekhasan dalam proses pembelajaran terutama dalam mengakomodasi perbedaan karakteristik peserta didik. Perbedaan baik gaya belajar, kesiapan, maupun minat serta yang memodifikasi isi pelajaran (konten), proses pembelajaran, produk atau hasil dari pembelajaran, dan lingkungan belajar dimana peserta didik belajar.

    Pelatihan Penerapan Model Pembelajaran Berdiferensiasi pada Tutor Mata Pelajaran Bahasa Indonesia di Satuan Pendidikan Nonformal Kabupaten Karawang
    Fokus pengabdian dalam PkM ini adalah melatih guru dalam melakukan penerapan model pembelajaran berdiferensiasi meliputi tahap-tahap:

    1. Tahap Awal: a) memberikan pemahaman yang mendalam kepada para guru tentang kurikulum dan dasar-dasar pembelajaran berdiferensiasi. b) memberikan penjelasan terhadap perubahan pola pikir guru dari pembelajaran yang berorientasi pada target capaian nilai akhir dan ketuntasan konten belajar, menuju ke pembelajaran yang lebih berorientasi pada peserta didik. c) mempersiapkan guru untuk mampu menjalani berbagai peran antara lain perancang pembelajaran, fasilitator, serta motivator.
    2. Tahap Pelaksanaan: Melatih para guru untuk mengimplementasikan pelaksanaan pembelajaran berdiferensiasi dimulai dari a) asesmen diagnostik, b) analisis kurikulum, dan c) penentuan jenis diferensiasi proses, konten, dan produk.
    3. Tahap Evaluasi: Melatih para guru dalam penerapan proses evaluasi pada model pembelajaran berdiferensiasi.Sampai sejauh mana peserta didik telah berkembang. Asesmen dalam pembelajaran diferensiasi tidak lagi hanya di akhir term atau semester atau tahun, tapi merupakan hal rutin yang terjadi dalam seluruh proses pembelajaran, dari awal maupun akhir.

    Dampak manfaat yang diperoleh dari pengabdian yang dilaksankan adalah Tutor/ guru mata pelajaran bahasa indonesia pendidikan kesetaraan di satuan penyelenggara pendidikan nonformal Kabupaten Karawang memiliki kemampuan dan keterampilan memfasilitasi perbedaan/ keberagaman karakteristik setiap individu siswa di kelas dari tingkat kesiapan, ketertarikan dan gaya belajar sehingga berdampak adanya peningkatan terhadap pemahamaan, motivasi dalam belajar, dan juga interaksi antarpeserta didik di kelas. Dengan indikator capaian: (a) Tutor/ guru mata pelajaran bahasa indonesia pendidikan kesetaraan di satuan PNF Kabupaten Karawang mampu dan terampil mengaplikasikan model pembelajaran berdiferensiasi, dan (b) Tutor/ guru mata pelajaran bahasa indonesia pendidikan kesetaraan di satuan PNF Kabupaten Karawang mampu membuat RPS/ perangkat pembelajaran berdiferensiasi.

  • OPINI EVALUASI PROGRAM PLS DESA VOKASI DI BIDANG LEMBAGA KURSUS DAN PELATIHAN

    OPINI EVALUASI PROGRAM PLS DESA VOKASI DI BIDANG LEMBAGA KURSUS DAN PELATIHAN

    Pengertian Desa Vokasi

    Desa vokasi adalah kawasan pedesaan yang menjadi sentra penyelenggaraan pelatihan berbagai kecakapan vokasional dan pengelolaan unit-unit usaha, produksi atau jasa, berdasarkan keunggulan lokal dalam dimensi sosial, budaya, dan lingkungan. Artinya, desa vokasi merupakan kawasan pedesaan yang mengembangkan berbagai layanan pendidikan keterampilan atau vokasi dan kelompok-kelompok usaha untuk menghasilkan sumber daya manusia yang mampu menciptakan produk atau jasa atau karya lain yang bernilai ekonomi tinggi, bersifat unik dengan menggali dan mengembangkan potensi desa yang memiliki keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif berbasis kearifan lokal.

    Salah satu program desa vokasi yaitu kursu/kelembagan yang ada di Indralaya, kelembagaan bina remaja yang dimana terdapat pelatihan yang dapat di ikuti remaja remaja yang terlantar atau putus sekolah. Dengan Sasaran dari desa vokasi adalah masyarakat usia produktif, sehingga nantinya menjadi sumber daya yang terampil, mandiri dan mampu berwirausaha. Lembaga pemerintah yang terkait dengan program desa vokasi adalah dinas pendidikan.

    Deskripri Program

    Panti Sosial Rehabilitasi Anak Membunuhkan Perlindungan Khusus Indralaya merupakan Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Dinas Sosial Provinsi Sumatera Selatan yang melaksanakan tugas membina anak putus sekolah dan anak terlantar melalui bimbingan fisik, mental, sosial dan pelatihan keterampilan.

    Untuk penerimaan di panti sosial ini di lakukan setiap akhir tahun dengan mengirimka surat ke 17 Kabupaten Kota sehinga banyak yang mendaftar, berhubung kuota di panti sosial ini hanya 25 peserta saja jadi panti ini berkolaborasi dengan panti yang ada di kabupaten kota seperti Muba 30 Peserta, Linggau 30 peserta, dan Kayu Agung 20 Peserta.

    OPINI EVALUASI PROGRAM PLS DESA VOKASI DI BIDANG LEMBAGA KURSUS DAN PELATIHAN

    Sasaran Garapan

    Sasaran Program ini yaitu yatim piatu, anak korban bencana alam, anak terisoasi/ anak adat komunitas terpencil, anak terlantar, remaja yang putus sekolah, dan anak yang dipandang aktif dalam kegiatan masyarakat tetapi tidak mempunyai keterampilan kerja. Adapun syarat yang harus di penuhi seperti ktp, ijazah Bagi remaja yang putus sekolah, dan kk dengan masa pelatihan 5 sampai 10 bulan.

    Bentuk Pelayanan dan Program

    1. Bentuk Pelayanan Bentuk pelayanannya berupa tersedianya asrama bagi siswa putra dan putri dan pelayanan makan dan minuman untuk siswa yang berada di Panti Sosial Rehabilitas Anak Membutuhkan Perlindungan Khusus.
    2. Program program yang diberikan berbentuk pendidikan keterampilan dan pendidikan mentar/bimbingan sosial. Jadwal kegiatan yang ada di panti sosial ini 24 jam karena para peserta pelatihan memiliki asrama putra dan putri. Kegiatan pagi nya itu pendidikan keterampilan yang memiliki 3 jenis yang pertama montir motor, kedua menjahit, dan yang ketiga tata rias/ salon. Untuk kegiatan siang nya ada pendidikan mental/ bimbingan sosial seperti, etika budi pekerti, fikih agama islam, kepemimpinan, hubungan antar manusia, motivasi pengembangan diri serta kreatifitas, kesenian dan olahraga.

    MODEL EVALUASI YANG DI GUNAKAN MODEL CIPP

    Model evaluasi yang cocok afalah model CIPP ada 4 evaluasi dalam model CIPP yaitu :

    1. Evaluasi konteks mengetahui program apa saja yang ada di lembaga dan mengetahui siapa saja yang bisa mengikuti kegiatan di lembaga.
    2. Evaluasi input memberikan informasi mengenai lembaga kursus/pelatihan keterampilan dan memberikan pengetahuan tentang manfaat yang di dapat pada saat mengikuti pelatihan
    3. Evaluasi proses pelatihan dikendalikan oleh pemilik keahlian yang diajarkan atau ahli yang membantu mengembangkan keterampilan melalui pengalaman terstruktur Dale.
    4. Evaluasi produk meningkatkan kemauan dan kemampuan para remaja putus sekolah agar dapat melaksanakan fungsi sosial secara wajar dalam kehidupan dan penghidupan ditengah masyarakat.

    Kesimpulan

    Desa vokasi merupakan kawasan pedesaan yang mengembangkan berbagai layanan pendidikan keterampilan atau vokasi dan kelompok-kelompok usaha untuk menghasilkan sumber daya manusia yang mampu menciptakan produk atau jasa atau karya lain yang bernilai ekonomi tinggi, bersifat unik dengan menggali dan mengembangkan potensi desa yang memiliki keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif berbasis kearifan lokal. Salah satu program desa vokasi yaitu kursus/kelembagan yang ada di Indralaya, kelembagaan bina remaja yang dimana terdapat pelatihan yang dapat di ikuti remaja remaja yang terlantar atau putus sekolah. Dengan Sasaran dari desa vokasi adalah masyarakat usia produktif, sehingga nantinya menjadi sumber daya yang terampil, mandiri dan mampu berwirausaha.

    Sumber :

    Malahayati. 2019. Desa Vokasi Potret Pemberdayaan Perempuan di Aceh Utara. Bandar Publishing

    Kaswan. 2016. Pelatihan dan Pengembangan untuk Meningkatkan SDM. Bandung: Alfabeta

    Fauzi, Erwin Rifal dan Novi Widiastuti. 2018. Peran Lembaga Kurusu Dan Pelatihan Menjahit Dalam Memperkuat Manajemen Pemberdayaan Masyarakat Di Desa Padalarang. Jurnal COMM-EDU

    Nama : Rohaya

    Program Studi : Pendidikan Masyarakat Mata Kuliah : Evaluasi Program PLS

    Dosen Pengampu: 1. Evy Ratna Kartika Waty, M.Pd, Ph.D 2. Mega Nurizalia, S.Pd, M.Pd

  • MENGHINDARI MISKOMUNIKASI DALAM ORGANISASI PERGAULAN SEHAT BAGI PEREMPUAN

    MENGHINDARI MISKOMUNIKASI DALAM ORGANISASI PERGAULAN SEHAT BAGI PEREMPUAN

    Evaluasi program pendidikan merupakan proses deskripsi, pengumpulan data dan penyampaian informasi kepada pengambil keputusan yang akan dipakai untuk pertimbangan apakah program perlu diperbaiki, dihentikan atau dilanjutkan.

    Evaluasi untuk melihat kembali apakah program tersebut dilaksanakan sesuai dengan perencanaan dan sesuai dengan tujuannya. Berdasarkan informasi hasil evaluasi, dapat dibandingkan apakah suatu program sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya.

    Interaksi dan komunikasi, merupakan ungkapan yang kemudian dapat menggambarkan cara serta komunikasi tersebut. Secara umum, interaksi merupakan kegiatan yang memungkinkan terjadinya sebuah hubungan antara seseorang dan orang lain, yang kemudian diaktualisasikan melalui praktek komunikasi.

    Komunikasi merupakan elemen penting dalam organisasi. Karena tanpa adanya komunikasi segala sesuatunya pasti tidak akan berjalan baik. Kemungkinan besar akan terjadi Miss Komunikasi dengan rekan kerja atau atasan yang dampaknya cukup besar bagi individu maupun organisasi.

    Miskomunikasi adalah salah paham yang kerap terjadi saat kita melakukan interaksi atau komunikasi dengan lawan bicara. Kesalahpahaman dapat diindikasikan dari datangnya respon yang tidak sesuai dengan maksud pembicara.

    Setiap manusia sudah pasti akan melakukan kegiatan komunikasi dalam kehidupan sehari hari, termasuk ketika berorganisasi. Bahkan komunikasi menjadi hal penting dalam interaksi orang orang yang ada di suatu perusahaan atau organisasi. Komunikasi efektif bukan hanya sekedar berbicara antara satu orang dengan orang lainnya. Lebih dari itu, komunikasi ini menjadi proses pertukaran pemikiran, informasi, pengetahuan, dan ide.

    MENGHINDARI MISKOMUNIKASI DALAM ORGANISASI PERGAULAN SEHAT BAGI PEREMPUAN
    MENGHINDARI MISKOMUNIKASI DALAM ORGANISASI PERGAULAN SEHAT BAGI PEREMPUAN

    Jadi komunikasi disajikan dengan cara yang paling dipahami oleh penerima sehingga tujuan dapat terpenuhi sebaik mungkin. Itulah kenapa komunikasi efektif sangat penting bagi organisasi manapun. Sebab dapat membantu dalam pengembangan produk, manajemen karyawan, hingga hubungan pelanggan. Bahkan komunikasi yang efektif bisa membantu pada hampir setiap aspek operasi bisnis perusahaan.

    Dengan komunikasi yang baik dan efektif, tujuan akan lebih mungkin tercapai. Berikut cara membangun komunikasi yang efektif dalam organisasi. Agar tidak terjadinya miskomunikasi bagi sesama perempuan maka ada beberapa cara yang efektif untuk menciptakan komunikasi yang sehat, yaitu;

    1. Lakukan Komunikasi Langsung

    Perkembangan teknologi yang begitu pesat memang dapat memudahkan manusia dalam berkomunikasi. Lantaran sudah ada banyak media online yang bisa dimanfaatkan, untuk menghubungkan antara orang satu dengan orang lainnya tanpa perlu bertemu secara langsung.

    Sehingga teknologi seperti itu tentunya sangat memudahkan masyarakat dalam bekerja. Akan tetapi, untuk menciptakan komunikasi yang efektif Anda tetap perlu melakukan komunikasi langsung atau secara tatap muka. Jika memang bisa bertemu secara face to face, maka lebih baik komunikasi dilakukan dengan cara tersebut untuk meminimalisir risiko salah paham. Jika ada yang tidak dimengerti pun akan lebih mudah menanyakannya secara langsung.

    2. Siap Menjadi Pendengar

    Cara membangun komunikasi yang efektif dalam organisasi yaitu dengan siap menjadi pendengar. Karena dengan begitu Anda akan lebih mudah memahami perspektif orang lain. Baik Anda berada pada jabatan pemimpin maupun karyawan biasa, fokus mendengarkan dan menjadi pendengar aktif adalah hal yang perlu diadopsi.

    3. Berikan Umpan Balik

    Setelah menjadi pendengar yang baik, jangan lupa untuk memberikan umpan balik. Khususnya jika Anda adalah pemimpin organisasi atau mendapat tugas untuk memimpin sebuah tim. Sebab anggota Anda tidak akan mengetahui mengenai kinerja yang telah mereka lakukan tanpa adanya umpan balik. Sehingga mereka pun akan berjalan tanpa arah.

    4. Menghargai Pendapat yang Berbeda

    Setiap insan manusia adalah pribadi yang unik dengan karakter berbeda beda. Sehingga cara membangun komunikasi yang efektif dalam organisasi adalah dengan menghargai pendapat lawan bicara. Pasalnya pendapat Anda ada kalanya akan berbeda dengan orang lain, dan ini adalah hal yang lumrah. Yang penting adalah bagaimana agar perbedaan ini tidak sampai menimbulkan konflik atau perselisihan.

    5. Bersikap Friendly

    Siapa yang tidak suka jika mendapat sikap ramah dan bersahabat dari orang lain? Tentu siapapun menyukainya, sehingga Anda perlu mengadopsi sikap tersebut untuk menciptakan komunikasi yang efektif. Friendly di sini bukan berarti sok kenal dan sok dekat dengan siapa saja, tapi lebih ke bersikap positif pada siapapun baik itu rekan kerja, atasan, maupun bawahan.

    6. Selalu Update untuk Menyesuaikan Diri

    Untuk menciptakan komunikasi yang berjalan lancar, jangan lupa untuk selalu update dengan informasi – informasi baru yang muncul di organisasi. Dengan begitu nantinya Anda pun bisa lebih cepat menyesuaikan diri. Karena jika tidak update, Anda mungkin bisa terlambat merespon dan mempengaruhi kinerja.

    7. Komunikasi dengan Jelas

    Agar orang yang mendengar Anda tidak mendapat informasi multi tafsir, pastikan Anda menyampaikan pesan dengan sejelas mungkin. Gunakan kata – kata yang mudah dipahami oleh orang lain. Pakailah kalimat yang ringkas dan tidak bertele – tele sehingga pesan yang ingin disampaikan dapat ditangkap dengan baik.

    8. Buat Komunikasi yang Terbuka / Open Minded

    Open minded adalah kunci dari cara membangun komunikasi yang efektif dalam organisasi. Dengan begitu Anda bisa memahami semua feedback yang muncul dan mengetahui apa yang harus dilakukan selanjutnya. Pasalnya tidak semua feedback yang Anda terima dari komunikasi dengan orang lain akan berakhir menyenangkan. Terkadang ada pula yang tidak sesuai harapan.

    Organisasi tentunya menghadirkan banyak manfaat. Bisa dibilang bahwa komunikasi yang baik adalah kunci untuk mencapai kesuksesan jangka panjang. Adapun beberapa manfaat yang akan diberikan antara lain meningkatkan produktivitas organisasi, membentuk suasana kerja yang profesional dan kondusif, membantu mengembangkan potensi yang ada pada setiap diri karyawan, serta mengatasi dan menghindari konflik. Itulah kenapa cara membangun komunikasi yang efektif dalam organisasi penting untuk diperhatikan.

    Demikian cara menciptakan komunikasi efektif dalam suatu organisasi. Adanya komunikasi yang efektif ini akan menghadirkan banyak manfaat baik bagi karyawan maupun perusahaan itu sendiri. Menerapkannya mungkin tidak semudah yang terlihat, namun jangan pernah berhenti belajar dan meningkatkan kapasitas diri.

    Tulisan ini dibuat oleh

    Nama : Jeli Yana

    Dosen Pengampuh : Evy Ratna Kartika Waty, M.Pd, Ph.D dan Mega Nurizalia, S.Pd, M.Pd

    Mahasiswa Jurusan Pendidikan Masyarakat Universitas Sriwijaya

  • MENCIPTAKAN PENDIDIKAN ANAK USIA DINI DENGAN PEMBELAJARAN YANG EFEKTIF

    MENCIPTAKAN PENDIDIKAN ANAK USIA DINI DENGAN PEMBELAJARAN YANG EFEKTIF

    Para sosiolog mendefinisikan patologi sosial sebagai suatu tingkah laku yang bertentangan dengan norma kebaikan, stabilitas lokal, pola kesederhanaan, moral, hak milik, solidaritas kekeluargaan, hidup rukun bertetangga, disiplin, kebaikan dan hukum formal (Kartino, 1988).

    Pendidikan adalah pembelajaran pengetahuan, keterampilan, dan kebiasaan sekelompok orang yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui pengajaran, pelatihan, atau penelitian. Pendidikan sering terjadi di bawah bimbingan orang lain, tetapi juga memungkinkan secara otodidak. Tujuan pendidikan di Indonesia harus dipahami oleh seluruh lapisan masyarakat.

    MENCIPTAKAN PENDIDIKAN ANAK USIA DINI DENGAN PEMBELAJARAN YANG EFEKTIF
    MENCIPTAKAN PENDIDIKAN ANAK USIA DINI DENGAN PEMBELAJARAN YANG EFEKTIF

    Pendidikan merupakan sistem belajar mengajar yang bertujuan untuk mensosialisasikan individu dan memaksimalkan perkembangannya. Pendidikan sangat penting dalam kelangsungan hidup individu. Tujuan pendidikan menurut UU No. 2 Tahun 1985 adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia yang seutuhnya, yaitu bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, memiliki pengetahuan, sehat jasmani dan rohani, memiliki budi pekerti luhur, mandiri, kepribadian yang mantap, dan bertanggung jawab.

    Pendidikan anak usia dini, atau biasa disingkat PAUD, adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Pendidikan anak usia dini diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar.

    Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, nonformal, dan/atau informal. PAUD jalur pendidikan formal berbentuk taman kanak-kanak (TK), raudatul atfal (RA), atau bentuk lain yang sederajat. Sementara itu, PAUD jalur pendidikan nonformal berbentuk kelompok bermain (KB), taman penitipan anak (TPA), atau bentuk lain yang sederajat.

    Pengelolaan dan penyelenggaraan PAUD harus mengacu pada Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan Anak Usia Dini (STPPA). STPPA adalah kriteria tentang kemampuan yang dicapai anak pada seluruh aspek perkembangan dan pertumbuhan.

    Pendidikan anak usia dini alam Indralaya berfungsi membina, menumbuhkan, dan mengembangkan seluruh potensi anak usia dini secara optimal sehingga terbentuk perilaku dan kemampuan dasar sesuai dengan tahap perkembangannya agar memiliki kesiapan untuk memasuki pendidikan selanjutnya.

    Pendidikan anak usia dini alam Indralaya bertujuan: membangun landasan bagi berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berkepribadian luhur, sehat, berilmu, cakap, kritis, kreatif, inovatif, mandiri, percaya diri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab; dan mengembangkan potensi kecerdasan spiritual, intelektual, emosional, kinestetis, dan sosial peserta didik pada masa emas pertumbuhannya dalam lingkungan bermain yang edukatif dan menyenangkan.

    Struktur PAUD ALAM dengan masing-masing organisasi yang posisinya akan melakukan tugas pokok dan sendiri-sendiri. Dan yang perlu diingat bahwa contoh struktur organisasi PAUD adalah yang paling umum, ayah bunda dapat memodifikasinya menjadi lebih komplek sesuai kebutuhan lembaga bunda semua.

    MENCIPTAKAN PENDIDIKAN ANAK USIA DINI DENGAN PEMBELAJARAN YANG EFEKTIF
    MENCIPTAKAN PENDIDIKAN ANAK USIA DINI DENGAN PEMBELAJARAN YANG EFEKTIF

    Untuk menciptakan proses pembelajaran yang efektif.Hal tersebut dilakukan dengan:

    1. Menciptakan lingkungan belajar yang kondusif,
    2. Melakukan sedemikian rupa pada waktu untuk melakukan aktivitas bagi anak ini dilakukan dengan pertimbangan fleksibelitas dan mengacu pada karakteristik anak,
    3. Pengaturan Ruang Kelas, dengan cara mengatur ruang kelas, posisi duduk, pengaturan perabot dan alat permainan, serta membagi ruangan.
    4. Lingkungan fisik yang mendukung seperti: Hasil pekerjaan anak-anak dipajang, tumbuhan hijau yang sehat di seluruh ruangan, poster berwarna-warni di dinding, dan gorden baru di jendela, Ruangan diatur dalam area aktivitas yang berbeda, terdengar senandung berbicara dan tertawa, tetapi tidak ada teriakan, anak-anak sedang mengerjakan beberapa aktivitas yang diatur oleh para guru, materi disimpan di atas rak terbuka yang rendah, dan anak-anak dapat menjangkaunya dengan mudah.

    Kepopuleran dengan mengetahui betapa pentingnya ketrampilan bagi kelompoknya, anak yang populer atau yang ingin diterima oleh kelompok sebayanya akan lebih termotivasi untuk mempelajari keterampilan ketimbang anak yang kurang populer atau yang lebih menyukai kegiatan menyendiri.

    Keterampilan juga berubah-ubah-sesuai dengan kepribadian anak. Sebagai contoh, anak yang menderita perasaan tidak mampu. Mereka seringkali mendukung konsep diri mereka sendiri dengan jalan mempelajari keterampilan motorik yang dipandang baik oleh kelompok sebaya mereka. Hal ini misalnya berenang. Usia juga merupakan faktor dalam keterampilan motorik. Semakin bertambah usia anak, semakin terampil, semakin besar variasi keterampilan, dan semakin baik kualitasnya.

    Bangun tubuh memainkan peran penting dalam menentukan jumlah dan kualitas keterampilan yang dipelajari anak. Anak yang bertubuh mesomorf memperoleh kesempatan untuk berlatih. Mereka dapat mempelajari keterampilan motorik yang lebih banyak dan dengan kualitas yang lebih baik. Tipe tubuh yang mesomorf mempunyai tenaga dan kekuatan yang lebih besar, sehingga mereka senang dan mudah mempelajari suatu keterampilan.

    Tulisan ini dibuat oleh Nama : Jeli Yana

    Dosen Pengampuh : Evy Ratna Kartika Waty, M.Pd, Ph.D dan Mega Nurizalia, S.Pd, M.Pd Mahasiswa Jurusan Pendidikan Masyarakat Universitas Sriwijaya

  • Opini evaluasi program sosialisasi “Cegah Kekerasan dan Pelecehan dengan Sosialisasi Perlindungan Perempuan”

    Opini evaluasi program sosialisasi “Cegah Kekerasan dan Pelecehan dengan Sosialisasi Perlindungan Perempuan”

    Evaluasi program merupakan suatu proses. Secara eksplisit evaluasi mengacu pada pencapaian tujuan sedangkan secara implisit evaluasi harus membandingkan apa yang telah dicapai dari program dengan apa yang seharusnya dicapai berdasarkan standar yang telah ditetapkan. Evaluasi program adalah kegiatan yang dimaksudkan untuk mengetahui seberapa tinggi tingkat keberhasilan dari kegiatan yang direncanakan. Dengan kata lain, evaluasi program dimaksudkan untuk melihat pencapaian target program. Untuk menentukan seberapa jauh target program sudah tercapai, yang dijadikan tolak ukur adalah tujuan yang sudah dirumuskan dalam tahap perencanaan kegiatan.

    Penyuluhan adalah bentuk usaha pendidikan non-formal kepada individu atau kelompok masyarakat yang dilakukan secara sistematik, terencana dan terarah dalam usaha perubahan perilaku yang berkelanjutan demi tercapainya peningkatan produksi, pendapatan dan perbaikan kesejahteraan. Penyuluhan merupakan suatu usaha menyebarluaskan hal-hal yang baru agar masyarakat tertarik, berminat dan bersedia untuk melaksanakannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Dalam kehidupan sehari-hari Permasalahan tentang diskriminasi terhadap perempuan memang sudah menjadi fenomena di masyarakat, tidak hanya itu budaya partiarki masih mengakar kuat dalam tradisi di kehidupan sehari-hari. Perempuan cenderung dianggap lebih rendah dari pada laki-laki, hal itu menyebabkan rentan terjadinya tindakan kekerasan terhadap perempuan. Sedangkan kekerasan merupakan segala bentuk perbuatan yang menimbulkan luka baik secara fisik maupun secara psikologis. Ada banyak bentuk kekerasan yang kerap terjadi menimpa kaum perempuan. Di antaranya yaitu kekerasan fisik, psikis, seksual, serta ekonomi. Kasusnya pun banyak meliputi kekerasan terhadap anak, kekerasan dalam pacaran, pemerkosaan, kekerasan terhadap istri, pelecehan seksual hingga perdagangan perempuan dan anak. Pada tahun 2014 sebanyak 664 formulir, dengan tingkat respon pengembalian mencapai 30%, yaitu 232 formulir. Sementara di tahun 2015 Komnas perempuan mengirimkan 780 lembar formulir kepada lembaga mitra Komnas Perempuan di seluruh Indonesia. Tercatat jumlah kasus KTP 2015 sebesar 321.752 dimana sebagian besar bersumber dari data kasus atau perkara yang ditangani oleh PA.

    Hal ini menyebabkan kami selaku mahasiswa-mahasiswi Pendidikan masyarakat ingin melakukan sosialisasi dan memberikan pengetahuan tentang seksual dan kekerasan pada anak SMA dan memperdalam pengetahuan seksualitas anak SMA melalui pengenalan cegah kekerasan melalui sosialisasi perlindungan perempuan yang bertema “Cegah Kekerasan dan Pelecehan dengan Sosialisasi Perlindungan Perempuan”. Penyuluhan telah dilaksanakan pada hari Kamis, 9 Maret 2023 dari sekelompok Mahasiswa Program Studi Pendidikan Masyarakat, Universitas Sriwijaya yang dihadiri oleh bapak dan ibu guru serta siswi kelas 11 SMA Negeri 1 Tanjung Batu. Adapun tujuan dari kegiatan ini yakni menambah pengetahuan serta wawasan mengenai apa yang dimaksud dengan pelecehan seksual, bentuk-bentuk dari pelecehan seksual, dan cara mencegah terjadinya pelecehan seksual. Dengan diadakannya sosialisasi ini juga diharapkan menambah keberanian siswa untuk melaporkan kepada pihak-pihak yang berwajib jika terjadi pelecehan seksual karena hal ini merupakan perbuatan atau tingkah laku yang menyimpang dari norma-norma atau kaidah kesopanan (tindakan yang melanggar asusila).

    Metode sosialisasi yang dilakukan saat sosialisasi adalah ceramah atau pemaparan materi yang menggunakan media pembelajaran power point dan dipaparkan oleh mahasiswi pendidikan masyarakat yaitu Intan Carroline dan Sekar Nadya bertema tentang difinisi kekerasan dan pelcehan pada perempuan, dampak yang dialami korban jika mengalami kekerasan dan pelecehan, memberikan tips mencegah dan meindungi diri dari kekerasan dan pelecehan.

    Untuk mengetahui evaluasi program yang di gunakan, disini menggunakan Model Evaluasi penyuluhan,adapun tahapan model evaluasi penyuluhan yaitu

    1. Observasi

    Melakukan pengamatan secara langsung terhadap lingkungan SMA 01 tanjung batu Ogan ilir dengan melakukan sesi tanya jawab langsung kepada beberapa siswi untuk mengukur seberapa paham mereka mengenai pelcehan dan kekerasan seksual terhadap perempuan

    2. Angket

    Pemberian angket dilakukan dua sesi yaitu pre-test dan post-test.Angket diberikan sebelum pelaksanaan penyuluhan (pre-test) dan setelah selesai kegiatan (post-test). Tes awal untuk melihat sampai mana pengetahuan dan kemampuan awal peserta mengenai kekerasan perempuan, sedangkan tes akhir untuk mengetahui pemahaman dan kemampuan peserta setelah diberi pengetahuan melalui Penyuluhan dan tanya jawab.

    3. Evaluasi

    Pada tahap evaluasi dinyatakan berhasil karena mengalami peningkat pengetahuan jika dilihat dari hasil prest tes dan post tes nya sebanyak 30%.

    Kesimpulan dari sebuah opini ini adalah pelaksanaan sosialisasi dilakukan bertujuan untuk menambah pengetahuan serta wawasan mengenai apa yang dimaksud dengan pelecehan seksual, bentuk-bentuk dari pelecehan seksual, dan cara mencegah terjadinya pelecehan seksual.Adapun model evaluasi yang digunakan adalah menggunakan model evaluasi penyuluhan.

    Penulis : Intan Carroline (06151282126022)

    Demikianlah opini penulis mengenai sosialisasi “Cegah Kekerasan dan Pelecehan dengan Sosialisasi Perlindungan Perempuan”.Di harapkan opini ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan baru kepada pembaca. dan tentunya sebuah opini ini merupakan syarat tugas UTS dari Mata Kuliah Evaluasi Program PLS Prodi Pendidikan Masyarakat Universitas Sriwijaya yang di ampuh oleh ibu dosen Dra Evy Ratna Kartika Waty, M.Pd, Ph.D dan Ibu Mega Nurrizalia, S.Pd.., M.Pd.

    Sumber : (Rizaty Ayu, Monavia ” Ada 25.050 Kasus Kekerasan Perempuan di Indonesia pada 2022” . dataindonesia.id, februari 2023,

  • Opini Patalogi sosial  “Stop bullying di lingkungan sekolah”

    Opini Patalogi sosial “Stop bullying di lingkungan sekolah”

    Patologi adalah ilmu yang membicarakan tentang penyakit atau ilmu tentang penyaki,Ilmu yang membicarakan tentang asal usul dan sifat-sifatnya penyakit. Konsep ini bermula dari pengertian penyakit di bidang ilmu kedokteran dan biologi yang kemudian diberlakukan pula untuk masyarakat, karena dalam pandangan sosiolog masyarakat itu tidak berbeda dengan organisme atau biologi sehingga dalam kehidupan bermasyarakat juga dikenal dengan konsep penyakit. Sedangkan kata sosial adalah tempat atau wadah pergaulan hidup antar manusia yang perwujudannya berupa kelompok manusia atau organisasi yakni individu atau manusia yang saling berinteraksi atau berhubungan secara timbal balik, dalam konsep terbaru hubungan yang dimaksud disini bukan manusia atau manusia dalam arti fisik saja tetapi, dalam arti yang lebih luas yaitu comunity atau masyarakat.

    Patologi sosial adalah ilmu tentang gejala-gejala sosial faktor-faktor sosial atau Ilmu tentang asal usul dan sifat-sifatnya, penyakit yang berhubungan dengan hakekat adanya manusia dalam hidup masyarakat.Patologi sosial ini juga disebut pula sebagai masalah masyarakat, di mana kehadirannya tidak diharapkan. Masalah-masalah sosial ini pada hakikatnya juga merupakan fungsi-fungsi struktural dari totalitas sistem sosial.

    Dalam pergaulan sehari-hari, manusia tidak bisa lepas dari norma dan aturan yang berlaku di masyarakat. Apabila semua anggota masyarakat menaatinya, niscaya kehidupan masyarakat akan tenteram, aman, dan damai. Kenyataannya, sebagian dari anggota masyarakat ada yang melakukan pelanggaran-pelanggaran terhadap norma dan aturan tersebut. Pelanggaran yang sering terjadi di lingkungan masyarakat dan melanggar norma serta aturan ialah bullying.

    Perilaku Bullying merupakan tindakan kekerasan fisik baik secara fisik maupun verbal, dimana pelaku bullying akan mengintimidasi korban dan merendahkan korban agar tidak bisa melawan akibat dari perilaku bullying dapat menghambat dalam mengungkapkan perasaanya, pelaku bullying mencari kesenangan yang tidak bisa didapatkanya dan dilampiaskanya dengan membuat orang lain menderita. Terjadinya bullying disegala konteks ketika manusia melakukan interaksi satu sama lain, seperti dalam keluarga, lingkungan sekolah, rumah maupun tempat bekerja. Bullying berkisar dari yang sederhana dimulai dari perorangan atau yang lebih kompleks yang dilakukan oleh kelompok, misalnya dalam kelompok sosial atau kelas sosial sebab terjadinya ketidakseimbanganya kekuatan sosial dan bahkan antar Negara adanya ketidakseimbangan kekuatan sosial dan bahkan antar negara yang disebabkan ketidakseimbangan kekuatan serta kekuasaan. Bullying lebih kepada rasa superior, sehingga seseorang merasa mempunyai hak untuk menyakiti, menghina atau mengendalikan orang lain yang dianggapnya rendah, lemah, tidak layak dihormati dan tidak berharga. Bullying ialah tindakan intoleransi terhadaap perbedaan dan kebebasan.

    Di zaman modernitas ini, istilah bullying mungkin bukanlah hal yang asing di kalangan masyarakat, tetapi tidak menutup kemungkinan bagi masyarakat awam yang mereka tahu bahwa suatu ketika anaknya pernah diejek oleh sebagian kawannya di sekolah dan mereka beranggapan hal tersebut merupakan perkara yang lumrah, sehingga tidak begitu ditanggapi secara serius.padahal hal tersebut termasuk kategori bullying yang tidak boleh dianggap sepele, hal ini dapat berakibat fatal pada tumbuh kembang anaknya dikemudian hari.Yang paling miris dan menyayat hati adalah tindakan bullying yang masih terjadi di lingkungan sekolah. Padahal seharusnya dunia pendidikan adalah lingkungan yang paling steril dari perbuatan tersebut. Sebab, sekolah merupakan lingkungan pendidikan kedua setelah lingkungan keluarga.Seperti kita ketahui kasus bullying di Indonesia dari Januari-Juli 2023 total 43 orang, yang terdiri dari 41 peserta didik (95,4 persen) dan dua guru (4,6 persen) dan dominasi pelaku pembullyan yaitu peserta didik.

    Di sekolah bukan hanya pendidikan kognitif saja yang ditekankan di sekolah, tetapi juga dilengkapi dengan penanaman nilai afektif dan psikomotorik. Namun, hal tersebut masih marak terjadi di lingkungan sekolah sehingga mampu mempengaruhi psikologis anak. Banyak hal bentuk pembully-an yang terjadi di lingkup sekolah, seperti kekuatan, fisik, status, benda, dan lain-lain.

    Maka dari itu, mengingat akan bahaya dan dampak yang ditimbulkan dari perbuatan bullying dan cyberbullying tersebut, hendaknya sebagai orang tua, guru, maupun masyarakat tidak boleh menganggap enteng dan sepele atas tindak kekerasan dalam bentuk ini. Kita dituntut untuk lebih peka dan peduli terhadap nasib masa depan putra-putri kita di masa yang akan datang. Stop bullying dan cyberbullying sekarang juga. Terdapat banyak cara yang dapat kita lakukan guna mengurangi bullying yang terjadi di masyarakat, salah satunya ialah sosialisasi dan internalisasi.

    Sosialisasi merupakan proses belajar mengajar mengenai nilai, norma, peran, serta hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan sosial. Sedangkan, internalisasi merupakan proses memasukkan nilai dan norma ke dalam diri sehingga terpengaruh dalam kehidupan sosial.

    Kalau bukan dari pihak orang tua dan pendidikan yang merupakan sumber nilai, norma, dan kognitif pertama bagi anak, lalu siapa lagi?

    Kesimpulan dari sebuah opini ini adalah jika orang Orang tua dan sekolah mempunyai peran penting dalam melaksanakan metode ini karena dua pihak yang bertanggungjawab dalam hal pendidikan anak.Orang tua dan pihak-pihak pendidikan perlu menggelar pembinaan tentang bullying anak dalam ruang lingkup pendidikan.Terdapat banyak cara yang dapat kita lakukan guna mengurangi bullying yang terjadi di masyarakat, salah satunya ialah sosialisasi dan internalisasi.

    Penulis : Intan Carroline (06151282126022)

    Demikianlah opini penulis mengenai Patalogi sosial “Stop bullying di lingkungan sekolah” .Di harapkan opini ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan baru kepada pembaca. dan tentunya sebuah opini ini merupakan syarat tugas UTS dari Mata Kuliah Patalogi Sosial Prodi Pendidikan Masyarakat Universitas Sriwijaya yang di ampuh oleh ibu dosen Dra Evy Ratna Kartika Waty, M.Pd, Ph.D dan Ibu Mega Nurrizalia, S.Pd.., M.Pd.

    Sumber : (Ikhsan, Muhammad Zenuri, and Eska Perdana Prasetya. “Sosialisasi Pendidikan Stop Aksi Bullying.” Jurma: Jurnal Program Mahasiswa Kreatif 4.1 (2020): 1-4.)

  • Formasi Jabatan,Instansi, Unit Kerja, Jenis Pengadaan, Kebutuhan Pendidikan Luar Sekolah Pendidikan Non Formal Pendidikan Masyarakat

    Formasi Jabatan,Instansi, Unit Kerja, Jenis Pengadaan, Kebutuhan Pendidikan Luar Sekolah Pendidikan Non Formal Pendidikan Masyarakat

    Formasi Jabatan,Instansi, Unit Kerja, Jenis Pengadaan, Kebutuhan Pendidikan Luar Sekolah Pendidikan Non Formal Pendidikan Masyarakat,

    Pendidikan adalah salah satu aspek penting dalam pembangunan suatu bangsa. Selain pendidikan formal di sekolah, pendidikan luar sekolah, pendidikan non formal, dan pendidikan masyarakat juga memiliki peran yang signifikan dalam membentuk masyarakat yang lebih baik. Dalam konteks ini, kita akan membahas kebutuhan bagi para pegawai yang bekerja di bidang pendidikan luar sekolah, pendidikan non formal, dan pendidikan masyarakat.

    Kebutuhan Pegawai Pendidikan Luar Sekolah

    Pendidikan luar sekolah adalah bentuk pendidikan yang berlangsung di luar lingkungan sekolah formal. Para pegawai yang bekerja di bidang ini perlu memenuhi beberapa kebutuhan penting, antara lain:

    • Keterampilan Pendidikan: Pegawai pendidikan luar sekolah harus memiliki keterampilan khusus dalam merencanakan, mengelola, dan melaksanakan program-program pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat di luar konteks sekolah formal.
    • Pemahaman Terhadap Masyarakat: Memahami karakteristik, kebutuhan, dan budaya masyarakat yang dilayani adalah esensial. Hal ini akan membantu dalam merancang program pendidikan yang relevan dan efektif.
    • Kemampuan Beradaptasi: Dalam konteks pendidikan luar sekolah yang cenderung dinamis, pegawai harus memiliki kemampuan untuk beradaptasi dengan perubahan dan tren baru dalam pendidikan.
    • Kemampuan Komunikasi: Kemampuan berkomunikasi dengan baik adalah kunci untuk membentuk hubungan yang kuat dengan masyarakat dan berkolaborasi dengan pihak-pihak terkait.
    • Keterampilan Teknologi: Dalam era digital seperti sekarang, keterampilan teknologi informasi dan komunikasi sangat penting untuk mendukung pengembangan dan penyampaian program pendidikan luar sekolah.

    Kebutuhan Pegawai Pendidikan Non Formal

    • Pendidikan non formal adalah pendidikan yang tidak mengikuti struktur formal sekolah, tetapi dirancang untuk memenuhi kebutuhan pendidikan tertentu. Berikut adalah kebutuhan pegawai pendidikan non formal:
    • Kreativitas dan Inovasi: Pegawai pendidikan non formal harus memiliki kreativitas untuk merancang program pendidikan yang menarik dan sesuai dengan tujuan pendidikan yang diinginkan.
    • Kemampuan Mengelola Grup: Keterampilan dalam mengelola dan memotivasi kelompok peserta pendidikan sangat penting, mengingat pendidikan non formal sering melibatkan berbagai usia dan latar belakang.
    • Pemahaman Terhadap Kebutuhan Belajar: Memahami kebutuhan pendidikan dan belajar peserta pendidikan non formal adalah kunci dalam menyusun program pendidikan yang efektif dan bermanfaat.
    • Keterampilan Evaluasi: Kemampuan untuk mengevaluasi efektivitas program dan memperbaiki program pendidikan berdasarkan hasil evaluasi adalah penting dalam meningkatkan kualitas pendidikan non formal.
    • Etika dan Kepemimpinan: Mengutamakan etika dalam interaksi dengan peserta pendidikan serta memiliki kemampuan kepemimpinan yang baik dalam mengelola program pendidikan non formal.

    Kebutuhan Pegawai Pendidikan Masyarakat

    • Pendidikan masyarakat adalah upaya membawa perubahan sosial melalui pendidikan, termasuk pengorganisasian masyarakat dan mengidentifikasi masalah serta solusi bersama. Berikut adalah kebutuhan pegawai pendidikan masyarakat:
    • Pemahaman Konteks Sosial dan Budaya: Pegawai harus memahami secara mendalam konteks sosial dan budaya masyarakat yang dilayani untuk mengembangkan program pendidikan yang relevan dan diterima.
    • Kemampuan Kepemimpinan dan Pengelolaan: Kemampuan memimpin dan mengelola tim atau kelompok masyarakat dalam mencapai tujuan pendidikan masyarakat adalah kunci.
    • Keterampilan Komunikasi dan Advokasi: Keterampilan untuk berkomunikasi dengan baik dan menjadi advokat untuk perubahan positif dalam masyarakat sangat penting.
    • Kemampuan Analisis dan Pemecahan Masalah: Kemampuan menganalisis masalah sosial dan mencari solusi pendidikan yang tepat adalah kebutuhan penting bagi pegawai pendidikan masyarakat.
    • Kemampuan Mengembangkan Kemitraan: Mampu membangun kemitraan dengan berbagai pihak termasuk pemerintah, organisasi non-profit, dan komunitas adalah kunci untuk keberhasilan program pendidikan masyarakat.

    Kesimpulannya, para pegawai yang bekerja di bidang pendidikan luar sekolah, pendidikan non formal, dan pendidikan masyarakat perlu memiliki keterampilan dan pengetahuan khusus untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan dari masing-masing bidang tersebut. Hal ini akan membantu dalam mencapai tujuan pendidikan yang lebih luas dan meningkatkan kualitas pendidikan bagi masyarakat secara keseluruhan.

    Formasi Jabatan,Instansi, Unit Kerja, Jenis Pengadaan, Kebutuhan Pendidikan Luar Sekolah Pendidikan Non Formal Pendidikan Masyarakat,
    [ninja_tables id=”36121″]