MENYIKAPI LANGKANYA FORMASI PLS DALAM CPNSD – JAWA TENGAH 2010

Mengingat kembali tulisan yang di tuliskan KK kelas yang tahun ini kembali terulang dan ironisnya bukan langka tapi tidak ada sama sekali,

MENYIKAPI LANGKANYA FORMASI PLS DALAM CPNSD

Oleh : M Abdul Chafidl, S.Pd

Bulan November ini adalah bulan yang dinanti-nanti oleh para sarjana baik yang baru saja lulus maupun yang sekian tahun lulus dan belum diangkat menjadi PNS karena menikmati pengabdian diinstansi pemerintahan atau lebih bangga menjadi Investor akhirat. Sebagian dari mereka menganggap inilah hari raya setelah sekian tahun berpuasa. Pelaksanaan CPNS khususnya di Jawa Tengah dilaksanakan secara serentak dengan tes di masing-masing kota. Sebagian orang masih bisa mengucapkan Alhamdulillah/Puji Tuhan ketika formasi diumumkan, namun sebagian masih menampakkan raut muka yang sewot, sedih, kecewa dan bahkan ada yang sampai menyobek kertas yang dikeluarkan dari BKD itu.

Rasa kecewa itu wajar muncul karena mereka tidak terakomodir dalam formasi CPNSD, seperti teman-teman wiyata bakti (investor akhirat) yang sudah sekian tahun bekerja di instansi pemerintah dan berharap 2008 ini diangkat menjadi PNS sesuai janji awal pemerintah yang terpilih di 2004. dan beberapa teman-teman PLS yang melihat formasi Pamong belajar diambilkan dari bidang studi bukan Pendidikan Luar Sekolah (PLS).

Melihat realita tersebut muncul beberapa pertanyaan, apa yang sebenarnya terjadi pada PLS? apakah Kurikulum yang diberikan kita tidak sesuai dengan kebutuhan lapangan?, apakah pemerintah tidak paham atau tidak tau keberadaan Jurusan PLS?, atau karena apa?!.

Tentang PLS

Meskipun yang membaca tulisan ini sebenarnya sudah paham apa yang namanya Pendidikan luar sekolah, tapi alangkah baiknya kita runut untuk membuka kembali memori tentang PLS itu. PLS merupakan kepanjangan dari Pendidikan Luar Sekolah tapi ada juga yang mengartikan “Paguyuban Lawak Semarang atau bahkan “Pendidikan Luas Sekali Karena mereka beranggapan bahwa cakupan PLS sangat luas sekali sehingga mereka memberikan kepanjangan seperti itu, Pendidikan luar sekolah adalah salah satu bentuk upaya pemerintah dalam bidang pemerataan pendidikan, ruang lingkup cakupan PLS adalah masyarakat yang tidak tertampung dalam pendidikan formal, karena tidak selamanya pendidikan formal dapat menampung seluruh masyarakat, dengan alasan keterbatasan biaya, kemampuan berfikir atau bahkan motivasi yang rendah, oleh karena itu untuk mencapai tujuan nasional pemerintah membuka jalur pendidikan luar sekolah.

Seiring berjalannya waktu nama pendidikan luar sekolah dirubah menjadi pendidikan Nonformal yang masih memiliki esensi sama. Beberapa program Pendidikan Nonformal antara lain adalah Keaksaraan Fungsional, Kesetaraan, Kursus, Kecakapan hidup (Life Skill) dan Pendidikan Anak Usia Dini.

Dibandingkan dengan pendidikan Formal cakupan PNF sangat luas sekali karena yang dihadapi adalah masyarakat di luar pendidikan formal dari usia balita sampai usia 40 tahun. Namun sebaliknya pemerintah masih memandang sebelah mata terhadap PNF, meskipun sekarang instansi pemerintah yang menanggani PNF bangga dengan adanya program yang katanya banyak, namun sebenarnya itu hanya mencakup sisi luarnya saja, atau bahkan malah salah sasaran.

Selain itu Tenaga PNF masih terhitung sedikit katakanlah 1 TLD menanggani 1 kecamatan, rata-rata pamong belajar di jawa tengah kurang dari 10 pamong belajar, meskipun ada yang melampaui 10 kebanyakan mereka bukan dari pendidikan luar sekolah. Bayangkan saja 1 TLD menanggani 1 kecamatan alhasil warga belajarnya juga sample saja, atau jika TLD 1 dan katanya programnya banyak yang terjadi selanjutnya adalah Program atau Laporan program hanya sulapan saja, “bim salabim laporan jadi tapi pelaksanaannya Nol, makanya tidak salah lagi kalau orang mengartikan PLS itu adalah “Paguyuban Lawak Semarang karena kalau kita melihat dengan seksama membuat kita terpingkal-pingkal atau bahkan kepuyuh-puyuh.

Pasca otonomi daerah kesiapan pemerintah daerah dalam menyikapi pendidikan luar sekolah masih terlihat kaget, mungkin belum terbiasa atau bahkan belum mengetahui tentang pendidikan luar sekolah, karena kepahamannya hanya sebatas pendidikan formal saja. Terlihat dalam beberapa program yang dilaksanakan Unit Pelaksana Teknis Daerah terkadang belum mendapatkan support dari pemerintah daerah.

Masih adakah jurusan pendidikan luar sekolah?

Masih teringat dibenak saya waktu OKKA (Orientasi Kehidupan Kampus) Jurusan Pendidikan Luar Sekolah, ketika ditanya apa motivasi anda masuk Jurusan PLS?, hampir seluruhnya menjawab salah jurusan, dan bahkan setiap kali menjadi panitia pelaksana OKKA ketika menanyakan hal yang sama pada adik kelas jawabannya juga sama, salah jurusan. Apa memang sudah “Nasnya kalau mau masuk jurusan PLS harus salah jurusan, kalau tidak salah jurusan kurang “afdhol .

Motif yang didasari salah jurusan memunculkan beberapa kemungkinan pertama tidak sadar kalau salah jurusan, misalnya “karena pikiran kosong kemudian ada bus yang menawari gunungpati ¦gunungpati ¦karena pikiran kosong mendengarkan gunungpati ¦.gungungpati ¦. asal naik saja tidak dimengerti dulu apakah lewat Manyaran atau lewat Sekaran yang penting gunungpati . Yang kedua dengan sadar bahwa dia sengaja naik jurusan yang salah mungkin hanya untuk berekreasi, atau sebagai batu loncatan. Misal ingin masuk jurusan yang populis (bahasa Inggris atau ekonomi) tidak diterima kemudian masuk jurusan PLS setelah menempuh tiga semester baru pindah jurusan, “Kacian ya hanya sebagai batu loncatan .

Dalam ekonomi pendidikan, pendidikan adalah investasi masa depan. Dalam konteks ini adalah ketika orang tua memasukkan anaknya ke lembaga pendidikan dengan mengeluarkan uang, tentunya ada sesuatu yang akan dituai nantinya. Penentuan jurusan tidak selayaknya seenaknya karena berkaitan dengan masa depan.

Dari fenomena di atas muncul pertanyaan dalam benak saya, kenapa teman-teman PLS menggunakan motivasi salah jurusan ketika masuk di jurusan PLS. apakah mereka tidak tahu jurusan PLS?. dari beberapa teman seangkatan menceritakan bahwa persepsi mereka terhadap PLS adalah PLB (Pendidikan Luar Biasa), kemuadian ada yang mengira jurusan Bimbingan Konseling, sedangkan saya sendiri adalah paksaan dari kakak, kata kakak saya “Pokoke kamu harus masuk PLS, karena sudah sesuai dengan bidangmu . Yang dilihat kakak saya adalah sejak kecil sampai SMA selalu aktif berorganisasi baik di sekolah maupun desa. Niatan kakak saya supaya saya dapat ilmu tentang Psikologi masa, itu saya!.

Memang tidak bisa dipungkiri sebagian besar mahasiswa PLS tidak mengerti tentang PLS. Apologi jurusan pada waktu OKKA jurusan adalah sebagai berikut “Belajar adalah dari tidak tahu menjadi tahu . Memang ada benarnya ketika motivasi itu sudah tinggi bukan salah jurusan, nah kalau mahasiswa motivasinya salah jurusan apa tidak “Aras-arasen alias malas-malasan.

Memasuki dunia yang baru memang tidak semudah yang dibayangkan, perlu proses awal untuk mengetahuinya berawal tidak tahu menjadi tahu proses untuk menjadi tahu harus diimbangi dengan memotivasi diri, jika tidak diimbangi memotivasi diri semuanya itu tidak akan terjadi.

Ditambah lagi dengan proses layanan jurusan terhadap mahasiswa, layanan ini berupa kurikulum yang memadai sesuai dengan kebutuhan lapangan pekerjaan terhadap Jurusan PLS.

Selama belajar dijurusan PLS yang didapatkan sebagian besar teori saja sedangkan praktek lapangan hanya sebagaian kecil saja. Kalau hanya mengandalkan teori tentunya output pendidikan luar sekolah tidak sesuai dengan yang diharapkan. Karena tuntutan kerjaan PLS berkaitan dengan masyarakat, masyarakat itu unik, masyakarat itu selalu berubah, masyarakat itu komplek. Kalau tidak pernah dilatih dengan praktek-praktek lapangan (bukan PPL saja) lulusan PLS ibarat mendapatkan kejutan listrik 1000watt kaget atau bahkan bisa shock dan pingsan tidak tertolong.

Motivasi mahasiswa sudah muncul, kurikulum yang menunjang kerja setelah lulus, masih belum bisa jadi jaminan terserapnya Output PLS setelah lulus nanti. Karena jika masyarakat tidak membutuhkan, tidak tahu kalau ada jurusan PLS, atau masih meragukan jurusan pendidikan luar sekolah.

Beberapa pemerintah daerah khususnya Jawa Tengah yang memiliki kewenangan dalam kebijakan sepenuhnya tidak mengerti dan bahkan tidak tahu kalau ada jurusan PLS, seperti tadi siang ketika bertemu dengan seseorang yang bergerak dibidang pendidikan bertanya kepada saya soal kelulusan, beliau sempat mengulangi pertanyaan “jurusannya apa mas?trus jurusan apa itu? Yang di tanggani apa?dst, itu individu yang bergerak di pendidikan, kemudian beberapa teman yang memasukkan lamaran CPNSD di pemprov Jateng formasi pekerjaan sosial ditolak dengan alasan jurusan tidak sesuai dan tidak terakreditasi (surat balasan dari pemprov Jateng) yang beralamat di Semarang satu daerah dengan Universitas Negeri Semarang tempat Jurusan Pendidikan Luar Sekolah Bernaung, nah bagaimana yang tidak satu kota???,

Kejadian menarik terjadi di Kota Salatiga, formasi Pamong belajar diambilkan dari Bidang studi Matematika dan Bahasa Indonesia, dengan alasan bahwa salah satu instansi yang menanggani pendidikan luar sekolah membutuhkan pamong belajar dari jurusan matematika hal ini terjadi karena persepsi instansi tersebut pamong belajar sama seperti guru di sekolah-sekolah formal, tugas pokok pamong belajar yang utama adalah mengajar di program kesetaraan.

Hal teresebut menunjukkan bahwa sebenarnya Bergening Position jurusan pendidikan luar sekolah masih lemah, masyarakat, pemerintah dalam hal ini sebagai penentu kebijakan tidak tahu tentang PLS atau jurusan PLS.

Bukan sesuatu yang aneh sebenarnya jika hal tersebut disikapi dengan bijak, beberapa hal di atas alangkah baiknya dijadikan introspeksi diri untuk pembenahan sistem pendidikan di perguruan tinggi khususnya Jurusan PLS supaya output Jurusan PLS terserap kewilayah yang seharusnya menjadi pekerjaan kita.

Merapatkan barisan demi kelangsungan PLS

Ibarat sebuah pepatah “terlanjur basah ya sudah mandi sekali . Beberapa alumni jurusan PLS yang bangkit dari motivasi salah jurusan kemudian berusaha untuk memotivasi diri agar muncul keminatan dalam menekuni dunia Pendidikan Luar sekolah, namun alhasil usaha yang dilakukan selama 4 tahun selalu dimentahkan oleh keadaan sehingga menciutkan nyali kita untuk tetap menekuni dunia PLS dan bagaimana dengan adik angkatan, apakah mereka akan menempuh hal yang sama??

Selama masih ada hari esok, selama masih diberi kesempatan untuk bernafas alangkah baiknya kita secara bersama-sama bekerja sama untuk membuat pencitraan menguatkan daya tawar terhadap pembuat kebijakan baik Jurusan, mahasiswa dan alumni.

Muhammad Abdul Chafidl, S.Pd

Ditunggu partisipasi para alumnus PLS dan mahasiswa PLS untuk menyikapi FENOMENA tersebut agar tercipta gimana baiknya dan bukan siapa yang salah

Comments

9 tanggapan untuk “MENYIKAPI LANGKANYA FORMASI PLS DALAM CPNSD – JAWA TENGAH 2010”

  1. Avatar wirdan

    “Selama masih ada hari esok, selama masih diberi kesempatan untuk bernafas alangkah baiknya kita secara bersama-sama bekerja sama untuk membuat pencitraan menguatkan daya tawar terhadap pembuat kebijakan baik Jurusan, mahasiswa dan alumni.”

    Sarjana PLS sudah hilang dijagad pemerintahan.. baik pusat hingga daerah… terbukti di smua formasi CPNS Jateng dan DIY tidak membuka lowongan bagi Sarjana PLS…

    Melihat kenyataan ini, baiknya adik2 qta mhs PLS se-Indonesia pindah aja ke jurusan lain yang lebih ‘menjanjikan PNS’…

    Yang sudah kebajut jadi Sarjana… ya itu sudah takdir… ikhlaskan aja..

  2. Avatar Tia

    kecewa bgt knp yg dpilih malah dr jurusan lain. byk lulusan PLS yg pesimis krn saat kuliah tdk dbekali praktek yg lbh nyata. bnr masyarakat itu cepat berubah n jaman cepat berkembang. bahkan d BPPNFI saja malah buka lowongan utk jurusan komputer n B. Inggris.

  3. Avatar Ntau

    PLS=Penganggur Luas Sekali tuch…wat ikuti CPNSD j susah bgt malahan g" ada satupun lge…apalagi tiap2 daerah (non kota) masih banyak membutuhkan bantuan dr tmtan pls..arrgghhh…KECEWA yg namanya PLS.

  4. Avatar Tia

    kecewa bgt knp yg dpilih malah dr jurusan lain. byk lulusan PLS yg pesimis krn saat kuliah tdk dbekali praktek yg lbh nyata. bnr masyarakat itu cepat berubah n jaman cepat berkembang. bahkan d BPPNFI saja malah buka lowongan utk jurusan komputer n B. Inggris. huhhh

  5. Avatar Regina

    PLS=Penganggur Luas Sekali tuch…wat ikuti CPNSD j susah bgt malahan g" ada satupun lge…apalagi tiap2 daerah (non kota) masih banyak membutuhkan bantuan dr tmtan pls..arrgghhh…KECEWA yg namanya PLS….!!!

  6. Avatar Ntau

    PLS=Penganggur Luas Sekali tuch…wat ikuti CPNSD j susah bgt malahan g" ada satupun lge…apalagi tiap2 daerah (non kota) masih banyak membutuhkan bantuan dr tmtan pls..arrgghhh…KECEWA yg namanya PLS….!!!

  7. Avatar lencha
    lencha

    sebenarnya…siapa yang salah ya…kenapa jurusan PLS itu ada??? kalo memang tidak dibutuhkan mengapa masih ada. seperti disumatra utara, yang mengeluarkan sarjana PLS itu hanya UNIMED, tapi alumninya pada lari disiplin ilmu…padahal di lahan PLS sendiri penghuninya PF, makanya SKB rata2 di SUMUT bobrok semua…jadi SKB “Sekolah Kagak Bayar” yang menghasilkan peserta didik yang bobrok…tidak termanajemen dengan baik padahal dana anggaran selalu besar…kemana selanjutnya PLS ini ya…

  8. Avatar Iwan

    Artikel yang mampu membakar semagat bagi para pembaca.dan yang perlu kawan-kawan ketahui ternyata PLS yang ada di ina i2 mempunyai penyakit yang sama (tak dikenal oleh masyarakat) persoalan inilah yang harus kita pecahkan bersama2!!! misalnya saja di kurikulum perkuliahan, Praktek yang dilakukan oleh mahasiswa PLS sangat kurang padahal klo ingin dilihat prospek PLS ternyata Alumnus PLS mestinya berbaur pd masyarakat terkhusus masyarakat marijinal. ketika mahasiswa PLS tak mempunyai pengalaman dibidang praktek bz jd mahasiswa PLS hx bengong krn tdk tau ingin berbuat apa.kemudian yang kedua, katax UU tentang Pendidikan nonformal sudah keluar, tp kok masih ada aparatur negara yang G" tau dgn hal i2???sebaiknya kita sebagai mhs dan para pemerintah yang masih peduli terhadap pendidikan tetap menjaga koordinasi agar mutu pendidikan makin meningkat bukan hx di jalur formal tp dijalur nonf

  9. Avatar Iwan

    Artikel yang mampu membakar semagat bagi para pembaca.dan yang perlu kawan-kawan ketahui ternyata PLS yang ada di ina i2 mempunyai penyakit yang sama (tak dikenal oleh masyarakat) persoalan inilah yang harus kita pecahkan bersama2!!! misalnya saja di kurikulum perkuliahan, Praktek yang dilakukan oleh mahasiswa PLS sangat kurang padahal klo ingin dilihat prospek PLS ternyata Alumnus PLS mestinya berbaur pd masyarakat terkhusus masyarakat marijinal. ketika mahasiswa PLS tak mempunyai pengalaman dibidang praktek bz jd mahasiswa PLS hx bengong krn tdk tau ingin berbuat apa.kemudian yang kedua, katax UU tentang Pendidikan nonformal sudah keluar, tp kok masih ada aparatur negara yang G" tau dgn hal i2???sebaiknya kita sebagai mhs dan para pemerintah yang masih peduli terhadap pendidikan tetap menjaga koordinasi agar mutu pendidikan makin meningkat bukan hx di jalur formal tp dijalur nonformal.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *