Beberapa waktu yang lalu tepatnya hari rabu tangga 25 september 2013 kami (dari Malang) berkunjung ke Jogya, kegiatan yang dilakukan bersamaan dengan meeting kantor di Jogya. Kegiatan yang kami lakukan tentu tidak hanya meeting, kami menyempatkan diri untuk bertemu cah-cah PLS jogya. Malam itu menjadi malam yang paling menyenangkan karena dapat berkumpul kembali dengan PLS Jogya bersama (Yudan, Ipus, Fitri, Wahyu, Mbak Anis). Di selimuti suasana ramainya kendaraan lalulalang di angkringan dekat stasiun tugu jogya menambah semarak pertemuan malam itu.
Sebelum obrolan kami mulai, segelas kopi joss di pesan terlebih dahulu. Berawal dengan share kesibukan saat ini, kegiatan yang sedang dilakukan, dan saling tukar info lainnya. Pembicaraan kami menuju pada progres teman-teman PLS jogya dalam mempersiapkan kongres imadiklus 4 yang rencananya akan diadakan di jogya red. Obrolan kami pun berlangsung mulai dari pukul 20.00WIY hingga pukul 12.30WIY (waktu istimewa yogya).
Dalam sela-sela pembicaraan saudara Wahyu menawarkan pada kami untuk ikut dalam mengisi materi di acara makrab hari sabtu tanggal 28 september 2013. Kami memutuskan untuk ikut, karena tiket kembali ke Malang masih tanggal 28 september malam jam 20.00WIB. Singkat cerita, hari sabtu 28 september siang pukul 12.00WIB kami berangkat ke lokasi makrab PLS UNY tepatnya di Cangkringan bumi perkemahan Sinolewah. Perjalanan ke lokasi makrab dari pusat kota jogya membutuhkan waktu kurang lebih 30 menit.
Sesampai dilokasi kami langsung disambut ramah oleh cah-cah PLS UNY yang memang sudah menunggu sejak beberapa menit yang lalu, langsung bersama wahyu dan salah rekan kami menuju ke ruangan untuk memberikan paparan materi. dari paparan mulai timbullah pertanyaan “PLS ini mau jadi apa?, katanya sangat luas sekali garapannya”. Pertanyaan ini, mengingatkan kami ketika kuliah dulu yang juga menyuguhkan pertanyaan yang sama ketika bertemu dengan dosen maupun pemateri dalam kegiatan PLS. Alhasil kami pun hanya menjawab umum saja untuk tidak mengeluh dan memulai untuk mengenal dan terjun langsung di masyarakat dengan modal akademik yang sudah di pelajari di perkuliahan.
Tak terasa waktu sekitar satu jam mengisi materi sudah terlewati, kami bergegas keluar dan ngobrol dengan dosen PLS UNY yang kebetulan pada siang itu berada di lokasi makrab beliau adalah Pak Iis Prasetyo. Obrolan kami kami pun mengalir ngalor-ngidol. Kemudian, mulai mengerucut pada pendidilakan luar sekolah. Mulai dari PNS PLS, mahasiswa PLS, dosen, akademik PLS, dll. Singkat cerita, Beliau mengatakan bahwa “jadi mahasiswa PLS jangan hanya di kampus saja belajar akademik saja, tapi juga harus ke masyarakat, jangan sampai menyuarakan hak-hak PLS tapi kita belum pernah terjun langsung ke masyarakat”. Dari kutipan diskusi tersebut, kami membuat kesimpulan bahwa secara tidak langsung di depan mata kita terdapat garapan PLS entah itu terlihat atau tidak (buka kembali satuan PLS di UU SISDIKNAS 2003). Tingggal komitmen apakah kita mau atau tidak? PD atau malu? Sekedar memberi kritik PLS atau riil melakukan kegiatan dan kerja PLS?.
Semua itu adalah pilihan bung.., entah mau pakai yang mana tidak ada yang melarang. Cari jalan hidup PLS sesuai dengan kebutuhan. (kid)
Tinggalkan Balasan