Setiap saya bertemu kawan-kawan Pamong Belajar dari berbagai daerah dan kesempatan pertanyaan yang selalu muncul adalah kapan sertifikasi bagi pamong belajar dilakukan. Saya agak curiga bahwa pertanyaan itu tidak muncul dari kesadaran akan sikap untuk meningkatkan profesionalisme melainkan ada sepucuk harapan untuk mendapatkan peningkatan kesejahteraan berupa tunjangan profesi.
Namun demikian hal tersebut sebenarnya sah sah saja karena merupakan hak, dikatakan hak karena menurut undang-undang kedudukan pendidikan formal dan pendidikan nonformal diakui sama. Walaupun dari sisi kebijakan dan pandangan masyarakat serta praktek yang terjadi masih jauh panggang dari api. Saya katakan sah karena pamong belajar merasa diperlakukan tidak adil oleh pemerintah, sementara kawan-kawan guru, sudah mulai menikmati tunjangan profesi (Walaupun dulu banyak guru yang skeptis akan cairnya tunjangan profesi). Maka wajar kemudian muncul pertanyaan kapan pamong belajar disertifikasi? Pertanyaan itu bukan muncul dari landasan berpikir agar pamong belajar diuji apakah memiliki kompetensi yang layak atau tidak. Tapi ya itu tadi muaranya adalah tunjangan profesi.
Manakala pertanyaan di atas muncul, maka saya selalu mengatakan bahwa sekarang ini belum bisa segera dilakukan proses sertifikasi. Kenapa? Karena pamong belajar sebagai salah satu pendidik sebagaimana diatur dalam pasal 1 ayat 6 UU nomor 20 Tahun 2003 belum memiliki standar kualifikasi dan kompetensi yang jelas yang merupakan implementasi dari standar pendidik sebagaimana diatur dalam PP 19 Tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan. Sebagaimana guru, pintu masuk sertifikasi guru adalah adanya standar kualifikasi dan kompetensi guru. Lha, jangankan peraturan menteri (Mendiknas) standar kualifikasi dan kompetensi pamong belajar, dalam PP 19 tahun 2005 deskripsi dan kualifikasi umum pamong belajar tidak diatur. Padahal dalam PP itu secara umum diatur tentang tutor dan instruktur yang sama-sama berstatus sebagai pendidik pada pendidikan nonformal.
Sebenarnya pada saat ini draft final standar kualifikasi dan kompetensi pamong belajar sudah diselesaikan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) bersama tiga draft standar kualifikasi dan kompetensi untuk penilik, tutor dan instruktur. Keempat draft tersebut konon ceritanya sudah sampai meja Mendiknas, namun dengan pertimbangan tertentu belum ditandatangani oleh Mendiknas.
Maka, ketika saat ini di Sahid Jogja dilakukan pembahasan pedoman rintisan sertifikasi pendidik pendidikan nonformal, yang melihat isinya sebenarnya lebih tepat disebut sertifikasi pamong belajar, saya hanya tersenyum geli. Ya geli, karena buat apa disusun pedoman rintisan jika standar kualifikasi dan kompetensinya belum diteken Mendiknas? Apalagi draft pedoman belum mengacu pada draft final standar kualifikasi dan kompetensi yang sudah disusun oleh BSNP. Saya membaca draft yang ada masih sebatas prosedur sertifikasi, dan masih bersifat normatif. Walaupun prosedur itu sudah diatur secara umum dalam Permendiknas nomor 18 Tahun 2007 tentang Sertifikasi bagi Pendidik.
Saya pikir langkah yang dilakukan pada pembahasan kali ini perlu kita beri apresiasi positif, namun demikian langkah yang lebih penting adalah bagaimana mendesak segera keluarnya standar kualifikasi dan kompetensi pamong belajar. Hal tersebut sebenarnya lebih merupakan ranah organisasi profesi: Forum Pamong Belajar Indonesia (FPBI). Jadi mari kita tunggu gerakan FPBI dalam menggolkan standar kualifikasi dan kompetensi pamong belajar sebagai pintu masuk sertifikasi bagi pamong belajar.
Bener kapan juga ada akan ada Pengankatan tenaga PLS sesuai dengan bidang dan kemampuan yang kompeten