Nama DEWI ERNI LOGANANTA
Email dwlogananta4@gmail.com
Asal Insatansi/Univ UNNES
NO HP o85640165xxx
BELAJAR TANPA SEKOLAH
Mari kita buka mata. Ini nyata, hanya di Indonesia. Negara yang birokrasinya super lama. Negara yang penduduk miskinnya makin banyak. Negara yang orang bunuh dirinya rata-rata lima orang setiap harinya. Negara yang kriminalitas dan tindakan asusila mulai merambah kemana-mana. Negara yang, padahal belum maju, tapi mulai memundur. Ini Indonesia.
Indonesia, dari segala aspek, ekonomi, politik, sosial, budaya, hankam, dan yang lainnya, memiliki banyak masalah. Masalah ini disebabkan oleh dua hal besar, kelemahan sistem dan kelemahan manusianya. Tapi dua hal ini bisa kita kerucutkan lagi menjadi satu masalah: kelemahan manusia, karena sistem juga di buat manusia. Kelemahan-kelemahan manusia ini adalah hasil dari akumulasi kesalahan sebuah sistem pada satu aspek kehidupan yaitu pendidikan. Masalah utama kita adalah lemahnya sistem pendidikan.
Terdapat satu tawaran dunia yang mulai maju akhir-akhir ini meskipun sebenarnya telah lebih dulu lahirnya. Pendidikan non-formal menjadi satu dari banyak solusi dari permasalahan pokok di atas. Tawaran-tawaran Pendidikan non-formal ini ternyata telah terbukti turut memberi kontribusi pada negara sebagai langkah solutif.
Diadakannya jurusan Pendidikan Nonformal pada perkuliahan di Tanah air, ini menjadi tapak awal perjuangan pendidikan nonformal. Pendidikan nonformal yang selanjutnya disebut pendidikan luar sekolah inilah yang menjadi minat bagi mereka yang terbilang pandai mencari peluang untuk dapat diterima pada Universitas/ Perguruan Tinggi, disebabkan peminat dan kuota yang sangat minim. Ini mungkin terjadi hanya pada beberapa mahasiswa. Beberapa dari mereka lainnya telah mempunyai motivasi dari orang-orang terdekat yang boleh dikata telah mengerti apa itu pendidikan luar sekolah.
Terlepas dari latar belakang apapun mahasiswa bisa berada pada jurusan itu, mereka mempunyai tantangan yang sangat berat. Akal dan mental mereka akan dikejjutkan dengan pertanyaan-pertanyaan dadri mereka-mereka yang kurang tahu atau bahkan tidak tahu sama sekali mengenai PLS. Berat memang, namun tak harus menunggu 3 atau 4 tahun untuk dapat mennjawab pertanyaan-pertanyaan itu. Di perkuliahan PLS-lah mereka akan tahu.
Mahasiswa-mahasiswa PLS inilah yang akan digembleng untuk menjadi Pemberdaya Masyarakat, merekalah yang akan merangkul kaum-kaum lapisan menengah ke bawah yang selama ini kurang dipandang dengan dua bola mata penuh, mereka jugalah yang akan menciptakan banyak pekerja bukan pengemis lowongan pekerjaan.
Harapan terbesar dari penulis pribadi adalah sebuah keberhasilan dalam merelasikan tiga unsur vital demi terciptanya kesejahteraan yang diimpikan. Tiga unsur itu yakni manajer, warga belajar dan pemilik dana. Hal itu dapat dikatakan sebagai inti dari program Pendidikan Luar Sekolah. Meskipun butuh usaha besar untuk hal itu, penulis menilai itu sebagai impian bukan mimpi.
Sebuah konsep yang ingin sekali penulis tawarkan adalah konsep mengenai perangkulan kaum-kaum kurang beruntung pada umumnya dan anak-anak korban eksploitasi pada khususnya pada rangkulan edukasi dunia. Mereka anak-anak yang terpaksa hidup di keliling sampah dan mereka yang semata-mata terjerumus dalam gank-gank yang kurang berorientasi positif pada kehidupan. Siapa yang akan merangkul mereka ? PLS bisa! Sangat bisa !
Konsep itu berupa kesatuan kegiatan yang akan menjadi tempat mereka belajar, berlatih, dan menngembangkan diri demi tercapainya tujuan hidup mereka masing-masing. Penulis di dalam hal ini akanm membawa sebuah kalimat yang berkarakter atau lebih dikenal dengan slogan yaitu “BELAJAR TANPA SEKOLAH . Sungguh inilah impian penulis sebagai mahasiswa PLS UNNES 2010. Konsep ini nantinya akan sangat membutuhkan stake holders yang tak sedikit. Penulis perlu memilih mitra yang suitable (cocok) untuk konsep program tersebut.
“BELAJAR TANPA SEKOLAH , penulis inginkan karena kosakata sekolah rupanya kian membuat jarak bagi dua kaum penikmat dan kaum melarat. Sekolah dijadikan sebagai kebanggaan yang dapat dikiaskan bahwa “pendidikan hanya dinikmati oleh mereka kaum ekonomi baik/ kaum konglomerat . Kaum konglomerat terus bersekolah dengan segudang uangnya sedang kaum melarat terus meratap menatap mimpi dengan segudang bebannya. Terlepas dari kata “sekolah penulis ingin mereka belajar artinya mereka belajar tanpa bersekolah.
“BELAJAR TANPA SEKOLAH , ini merupakan kesatuan kegiatan yang diharapkan dapat dinikmati oleh seluruh mereka yang tergolong kurang beruntung. Dengan pendekatan-pendekatan progresiv tentunya konsep ini tidak mustahil untuk diwujudkan. Keterlibatan Negara dalam hal inipun sangat dibutuhkan untuk dapat bersama memberikan inspirasi dalam pengembangan “BELAJAR TANPA SEKOLAH ini.
Follow up dari harapan awal tadi adalah terwujudnya tenga-tenaga trampil terdidik yang mumpuni / mampu untuk mengembangkan ketrampilannya pada masyarakat luas. Seiring itu mereka akan menuju pada penciptaan lapangan kerja sehingga mengurangi angka pengemis lowongan kerja di Tanah air.
Ini merupakan satu dari banyak impian mahasiswa PLS UNNES 2010.
BERSAMA MENGGAPAI CITA, PLS BERJAYA!
Nama | DEWI ERNI LOGANANTA |
dwlogananta4@gmail.com | |
Asal Insatansi/Univ | UNNES |
NO HP | o85640165499 |
Sippp! Artikelxa
Semangat nulis Sob, memang banyak cara untuk belajar dan mendapat kepandain dan gak harus lewat sekolah, maka ada istilah pengalaman adalah guru yang terbaik,
konsep ini bisakah ditrapkan di perdesaan?rancangan ini perlu pendektan humanis, karena yang coba kita sentuh penyadaraan terhadap potensi mereka bahwa mereka memiliki kesempatan itu..untuk m
Maju terus P
didikannya siapa ni
kenapa belajar dan tidak pendidikan?… apa karena belajar lebih PLS banget? tidak juga, karena belajar memiliki dampak yg tidak menuntut normatif yang baik.. "pendidikan tanpa sekolah" menurut saya lebih baik, karena sebagai pendidik PLS kita dituntut tidak saja membuat mereka yg kurang beruntung memiliki sesuatu untuk mereka gunakan dalam kehidupan, tapi juga menuntut mereka untuk menggunakan apa yang telah mereka pelajari secara jujur, beretika dan bermartabat (norm
Semangat nulis Sob, memang banyak cara untuk belajar dan mendapat kepandain dan gak harus lewat sekolah, maka ada istilah pengalaman adalah guru yang te
alright….adm
– I Love The Photo…. :-)Ada beberapa poin yang perlu dibahas lebih lanjut, tetapi sesuatu yang kita perlu menjaga dulu adalah mutu-nya.. Saya sendiri suka definisi ini dari UNICEF:Apa itu Pendidikan Yang Bermutu? Sebetulnya ada banyak definisi untuk pendidikan yang bermutu tetapi kami merasa bahwa definisi ini dari UNICEF (di bawah) adalah cukup lengkap: Pelajar yang sehat, mendapat makanan bergizi yang cukup dan siap berpartisipasi dalam proses belajar, yang didukung dalam proses pembelajaran oleh keluarga dan linkungannya. Environmen yang sehat, aman, melindungi dan "gender-sensitive", dan menyediakan sumber-sumber pembelajaran dan fasilitas yang cukup. Konten dalam kurikulum dan bahan pembelajaran yang relevan untuk belajar "basic skills", khusus "literacy, numeracy and skills for life", dan pengetahuan mengenai isu-isu seperti "gender, health (kesehatan), nutrisi, HIV/AIDS prevention and peace (kedamaian)". Proses-proses di mana guru-guru yang terlatih menggunakan sistem pembelajaran "child centered" di kelas dan sekolah yang di-manage dengan baik dan di mana ada penilaian yang baik untuk melaksanakan pembelajaran dan menurunkan isu-isu perbedaan. Outcomes yang termasuk pengetahuan, keterampilan dan sikap-sikap, dan berhubungan dengan tujuan-tujuan (goals) nasional untuk pendidikan dan partisipasi sosial yang positif.http://teknologipendidikan.com/kbm.htmlYang di atas hanya dasarnya, tetapi seperti pendidikan nasional kita, itu yang dasar yang tidak dipenuhi, dan mungkin sebabnya kita dipaksa untuk meningkatkan peran PLS. "Puluhan ribu sekolah dalam keadaan rusak atau ambruk termasuk 70% sekolah di DKI Jakarta – Di Jakarta Saja, 179 Sekolah Tidak Layak Pakai! – Hampir 80% Gedung Sekolah di Pesawaran Rusak, dll","Jumlah ruang kelas (SD dan SMP) rusak berat juga meningkat, dari 640,660 ruang kelas (2000-2004 meningkat 15,5 persen menjadi 739,741 (2004-2008)." (ICW) – Kelihatannya makin lama makin banyak sekolah yang rusak! Ref: http://pendidikan.net/index.html#5langkahJadi yang paling penting adalah mutu-nya PLS tidak lebih rendah lagi daripada pendidikan formal… dan kita terus berjuang untuk memberantas korupsi dan mengarah ke pendidikan bermutu yang adalah hak semua anak Indonesia…. Jangan sampai koruptor di bidang pendidikan menang, dan kita perlu membangunkan alternatif sendiri… Aim for the best!http://pendidikan.net/pakem.htmlSalam Pend
Si
saya berharap diskusi ini kalo boleh tidak berhenti sampai disini, saya sangat tertarik sekali dengan bagaimana pemberdayaan masyarakat melalui pendidikan salah satunya, karena saya banyak sekali menemukan kesenjangan, ketidakadilan pendidikan, yang berdampak pada keterpurukan masyarakatan dalam kemis
Hendri Edi Sabhara – Oke, Terima kasihRe saran di FB saya:Chaery Amalia Anshary Wah jika dibaca headline nya sja sya kira brmkna positif "belajar di mana saja" berarti belajar menjadi sesuatu yang sangat praktis dan fleksibel. Tapi jika dibaca lbh lanjut trnyata menyangkut kterbatasan sarana prasarana ya mr?Phillip Rekdale@Chaery Amalia Anshary – Terima kasihRe: "Tapi jika dibaca lbh lanjut trnyata menyangkut kterbatasan sarana prasarana ya mr?"Foto-foto di http://pendidikan.net/pakem.html menurut saya menunjukkan cara membangunkan pendidikan yang sangat bermutu dan terjangkau, tetapi anak-anak membutuh akses ke sumber pembelajatan kontekstual yang luas dengan fasilitator (guru) yang kreatif.Memang konsep PLS adalah sangat manis dari dahulu, tetapi kalau kita ingin melanjutkan secara serius dan profesional kita akan perlu organisasi maupun birokrasi yang besar juga, kan?Maupun kalau kita tidak memberantas kebudayaan korupsi dulu, apakah yang baru akan lebih baik dari yang sekarang, akhirnya?Salam Pend
LANJUTKAN. BERSAMA KIT
Good luck! Tetapi jangan lupa mutu
pAzTIe lEbIeH SuKSeZz!!!!!!!!!!!!g0od j0b….
Sippp! Artikelxa…!!!
terimakasih, kiranya ada saran dan kritik membangun mohon disampaikan demi kebaikan saya
konsep ini bisakah ditrapkan di perdesaan?rancangan ini perlu pendektan humanis, karena yang coba kita sentuh penyadaraan terhadap potensi mereka bahwa mereka memiliki kesempatan itu..untuk maju ..
bismillah… sy akan mencoba menjawab.
menurut saya konsep ‘belajar tanpa sekoklah” memang lebih tepat diletakkan pada daerah metropolis / perkotaan besar. karena disanalah target berada. anak jalann;gengster;pemulung;
sedang di pedesaan mungkin lebih sedikit jumlahnya dibanding di perkotaan. namun tiidak menutup kemungkinan bagi warga pedesaan untuk menikmati “belajar tanpa sekolah”. diharapkan nantinya akan mensukseskan desa dalam rangka prbaikan ekonominya. (mhn kritik dan saran)
Maju terus PLS.. !
didikannya siapa ni admin?
kenapa belajar dan tidak pendidikan?… apa karena belajar lebih PLS banget? tidak juga, karena belajar memiliki dampak yg tidak menuntut normatif yang baik.. "pendidikan tanpa sekolah" menurut saya lebih baik, karena sebagai pendidik PLS kita dituntut tidak saja membuat mereka yg kurang beruntung memiliki sesuatu untuk mereka gunakan dalam kehidupan, tapi juga menuntut mereka untuk menggunakan apa yang telah mereka pelajari secara jujur, beretika dan bermartabat (normatif).
Semangat nulis Sob, memang banyak cara untuk belajar dan mendapat kepandain dan gak harus lewat sekolah, maka ada istilah pengalaman adalah guru yang terbaik,
alright….admin….
– I Love The Photo…. :-)Ada beberapa poin yang perlu dibahas lebih lanjut, tetapi sesuatu yang kita perlu menjaga dulu adalah mutu-nya.. Saya sendiri suka definisi ini dari UNICEF:Apa itu Pendidikan Yang Bermutu? Sebetulnya ada banyak definisi untuk pendidikan yang bermutu tetapi kami merasa bahwa definisi ini dari UNICEF (di bawah) adalah cukup lengkap: Pelajar yang sehat, mendapat makanan bergizi yang cukup dan siap berpartisipasi dalam proses belajar, yang didukung dalam proses pembelajaran oleh keluarga dan linkungannya. Environmen yang sehat, aman, melindungi dan "gender-sensitive", dan menyediakan sumber-sumber pembelajaran dan fasilitas yang cukup. Konten dalam kurikulum dan bahan pembelajaran yang relevan untuk belajar "basic skills", khusus "literacy, numeracy and skills for life", dan pengetahuan mengenai isu-isu seperti "gender, health (kesehatan), nutrisi, HIV/AIDS prevention and peace (kedamaian)". Proses-proses di mana guru-guru yang terlatih menggunakan sistem pembelajaran "child centered" di kelas dan sekolah yang di-manage dengan baik dan di mana ada penilaian yang baik untuk melaksanakan pembelajaran dan menurunkan isu-isu perbedaan. Outcomes yang termasuk pengetahuan, keterampilan dan sikap-sikap, dan berhubungan dengan tujuan-tujuan (goals) nasional untuk pendidikan dan partisipasi sosial yang positif.http://teknologipendidikan.com/kbm.htmlYang di atas hanya dasarnya, tetapi seperti pendidikan nasional kita, itu yang dasar yang tidak dipenuhi, dan mungkin sebabnya kita dipaksa untuk meningkatkan peran PLS. "Puluhan ribu sekolah dalam keadaan rusak atau ambruk termasuk 70% sekolah di DKI Jakarta – Di Jakarta Saja, 179 Sekolah Tidak Layak Pakai! – Hampir 80% Gedung Sekolah di Pesawaran Rusak, dll","Jumlah ruang kelas (SD dan SMP) rusak berat juga meningkat, dari 640,660 ruang kelas (2000-2004 meningkat 15,5 persen menjadi 739,741 (2004-2008)." (ICW) – Kelihatannya makin lama makin banyak sekolah yang rusak! Ref: http://pendidikan.net/index.html#5langkahJadi yang paling penting adalah mutu-nya PLS tidak lebih rendah lagi daripada pendidikan formal… dan kita terus berjuang untuk memberantas korupsi dan mengarah ke pendidikan bermutu yang adalah hak semua anak Indonesia…. Jangan sampai koruptor di bidang pendidikan menang, dan kita perlu membangunkan alternatif sendiri… Aim for the best!http://pendidikan.net/pakem.htmlSalam Pendidikan
siap Pak Philip… we’re nonformal generation, we have to solve Indonesia’s problem..
Siiip…
saya berharap diskusi ini kalo boleh tidak berhenti sampai disini, saya sangat tertarik sekali dengan bagaimana pemberdayaan masyarakat melalui pendidikan salah satunya, karena saya banyak sekali menemukan kesenjangan, ketidakadilan pendidikan, yang berdampak pada keterpurukan masyarakatan dalam kemiskinan.
siap!
Hendri Edi Sabhara – Oke, Terima kasihRe saran di FB saya:Chaery Amalia Anshary Wah jika dibaca headline nya sja sya kira brmkna positif "belajar di mana saja" berarti belajar menjadi sesuatu yang sangat praktis dan fleksibel. Tapi jika dibaca lbh lanjut trnyata menyangkut kterbatasan sarana prasarana ya mr?Phillip Rekdale@Chaery Amalia Anshary – Terima kasihRe: "Tapi jika dibaca lbh lanjut trnyata menyangkut kterbatasan sarana prasarana ya mr?"Foto-foto di http://pendidikan.net/pakem.html menurut saya menunjukkan cara membangunkan pendidikan yang sangat bermutu dan terjangkau, tetapi anak-anak membutuh akses ke sumber pembelajatan kontekstual yang luas dengan fasilitator (guru) yang kreatif.Memang konsep PLS adalah sangat manis dari dahulu, tetapi kalau kita ingin melanjutkan secara serius dan profesional kita akan perlu organisasi maupun birokrasi yang besar juga, kan?Maupun kalau kita tidak memberantas kebudayaan korupsi dulu, apakah yang baru akan lebih baik dari yang sekarang, akhirnya?Salam Pendidikan
LANJUTKAN. BERSAMA KITA BISA
sipP!
indonesia memang sedang membutuhkan “komunitas kreatif” untuk pemulihan dan pemberdayaan kaum mudanya. dan PLS, sangat berpeluang untuk itu!
Teruslah Berkarya KawanN…
Good luck! Tetapi jangan lupa mutu-nya ?
pAzTIe lEbIeH SuKSeZz!!!!!!!!!!!!g0od j0b……….
Nulis terus dan terus nulis, ntar semakin berkualitas, terus semangat dan semangat terus ntar semakin maju, semoga.
Tentang artikel Dewi klo boleh coment, mulailah dari yang umum misal Tujuan Pendidikan Nasional, Undang-undang Sisdiknas, Peraturan-peraturan Pemerintah dst, kemudian mengerucut dihubungkan dengan teori pendidikan yang berkaitan dengan judul yang ada, lebih mengerucut lagi dan semakin spesifik, kemudian utarakan permasalahan yang ada, dilanjutkan dengan solusi yang ada pada gagasan Anda.
Maaf sekedar saran.
Semoga sukses . Amin.
Oke KK mohon bimbinganya
baik Pakde,,, trimaksih banyak untuk sarannya. akan saya usahakan untuk tulisan-tulisan berikutnya agar lebih baik.
PLS UNNES 2010. <— mantaf yuh yang lain mana tambah semangat, melalui menulis ini diharapkan mahasiswa PLS memberikan kontribusi pemikiran untuk pendidikan luar sekolah, dan bukan hanya sebatas bicara, dan klik SUKA di FB, dan teman teman diatas trimakasih melalui komentar berarti anda telah membudayakan membaca dan menulis untuk kemajuan Pendidikan NONFORMALPhillip Rekdale : wah promosi trus nih WEB nya bagusHendri Edi Sabhara : ibu di tunggu sumbangan bahan diskusinyaIis Prasetyo : muga TDk lelah membimbing teman
@imadiklus.or.id – Terima kasihRe: " wah promosi trus nih"Saya tidak peduli mengenai "promosi", hanya pendidikan!Ini saran saya terakhir mengenai topik ini di FBsaya…Re (saran saya): "Memang konsep PLS adalah sangat manis dari dahulu, tetapi kalau kita ingin melanjutkan secara serius dan profesional kita akan perlu organisasi maupun birokrasi yang besar juga, kan?""Maupun kalau kita tidak memberantas kebudayaan korupsi dulu, apakah yang baru akan lebih baik dari yang sekarang, akhirnya?"Selama kita tidak berani menghadapi Korupsi (Masalah Utama di Bidang Pendidikan) semua program bantuan sekolah akan gagal…http://pendidikan.net/index.html#5langkahApakah ada isu dengan kolusi juga? Saya selalu heran, mengapa dengan "Puluhan ribu sekolah dalam keadaan rusak atau ambruk termasuk 70% sekolah di DKI Jakarta – Di Jakarta Saja, 179 Sekolah Tidak Layak Pakai! – Hampir 80% Gedung Sekolah di Pesawaran Rusak, dll","Jumlah ruang kelas (SD dan SMP) rusak berat juga meningkat, dari 640,660 ruang kelas (2000-2004 meningkat 15,5 persen menjadi 739,741 (2004-2008)." (ICW) – Kelihatannya makin lama makin banyak sekolah yang rusak!" – mengapa isu-isu sererti Internet Masuk Sekolah dan Teknologi ICT diPrioritisasikan (walapun jauh sekali dari cukup teknologi di lapangan dan tidak terbukti akan begitu bermanfaat). – Siapa yang beruntung?Kapan akan ada cukup teknologi?http://teknologipendidikan.com/rasiokomputer.html"Apakah Kebijakan terhadap TIK (ICT) di Sekolah MengancamPerkembangan Pendidikan?"http://teknologipendidikan.com/kebijakan-ict.htmlSolusi untuk pendidikan yang bermutu untuk semua bukan PLS tetapi memberantaskan korupsi di bidang pendidikan dan menyediakan pendidikan yang bermutu di sekolah oleh guru yang kreatif dan mampu melaksanakan Pembelajaran Kontekstual secara efektif…..http://pendidikan.net/pakem.htmlSalam Pend
http://pendidikan.net/index.html#5langkahhttp://edukasi.kompas.com/read/2010/11/30/11440784/Tiga.Pejabat.DKI.Disamakan.dengan
Phillip Rekdale; Maaf pak becanda OKB (Okelah Klo b
anggaran pendidikan dialokasikan 20% dari APBN, dikota saya banyak sekali penyelewengan pengalokasiaan,penggunaan, pelaksanaan dari anggaran tersebut.Pak Philip Rekdale saya setuju sekali tentang bila kita melaksanakan PLS saya berharap sekali dengan sistem Bottom up, yang berdiri (vertikal) sejajar dengqan birokrasi namun tidak terlepas koordinasi dengan birokrasi itu sendiri (hingga tidak hilang arah) pertanyaanya adakah trobosan agar PLS diakui oleh birokrasi (pemerintah) hingga menjadi mitra dalam dunia pendidikan kita?harapan kedepan bila sistem ini telah dibentuk dan berjalan tentunya penekanan terhadap transparansi, akuntabilitas, partisipasi dunia pendidikan menjadi bisa menjadi salah satu prinsif utama.sehingga mungkin ini pak philip wabah penyakit KKN bisa ditekan.Saya yakin ini namun ini bukan pekerjaan mudah.."jangan tanyakan apa yang negara ini berikan buat kita, tapi apa yang kita berikan buat negara ini
@Hendri Edi Sabhara – Terima kasihRe: "Pak Philip Rekdale saya setuju sekali tentang bila kita melaksanakan PLS"Maaf, sebetulnya yang saya bilang solusinya "bukan PLS":"Solusi untuk pendidikan yang bermutu untuk semua "bukan PLS" tetapi memberantaskan korupsi di bidang pendidikan dan menyediakan pendidikan yang bermutu di sekolah oleh guru yang kreatif dan mampu melaksanakan Pembelajaran Kontekstual secara efektif…..http://pendidikan.net/pakem.htmlKalau pendidikan umum yang disedian oleh pemerintah maupun sekolah suasta sudah bagus dan bermutu kita baru dapat melihat kebutuhan untuk PLS (kebutuhan spesifik), tetapi kita harus mengutamakan Mutu Pendidikan Di Sekolah.Salam Pend
PLS banget sob..lanjutk
@An Rul Ndut Re: "PLS banget sob..lanjutkan"Kalau kita gagal melaksanakan pendidikan bermutu di sekolah saja, mengapa anda kira PLS yang bermutu dapat dilaksanakan secara luas? Terima
mantap mas, salah satu Orientasi PLS yang mampu meningkatk
PLS UNNES 2010. <— mantaf yuh yang lain mana tambah semangat, melalui menulis ini diharapkan mahasiswa PLS memberikan kontribusi pemikiran untuk pendidikan luar sekolah, dan bukan hanya sebatas bicara, dan klik SUKA di FB, dan teman teman diatas trimakasih melalui komentar berarti anda telah membudayakan membaca dan menulis untuk kemajuan Pendidikan NONFORMALPhillip Rekdale : wah promosi trus nih WEB nya bagusHendri Edi Sabhara : ibu di tunggu sumbangan bahan diskusinyaIis Prasetyo : muga TDk lelah membimbing teman teman
@imadiklus.or.id – Terima kasihRe: " wah promosi trus nih"Saya tidak peduli mengenai "promosi", hanya pendidikan!Ini saran saya terakhir mengenai topik ini di FBsaya…Re (saran saya): "Memang konsep PLS adalah sangat manis dari dahulu, tetapi kalau kita ingin melanjutkan secara serius dan profesional kita akan perlu organisasi maupun birokrasi yang besar juga, kan?""Maupun kalau kita tidak memberantas kebudayaan korupsi dulu, apakah yang baru akan lebih baik dari yang sekarang, akhirnya?"Selama kita tidak berani menghadapi Korupsi (Masalah Utama di Bidang Pendidikan) semua program bantuan sekolah akan gagal…http://pendidikan.net/index.html#5langkahApakah ada isu dengan kolusi juga? Saya selalu heran, mengapa dengan "Puluhan ribu sekolah dalam keadaan rusak atau ambruk termasuk 70% sekolah di DKI Jakarta – Di Jakarta Saja, 179 Sekolah Tidak Layak Pakai! – Hampir 80% Gedung Sekolah di Pesawaran Rusak, dll","Jumlah ruang kelas (SD dan SMP) rusak berat juga meningkat, dari 640,660 ruang kelas (2000-2004 meningkat 15,5 persen menjadi 739,741 (2004-2008)." (ICW) – Kelihatannya makin lama makin banyak sekolah yang rusak!" – mengapa isu-isu sererti Internet Masuk Sekolah dan Teknologi ICT diPrioritisasikan (walapun jauh sekali dari cukup teknologi di lapangan dan tidak terbukti akan begitu bermanfaat). – Siapa yang beruntung?Kapan akan ada cukup teknologi?http://teknologipendidikan.com/rasiokomputer.html"Apakah Kebijakan terhadap TIK (ICT) di Sekolah MengancamPerkembangan Pendidikan?"http://teknologipendidikan.com/kebijakan-ict.htmlSolusi untuk pendidikan yang bermutu untuk semua bukan PLS tetapi memberantaskan korupsi di bidang pendidikan dan menyediakan pendidikan yang bermutu di sekolah oleh guru yang kreatif dan mampu melaksanakan Pembelajaran Kontekstual secara efektif…..http://pendidikan.net/pakem.htmlSalam Pendidikan
http://pendidikan.net/index.html#5langkahhttp://edukasi.kompas.com/read/2010/11/30/11440784/Tiga.Pejabat.DKI.Disamakan.dengan.Gayus
Phillip Rekdale; Maaf pak becanda OKB (Okelah Klo begitu)
anggaran pendidikan dialokasikan 20% dari APBN, dikota saya banyak sekali penyelewengan pengalokasiaan,penggunaan, pelaksanaan dari anggaran tersebut.Pak Philip Rekdale saya setuju sekali tentang bila kita melaksanakan PLS saya berharap sekali dengan sistem Bottom up, yang berdiri (vertikal) sejajar dengqan birokrasi namun tidak terlepas koordinasi dengan birokrasi itu sendiri (hingga tidak hilang arah) pertanyaanya adakah trobosan agar PLS diakui oleh birokrasi (pemerintah) hingga menjadi mitra dalam dunia pendidikan kita?harapan kedepan bila sistem ini telah dibentuk dan berjalan tentunya penekanan terhadap transparansi, akuntabilitas, partisipasi dunia pendidikan menjadi bisa menjadi salah satu prinsif utama.sehingga mungkin ini pak philip wabah penyakit KKN bisa ditekan.Saya yakin ini namun ini bukan pekerjaan mudah.."jangan tanyakan apa yang negara ini berikan buat kita, tapi apa yang kita berikan buat negara ini"
@Hendri Edi Sabhara – Terima kasihRe: "Pak Philip Rekdale saya setuju sekali tentang bila kita melaksanakan PLS"Maaf, sebetulnya yang saya bilang solusinya "bukan PLS":"Solusi untuk pendidikan yang bermutu untuk semua "bukan PLS" tetapi memberantaskan korupsi di bidang pendidikan dan menyediakan pendidikan yang bermutu di sekolah oleh guru yang kreatif dan mampu melaksanakan Pembelajaran Kontekstual secara efektif…..http://pendidikan.net/pakem.htmlKalau pendidikan umum yang disedian oleh pemerintah maupun sekolah suasta sudah bagus dan bermutu kita baru dapat melihat kebutuhan untuk PLS (kebutuhan spesifik), tetapi kita harus mengutamakan Mutu Pendidikan Di Sekolah.Salam Pendidikan
PLS banget sob..lanjutkan….
@An Rul Ndut Re: "PLS banget sob..lanjutkan"Kalau kita gagal melaksanakan pendidikan bermutu di sekolah saja, mengapa anda kira PLS yang bermutu dapat dilaksanakan secara luas? Terima kasih
mantap mas, salah satu Orientasi PLS yang mampu meningkatkan SDM
warga PLS lah yang nampaknya hrus memulai pembaruan yang lbh bijaksana….
peluang PLS sebtulnya banyak sekali…di mulai masyarakat bebas dri buta aksara dan d berikan keterampilan serta terus mndptkn bmbingn tentang pendidikan Insya Allah msyarakat bisa lebih maju dan lebih baik lagi kualitas shidupnya, mereka pun bisa mmbuka peluang pekerjaan tnpa harus melamar pekerjaan, mendingan melamar colon suami ato istri (hehehehe)…PLS lah yg mungkin bisa menjadi pendidikan altern
…pendidikan luar sekolah sangat perlu, faktanya manusia itu karakter dan pengetahuannya tidak hanya dibentuk oleh sekolah, jam di sekolah juga lebih sedikit dibanding jam berkehidupan sosial di luar sekolah, jadi sekolah memang perlu, tapi jangan didewa-dewakan, jangan semua anggaran pendidikan untuk pendidikan persekolahan, tapi jgua harus ada alokasi untuk pendidikan luar sekolah, lanjutkan kawan2 PLS
Mr Phillip Rekdale, meningkatkan mutu pendidikan di sekolah bila kita menggunakan definisi pendidikan bermutu menurut UNICEF negara ini belum mencapai itu karena peningkatan kesehatan masyarakat, infrastruktur, serta sistem pendidikan harus berjalan seiring (paralel),.nah pertanyaanya apakah tanggung jawab mewujudkan pendidikan bermutu tsb merupakan tanggung jawab pemerintah saja? tentu hal tsb tidak mungkin apabila kita menginginkan segera terwujudnya pendidikan yang bermutu disekolah dalam target kurun waktu tertentu.menurut saya diperlukannya akselerasi dan integrasi program baik antar lembaga pemerintah, lembaga swasta atau individu dalam mewujudkan mutu diatas.. apakah ini telah terwujud? apakah ini menjadi agenda dari pemerintah?saya rasa pemerintah telah memikirn
@Ahmad Hamdan – Terima kasihRe: "msyarakat bisa lebih maju dan lebih baik lagi kualitas shidupnya, mereka pun bisa mmbuka peluang pekerjaan tnpa harus melamar pekerjaan, mendingan melamar colon suami ato istri (hehehehe)…PLS lah yg mungkin bisa menjadi pendidikan alternatif.."Re: "msyarakat bisa lebih maju dan lebih baik lagi kualitas hidupnya"Maksudnya apa? Bagaimana bisa "lebih maju dan lebih baik lagi kualitas"? Bagaimana anda akan melaksanakan ini secara nyata?Bagaimana anda akan menkordinasikan, memonitor, menjaga mutu pembelajarannya, maupun menyediakan fasilitas, peralatan untuk keterampilan, dan melaksanakan pembelajaran kontekstual seperti ini: http://pendidikan.net/pakem.html Maupun bagaiamana cara anda untuk mendapapat akreditasi supaya dapat "membuka peluang pekerjaan". Ya, ini perlu dijelaskan dulu…Semoga S
@Hendri Edi Sabhara – Pertanyaan yang Hebat!Re: "nah pertanyaanya apakah tanggung jawab mewujudkan pendidikan bermutu tsb merupakan tanggung jawab pemerintah saja?"Memang tidak, kunci-nya adalah Manajemen Berbasis-Sekolahhttp://mbeproject.net/mbs.html dan kalau dilaksanakan bersama lingkungan luas dapat mencapaikan sesuatu yang di luara harapan.Saya sudah menyaksikan sekolah yang mencapaikan lab komputer di desa pada tahun 1998… Sekolah menjadi favorit (secara benaran) yang sebelumnya kurang diharg
@Hendri Edi Sabhara – lanjut…..Jadi saya dapat melihat bahwa lingkungan luas bisa termasuk lingkungan PLS dan mungkin oleh berkontribusi kepada, sambil menggunakan fasilitas sekolah (di luar jam kelas) beberapa isu dapat diatasi. Begini sangat sedikit sekolah betul mengerti MBS dan mungkin PLS dapat membantu melaksanakan MBS di sekolah-sekolah sampai sharing fasilitas-fasilitasnya…. Ini hanya ide yang muncul oleh pertanyaan anda dan belum mat
@Hendri Edi Sabhara – lanjut…..Jelas semuanya tergantung persepsi anda untuk misi PLS.Masalah dasar adalah seperti anda sebut di atas (UNICEF) kebutuhan untuk pendidikan yang bermutu di sekolah saja masih jauh dari standard-nya, itu sebabnya saya merasa membangun PLS yang bermutu dari nol tidak realistis. Kalau tidak bekerjasama dengan infratruktur yang ada saya kita PLS secara luas akan tetap
warga PLS lah yang nampaknya hrus memulai pembaruan yang lbh bijaksana……….
Sekarang sudah jam 5 pagi dan tadi malam saya sulit tidur memikirin dilema ini. Soalnya begini, dulu pada tahun 1984 di sini saya ingin membuat pendidikan alternatif yang seperti model TAFE di Australia PT-Kejuruan (targetnya yang kurang mampu, tetapi mendapat dukungan secara dana oleh pelajar yang mampu). Pada waktu itu saya dapat melihat bahwa untuk maju di dunia nyata Indonesia akan sangat perlu SDM yang tidak hanya mempunyai pengetahuan tetapi mempunyai "real skills" yang dapat digunakan secara kreatif/inovatif. Tetapi pada waktu itu kayaknya mimpi-nya anak mampu yang ingin masuk PT tetap S1/2 (kertas) dari universitas, dan jarang ada anak sini yang ingin belajar di TAFE di Australia juga.Dengan perkembangan Politeknik dan Institut Teknologi di sini saya kira masalahnya sudah mulai diatasi, tetapi dibanding dengan di Australia di mana pendidikan sampai SMA adalah gratis, dan TAFE adalah terjangkau untuk semua pelajar yang mau, di sini masih relatif sedikit yang berpartisipasi dan masih sangat sulit diakses untuk kebanyakan anak yang dari keluarga yang kurang mampu.Walpun kenyataan-nya di sini adalah 60% lulusan PT menganggur http://menganggur.com/ pendidikan di sekolah dan PT secara umum masih adalah sangat pasif (pembelajaran-pasif) yang tidak cocok kalau kita ingin lulusan-nya sebagai orang yang aktif, produktif, kreatif yang mampu membantu membangun negara kita. Untuk setiap lulusan yang aktif/kreatif, beliau mempunyai potensial untuk membuat pekerjaan untuk beberapa orang lain.Jadi masih ada tiga isu yang saya kira adalah sangat penting:1. Akses ke pendidikan "yang bermutu" untuk semua.2. Meningkatkan pembelajaran-aktif di semua sektor pendidikan termasuk PT3. Memberantaskan tantangan utama terhadap kemajuan pendidikan misalnya korupsi, dan birokrasi yang kurang fleksibel.Secara prinsip Kemendiknas mendukung pendidikan non-formal / PLS, walapun sampai di mana masih kurang jelas menurut saya, tetapi saya merasa kunci-nya kalau ingin membuat sistem PLS adalah "Formalize Konsep dan Peran PLS" (yang non-formal) supaya semua pihak 'seperti saya' dapat mengerti dengan jelas apa maksudnya, juga tujuannya, dan rencana-nya secara nyata untuk melaksanakan. Misalnya di Australia juga ada program-program yang dilaksanakan di Community Colleges yang mengadakan program untuk ibu-ibu rumah tangga sampai program seperti saya ikut dulu "Instructional Skills" yang diterima sebagai satandard untuk menjadi trainer/guru di sektor industri, jadi sangat luas tetapi berbasis-non-formal. Tetapi semuanya di bawah payung yang jelas. "Bukan Pendidikan Alternatif" – Tetapi pendidikan tambahan yang sesuai kebutuhan di lapangan. Pendidikan di Sekolah perlu diutamakan.Sebetulnya PLS sangat menarik karena ada kesempatan untuk menyampaikan pendidikan maupun keterampilan yang relevan ke semua pojok di Indonesia yang bisa sesuai dengan kebutuhan maupun kebudayaan masing-masing daerah. "Tetapi Tujuan-nya dan Cara Melaksanakan harus jelas dari awal". Retorika-nya enak, tetapi untuk berhasil akan perlu Hard Work!
P.S. Yang saya lupa tadi…Program-program oleh Community Colleges sering menggunakan ruang kelas sekolah biasa pada sore atau mal
peluang PLS sebtulnya banyak sekali…di mulai masyarakat bebas dri buta aksara dan d berikan keterampilan serta terus mndptkn bmbingn tentang pendidikan Insya Allah msyarakat bisa lebih maju dan lebih baik lagi kualitas shidupnya, mereka pun bisa mmbuka peluang pekerjaan tnpa harus melamar pekerjaan, mendingan melamar colon suami ato istri (hehehehe)…PLS lah yg mungkin bisa menjadi pendidikan alternatif..
…pendidikan luar sekolah sangat perlu, faktanya manusia itu karakter dan pengetahuannya tidak hanya dibentuk oleh sekolah, jam di sekolah juga lebih sedikit dibanding jam berkehidupan sosial di luar sekolah, jadi sekolah memang perlu, tapi jangan didewa-dewakan, jangan semua anggaran pendidikan untuk pendidikan persekolahan, tapi jgua harus ada alokasi untuk pendidikan luar sekolah, lanjutkan kawan2 PLS…!!!
Mr Phillip Rekdale, meningkatkan mutu pendidikan di sekolah bila kita menggunakan definisi pendidikan bermutu menurut UNICEF negara ini belum mencapai itu karena peningkatan kesehatan masyarakat, infrastruktur, serta sistem pendidikan harus berjalan seiring (paralel),.nah pertanyaanya apakah tanggung jawab mewujudkan pendidikan bermutu tsb merupakan tanggung jawab pemerintah saja? tentu hal tsb tidak mungkin apabila kita menginginkan segera terwujudnya pendidikan yang bermutu disekolah dalam target kurun waktu tertentu.menurut saya diperlukannya akselerasi dan integrasi program baik antar lembaga pemerintah, lembaga swasta atau individu dalam mewujudkan mutu diatas.. apakah ini telah terwujud? apakah ini menjadi agenda dari pemerintah?saya rasa pemerintah telah memikirnnya…
@Ahmad Hamdan – Terima kasihRe: "msyarakat bisa lebih maju dan lebih baik lagi kualitas shidupnya, mereka pun bisa mmbuka peluang pekerjaan tnpa harus melamar pekerjaan, mendingan melamar colon suami ato istri (hehehehe)…PLS lah yg mungkin bisa menjadi pendidikan alternatif.."Re: "msyarakat bisa lebih maju dan lebih baik lagi kualitas hidupnya"Maksudnya apa? Bagaimana bisa "lebih maju dan lebih baik lagi kualitas"? Bagaimana anda akan melaksanakan ini secara nyata?Bagaimana anda akan menkordinasikan, memonitor, menjaga mutu pembelajarannya, maupun menyediakan fasilitas, peralatan untuk keterampilan, dan melaksanakan pembelajaran kontekstual seperti ini: http://pendidikan.net/pakem.html Maupun bagaiamana cara anda untuk mendapapat akreditasi supaya dapat "membuka peluang pekerjaan". Ya, ini perlu dijelaskan dulu…Semoga Sukses!
@Hendri Edi Sabhara – Pertanyaan yang Hebat!Re: "nah pertanyaanya apakah tanggung jawab mewujudkan pendidikan bermutu tsb merupakan tanggung jawab pemerintah saja?"Memang tidak, kunci-nya adalah Manajemen Berbasis-Sekolahhttp://mbeproject.net/mbs.html dan kalau dilaksanakan bersama lingkungan luas dapat mencapaikan sesuatu yang di luara harapan.Saya sudah menyaksikan sekolah yang mencapaikan lab komputer di desa pada tahun 1998… Sekolah menjadi favorit (secara benaran) yang sebelumnya kurang dihargai….
@Hendri Edi Sabhara – lanjut…..Jadi saya dapat melihat bahwa lingkungan luas bisa termasuk lingkungan PLS dan mungkin oleh berkontribusi kepada, sambil menggunakan fasilitas sekolah (di luar jam kelas) beberapa isu dapat diatasi. Begini sangat sedikit sekolah betul mengerti MBS dan mungkin PLS dapat membantu melaksanakan MBS di sekolah-sekolah sampai sharing fasilitas-fasilitasnya…. Ini hanya ide yang muncul oleh pertanyaan anda dan belum matang…
@Hendri Edi Sabhara – lanjut…..Jelas semuanya tergantung persepsi anda untuk misi PLS.Masalah dasar adalah seperti anda sebut di atas (UNICEF) kebutuhan untuk pendidikan yang bermutu di sekolah saja masih jauh dari standard-nya, itu sebabnya saya merasa membangun PLS yang bermutu dari nol tidak realistis. Kalau tidak bekerjasama dengan infratruktur yang ada saya kita PLS secara luas akan tetap mimpi.
Sekarang sudah jam 5 pagi dan tadi malam saya sulit tidur memikirin dilema ini. Soalnya begini, dulu pada tahun 1984 di sini saya ingin membuat pendidikan alternatif yang seperti model TAFE di Australia PT-Kejuruan (targetnya yang kurang mampu, tetapi mendapat dukungan secara dana oleh pelajar yang mampu). Pada waktu itu saya dapat melihat bahwa untuk maju di dunia nyata Indonesia akan sangat perlu SDM yang tidak hanya mempunyai pengetahuan tetapi mempunyai "real skills" yang dapat digunakan secara kreatif/inovatif. Tetapi pada waktu itu kayaknya mimpi-nya anak mampu yang ingin masuk PT tetap S1/2 (kertas) dari universitas, dan jarang ada anak sini yang ingin belajar di TAFE di Australia juga.Dengan perkembangan Politeknik dan Institut Teknologi di sini saya kira masalahnya sudah mulai diatasi, tetapi dibanding dengan di Australia di mana pendidikan sampai SMA adalah gratis, dan TAFE adalah terjangkau untuk semua pelajar yang mau, di sini masih relatif sedikit yang berpartisipasi dan masih sangat sulit diakses untuk kebanyakan anak yang dari keluarga yang kurang mampu.Walpun kenyataan-nya di sini adalah 60% lulusan PT menganggur http://menganggur.com/ pendidikan di sekolah dan PT secara umum masih adalah sangat pasif (pembelajaran-pasif) yang tidak cocok kalau kita ingin lulusan-nya sebagai orang yang aktif, produktif, kreatif yang mampu membantu membangun negara kita. Untuk setiap lulusan yang aktif/kreatif, beliau mempunyai potensial untuk membuat pekerjaan untuk beberapa orang lain.Jadi masih ada tiga isu yang saya kira adalah sangat penting:1. Akses ke pendidikan "yang bermutu" untuk semua.2. Meningkatkan pembelajaran-aktif di semua sektor pendidikan termasuk PT3. Memberantaskan tantangan utama terhadap kemajuan pendidikan misalnya korupsi, dan birokrasi yang kurang fleksibel.Secara prinsip Kemendiknas mendukung pendidikan non-formal / PLS, walapun sampai di mana masih kurang jelas menurut saya, tetapi saya merasa kunci-nya kalau ingin membuat sistem PLS adalah "Formalize Konsep dan Peran PLS" (yang non-formal) supaya semua pihak 'seperti saya' dapat mengerti dengan jelas apa maksudnya, juga tujuannya, dan rencana-nya secara nyata untuk melaksanakan. Misalnya di Australia juga ada program-program yang dilaksanakan di Community Colleges yang mengadakan program untuk ibu-ibu rumah tangga sampai program seperti saya ikut dulu "Instructional Skills" yang diterima sebagai satandard untuk menjadi trainer/guru di sektor industri, jadi sangat luas tetapi berbasis-non-formal. Tetapi semuanya di bawah payung yang jelas. "Bukan Pendidikan Alternatif" – Tetapi pendidikan tambahan yang sesuai kebutuhan di lapangan. Pendidikan di Sekolah perlu diutamakan.Sebetulnya PLS sangat menarik karena ada kesempatan untuk menyampaikan pendidikan maupun keterampilan yang relevan ke semua pojok di Indonesia yang bisa sesuai dengan kebutuhan maupun kebudayaan masing-masing daerah. "Tetapi Tujuan-nya dan Cara Melaksanakan harus jelas dari awal". Retorika-nya enak, tetapi untuk berhasil akan perlu Hard Work! Siap?
P.S. Yang saya lupa tadi…Program-program oleh Community Colleges sering menggunakan ruang kelas sekolah biasa pada sore atau malam….
semoga apa yang menjadi cita – cita bangsa yakni ” menjadikan rakyat indonesia yang sesungguhnya ” bisa terlaksana,,meskipun harus belajar tanpa pendidikan formal.tapi kendalanya adalah indonesia sekarang lebih percaya dengan selembar ijazah drpada keterampilan yang ada…semoga itu tidak terjadi di masa yang akan datang.
mudah2an sj. butuh sinergi kuat!
Ahhhhh…….. Saya barusan membaca HASIL PRA KONGRES IMADIKLUS dan di paling bawah ada:"Pendidikan luar sekolah (bahasa Inggris: Out of school education) adalah pendidikan yang dirancang untuk membelajarkan warga belajar agar mempunyai jenis keterampilan dan atau pengetahuan serta pengalaman yang dilaksanakan di luar jalur pendidikan formal (persekolahan)." Ya itu definisi yang sangat bagus, tetapi konsep "BELAJAR TANPA SEKOLAH" adalah masalah-nya menurut saya, dan waktu saya membaca tulisan di atas konsep di sini adalah sepertinya PLS didukung karena sistem sekolah gagal untuk menemui kebutuhan banyak anak, apa lagi yang miskin.Re: "Tapi dua hal ini bisa kita kerucutkan lagi menjadi satu masalah: kelemahan manusia, karena sistem juga di buat manusia. Kelemahan-kelemahan manusia ini adalah hasil dari akumulasi kesalahan sebuah sistem pada satu aspek kehidupan yaitu pendidikan. Masalah utama kita adalah lemahnya sistem pendidikan.Terdapat satu tawaran dunia yang mulai maju akhir-akhir ini meskipun sebenarnya telah lebih dulu lahirnya. Pendidikan non-formal menjadi satu dari banyak solusi dari permasalahan pokok di atas."Re: "Tapi dua hal ini bisa kita kerucutkan lagi menjadi satu masalah: kelemahan manusia, karena sistem juga di buat manusia."Saya saaaaaaaaangat setuuuuuuuju! SDM-SDM-SDMSDM yang bermutu adalah solusinya bukan sistem baru atau alternatif kan? – Karena isu utama "kelemahan manusia" tidak diatasi dan pasti akan muncul lagi dalam sistem yang mana saja asal di bawah birokrat-birokrat di mana ada "kelemahan manusia" apa lagi banyak kepentingan sendiri, korupsi maupun kepentingan politik.Re: "Pendidikan non-formal menjadi satu dari banyak solusi dari permasalahan pokok di atas."Na, ini masalahnya "Pendidikan non-formal" bukan solusi untuk "kelemahan manusia" yang dapat muncul dan menghancurkan sistem yang mana saja, ini hanya pikiran seperti "lari dari masalah", dan ini adalah solusi yang tidak bertanggungjawab dan selalu gagal.1. Kita harus menghadapai masalah-masalah "kelemahan manusia" kalau ingin maju (bisa diganti :-). Sistem sekolah tetap diutamakan!2. Sesuai definisi "Pendidikan Luar Sekolah" (di atas) PLS dapat menambah pendidikan sesuai kebutuhan dan keinginan masyarakat dan mulai menghadapi isu-isu yang rial (nyata) seperti kemiskinan, pengangguran, maupun mendukung peran aktif di lingkungan-lingkingan kita. Enrichment! Meningkatkan mutu pendidikan-nya sesuai kebutuhan. PLS adalah Tambahan (Enrichmant) – Bukan solusi terhadap "kelemahan manusia" di sektor Pendidikan Formal.3. PLS dapat di laksanakan di luar, di tenda, di rumah seorang, di kantor pemerintah, maupun Di SEKOLAH (luar jam kelas), bukan isu.Semoga S
Ahhhhh…….. Saya barusan membaca HASIL PRA KONGRES IMADIKLUS dan di paling bawah ada:"Pendidikan luar sekolah (bahasa Inggris: Out of school education) adalah pendidikan yang dirancang untuk membelajarkan warga belajar agar mempunyai jenis keterampilan dan atau pengetahuan serta pengalaman yang dilaksanakan di luar jalur pendidikan formal (persekolahan)." Ya itu definisi yang sangat bagus, tetapi konsep "BELAJAR TANPA SEKOLAH" adalah masalah-nya menurut saya, dan waktu saya membaca tulisan di atas konsep di sini adalah sepertinya PLS didukung karena sistem sekolah gagal untuk menemui kebutuhan banyak anak, apa lagi yang miskin.Re: "Tapi dua hal ini bisa kita kerucutkan lagi menjadi satu masalah: kelemahan manusia, karena sistem juga di buat manusia. Kelemahan-kelemahan manusia ini adalah hasil dari akumulasi kesalahan sebuah sistem pada satu aspek kehidupan yaitu pendidikan. Masalah utama kita adalah lemahnya sistem pendidikan.Terdapat satu tawaran dunia yang mulai maju akhir-akhir ini meskipun sebenarnya telah lebih dulu lahirnya. Pendidikan non-formal menjadi satu dari banyak solusi dari permasalahan pokok di atas."Re: "Tapi dua hal ini bisa kita kerucutkan lagi menjadi satu masalah: kelemahan manusia, karena sistem juga di buat manusia."Saya saaaaaaaaangat setuuuuuuuju! SDM-SDM-SDMSDM yang bermutu adalah solusinya bukan sistem baru atau alternatif kan? – Karena isu utama "kelemahan manusia" tidak diatasi dan pasti akan muncul lagi dalam sistem yang mana saja asal di bawah birokrat-birokrat di mana ada "kelemahan manusia" apa lagi banyak kepentingan sendiri, korupsi maupun kepentingan politik.Re: "Pendidikan non-formal menjadi satu dari banyak solusi dari permasalahan pokok di atas."Na, ini masalahnya "Pendidikan non-formal" bukan solusi untuk "kelemahan manusia" yang dapat muncul dan menghancurkan sistem yang mana saja, ini hanya pikiran seperti "lari dari masalah", dan ini adalah solusi yang tidak bertanggungjawab dan selalu gagal.1. Kita harus menghadapai masalah-masalah "kelemahan manusia" kalau ingin maju (bisa diganti :-). Sistem sekolah tetap diutamakan!2. Sesuai definisi "Pendidikan Luar Sekolah" (di atas) PLS dapat menambah pendidikan sesuai kebutuhan dan keinginan masyarakat dan mulai menghadapi isu-isu yang rial (nyata) seperti kemiskinan, pengangguran, maupun mendukung peran aktif di lingkungan-lingkingan kita. Enrichment! Meningkatkan mutu pendidikan-nya sesuai kebutuhan. PLS adalah Tambahan (Enrichmant) – Bukan solusi terhadap "kelemahan manusia" di sektor Pendidikan Formal.3. PLS dapat di laksanakan di luar, di tenda, di rumah seorang, di kantor pemerintah, maupun Di SEKOLAH (luar jam kelas), bukan isu.Semoga Sukses!
Fotonya bagus, aku senang ternyata bangsaku tak benar-benar bobrok. 2 Tunas bangsa terlihat asik belajar, meski lingkungan mereka tidak mendukung. Wajah mereka tidak meggambarkan mereka sedang kecewa, iri, atau sedih. Kita yang ngakunya PLS ayo dong SEMANGATI MEREKA untuk terus belajar, dengan MEDIA apapun,DIMANA_ pun dan KAPANnpun. Mungkin kita sedikit tragis melihat keadaan mereka, tapi semoga dari sanalah para tunas bangsa itu muncul, dan semoga mereka lebih mengerti tentang nasib bangsa ini.
Semangat,….
Terus belajar ya adek2q sayang, bangsa ini membutuhkan penerus seperti kalian…. (^_^)
Dalam memperoleh dan mendapatkan Pendidikan, memang tidak harus berada atau harus bersekolah.. karena untuk saat ini pendidikan sekolah sangatlah tidak murah, dan sangat membebabani golongan masyarakat yang belum mampu.
Kita sebagai calon petugs pendidik masyarakat harus dengan sungguh-sungguh dalam memberika pembelajaran bagi golongan yang tidak mampu tersebut, karena mereka mempunyai hak yang sama dengan golongan yang sudah mampu dalam memperoleh Pendidikan.
Mantap pisan tah
maju terus pendidikan non formal, kita perlihatkan bahwa kita juga bisa
YUpppppppp
PLS Bisaa
Semngat Tman2 PLs
aq dari PLS ’10 UNimed medan
slam knal bwat tman-tman smua…….
Bravo PLS
wah semangat kawan… salah satu pondasi dasar bangsa ini selain agama adalah pendidikan. karena pendidikan merupakan tonggak dasar bagi perjuangan selanjutnya. go ahead PLS
Okke makasih kawan