Kebutuhan masyarakat akan pendidikan nonformal (PNF) sekarang ini semakin bertambah meningkat. Banyak faktor yang mendorong terjadinya peningkatan kebutuhan PNF dalam kehidupan masyarakat. Perubahan masyarakat yang terjadi sangat cepat sekarang ini menyebabkan hasil pendidikan yang diperoleh di sekolah (pendidikan formal) menjadi tidak sesuai atau tertinggal dari tuntutan baru dalam dunia kerja. Ilmu pengetahuan, dan keterampilan yang diperoleh dari sekolah seolah-olah semakin cepat menjadi usang dan kurang dapat digunakan untuk memecahkan tantangan baru yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Kondisi semacam ini menuntut adanya layanan pendidikan yang dilakukan oleh masyarakat maupun pemerintah yang berfungsi sebagai penambah atau pelengkap pendidikan formal. Pendidikan formal sering kurang dapat merespon bermacam-macam kebutuhan baru yang berkembang di masyarakat sebagaimana dijelaskan di atas, sehingga tuntutan layanan pendidikan nonformal sangat dibutuhkan.
Di samping itu terdapat fenomena banyaknya angka putus sekolah atau tidak dapat menyelesaikan satu jenjang pendidikan sekolah disebabkan karena beberapa alasan seperti keadaan ekonomi orang tua, ketidakcocokan siswa dengan kehidupan sekolah yang bersifat elitis, formalisme yang kaku dalam pola hubungan antara guru dan murid, kurikulum yang terasing dari kehidupan masyarakat. Siswa yang mengalami putus sekolah sering bukan sekedar mereka yang berlatar belakang ekonomi rendah, tetapi juga terdapat mereka yang berasal dari keluarga ekonomi mapan, tetapi mereka merasa tidak cocok atau merasa terpenjara dalam sekolah, dan merasa bosan dengan formalisme dan rutinitas kehidupan sekolah. Fenomena siswa putus sekolah dapat terjadi di sekolah pedesaan maupun di perkotaan. Apabila kita mengharapkan mereka yang putus sekolah tidak kehilangan kesempatan untuk memperoleh layanan pendidikan, maka pendidikan nonformal sering menjadi alternatif layanan pendidikan yang lebih sesuai dengan kebutuhan mereka.
Fenomena angka putus sekolah yang masih cukup besar diperparah dengan masih adanya warga masyarakat yang menderita buta aksara (membaca dan menulis) secara fungsional karena belum tuntasnya pencapaian pendidikan dasar bagi semua warga negara usia pendidikan dasar. Di sini tidak dapat ditampilkan data kuantitatif siswa yang putus sekolah dan mereka yang buta aksara fungsional, karena keterbatasan terhadap jangkauan perolehan data tersebut. Namun demikian, secara kualitatif adanya fenomena ini menunjukkan keprihatinan kita atas belum tuntasnya layanan program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun yang dilakukan oleh sekolah.
Pendidikan nonformal sekarang ini, dalam rangka membantu menuntaskan program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun, dilibatkan dalam layanan pendidikan program wajib belajar tersebut. Kemunculan program pendidikan kesetaraan dalam pendidikan nonformal yaitu program Paket A setara SD, Paket B setara SMP, paket C setara SMA lebih dipicu oleh kebutuhan penuntasan program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun (Paket A dan Paket B) di samping memberi akses pendidikan yang lebih tinggi yaitu Paket C. Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 26 ayat 1 menyebutkan sebagai berikut:
Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidik formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat.
Dalam pengertian undang-undang ini program kesetaraan yang dilakukan oleh bidang pendidikan nonformal, dapat dimasukkan dalam fungsinya sebagai pengganti pendidikan formal, seolah-olah mereka yang tidak dapat mengikuti atau tidak menyelesaikan satu jenjang pendidikan formal dapat digantikan melalui program kesetaraan. Program pendidikan nonformal adalah bermacam-macam. Pasal 26 ayat 3 menyebutkan beragam program pendidikan nonformal sebagai berikut:
Pendidikan nonformal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan Ki Hajar Dewantara (Bapak Pendidikan Nasional Indonesia) membedakan pendidikan menjadi tiga pusat pendidikan yaitu: pendidikan keluarga, pendidikan sekolah, dan pendidikan masyarakat. Tiga pusat pendidikan rumusan Ki Hajar Dewantara tersebut tampaknya diganti dengan istilah lain yaitu jalur pendidikan. Pasal 13 Undang-Undang Sisdiknas No.20 Tahun 2003 menyebutkan: Ayat 1, jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya. Ayat 2, pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 diselenggara- kan dengan sistem terbuka melalui tatap muka dan/ atau melalui jarak jauh.
Pendidikan nonformal tampaknya dipandang identik dengan pendidikan masyarakat (konsep Ki Hajar Dewantara), tetapi sesungguhnya menurut pendapat saya terdapat nuansa, fungsi, dan orientasi yang berbeda. Pendidikan masyarakat memiliki bentuk orientasi dan fungsi lebih luas. keterampilan, pelatihan kerja, Bentuk pendidikan yang pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan ke- mampuan peserta didik.”
Bunyi ayat 3 ini tampak- nya ingin menyebutkan satu persatu program layanan pendidikan yang termasuk bagian pendidikan nonformal. Tetapi tampaknya tidak dapat menyebut satu persatu secara tuntas, hal ini ditunjukkan bunyi bagian kalimat terakhir, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan ke- Apabila pendidikan nonformal dipandang sebagai pendidikan masyarakat maka bentuk, tujuan, dan kegiatan pendidikan nonformal seharusnya menyentuh seluruh dimensi dari kehidupan masyarakat, sebagaimana konsep pendidikan sepanjang hayat yang menekankan bahwa seluruh aktivitas kehidupan dapat diartikan sebagai aktivitas belajar atau pendidikan. diselenggarakan di masyarakat adalah bermacam-macam bukan hanya pendidikan nonformal yang diselenggarakan secara sistematis, dengan tujuan dan kurikulum yang terstruktur. Di masyarakat masih banyak bentuk pen- didikan lain yang sering tidak dirancang secara sistematis, yang terjadi secara alami menyatu dalam semua kegiatan kehidupan seperti kegiatan dalam pekerjaan, peristiwa seni
budaya, olahraga, keagamaan, mampuan peserta didik. Dengan demikian, terdapat peluang untuk memasukkan program layanan pendidikan nonformal lain yang masih belum disebut. Pemahaman tentang cakupan kegiatan (layanan) pendidikan nonformal membutuhkan interpretasi yang luas, mungkin bukan sekedar apa yang sudah disebutkan pada ayat 3 tersebut di atas, sehingga dapat menyebutkan program layanan pendidikan nonformal lain. Lebih-lebih apabila fungsi pendidikan nonformal diletakkan sebagai bagian yang mendukung pendidikan sepanjang hayat maka banyak kegiatan pendidikan masyarakat yang dapat dimasukkan seperti pendidikan olahraga masyarakat, pendidikan rekreasi untuk mengisi waktu luang, bahkan pendidikan seni budaya masyarakat
Dalam pengertian undang-undang ini program kesetaraan yang dilakukan oleh bidang pendidikan nonformal, dapat dimasukkan dalam fungsinya sebagai pengganti pendidikan formal, seolah-olah mereka yang tidak dapat mengikuti atau tidak menyelesaikan satu jenjang pendidikan formal dapat digantikan melalui program kesetaraan.
Program pendidikan nonformal adalah bermacam-macam. Pasal 26 ayat 3 menyebutkan beragam program pendidikan nonformal sebagai berikut:
Pendidikan nonformal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan Ki Hajar Dewantara (Bapak Pendidikan Nasional Indonesia) membedakan pendidikan menjadi tiga pusat pendidikan yaitu: pendidikan keluarga, pendidikan sekolah, dan pendidikan masyarakat. Tiga pusat pendidikan rumusan Ki Hajar Dewantara tersebut tampaknya diganti dengan istilah lain yaitu jalur pendidikan. Pasal 13 Undang-Undang Sisdiknas No.20 Tahun 2003 menyebutkan: Ayat 1, jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya. Ayat 2, pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 diselenggara- kan dengan sistem terbuka melalui tatap muka dan/ atau melalui jarak jauh.
Pendidikan nonformal tampaknya dipandang identik dengan pendidikan masyarakat (konsep Ki Hajar Dewantara), tetapi sesungguhnya menurut pendapat saya terdapat nuansa, fungsi, dan orientasi yang berbeda. Pendidikan masyarakat memiliki bentuk orientasi dan fungsi lebih luas. keterampilan, pelatihan kerja, Bentuk pendidikan yang pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan ke- mampuan peserta didik.” Bunyi ayat 3 ini tampak- nya ingin menyebutkan satu persatu program layanan pendidikan yang termasuk bagian pendidikan nonformal. Tetapi tampaknya tidak dapat menyebut satu persatu secara tuntas, hal ini ditunjukkan bunyi bagian kalimat terakhir, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan ke-
Apabila pendidikan nonformal dipandang sebagai pendidikan masyarakat maka bentuk, tujuan, dan kegiatan pendidikan nonformal seharusnya menyentuh seluruh dimensi dari kehidupan masyarakat, sebagaimana konsep pendidikan sepanjang hayat yang menekankan bahwa seluruh aktivitas kehidupan dapat diartikan sebagai aktivitas belajar atau pendidikan. diselenggarakan di masyarakat adalah bermacam-macam bukan hanya pendidikan nonformal yang diselenggarakan secara sistematis, dengan tujuan dan kurikulum yang terstruktur. Di masyarakat masih banyak bentuk pen- didikan lain yang sering tidak dirancang secara sistematis, yang terjadi secara alami menyatu dalam semua kegiatan kehidupan seperti kegiatan dalam pekerjaan, peristiwa seni budaya, olahraga, keagamaan, mampuan peserta didik. Dengan demikian, terdapat peluang untuk memasukkan program layanan pendidikan nonformal lain yang masih belum disebut.
Pemahaman tentang cakupan kegiatan (layanan) pendidikan nonformal membutuhkan interpretasi yang luas, mungkin bukan sekedar apa yang sudah disebutkan pada ayat 3 tersebut di atas, sehingga dapat menyebutkan program layanan pendidikan nonformal lain. Lebih-lebih apabila fungsi pendidikan nonformal diletakkan sebagai bagian yang mendukung pendidikan sepanjang hayat maka banyak kegiatan pendidikan masyarakat yang dapat dimasukkan seperti pendidikan olahraga masyarakat, pendidikan rekreasi untuk mengisi waktu luang, bahkan pendidikan seni budaya masyarakat
Sumber http://journal.unj.ac.id/unj/index.php/jiv/article/view/2756