Ikatan Mahasiswa Pendidikan Luar Sekolah

Memahami Pendidikan Luar Sekolah (PLS) di Indonesia

admin imadiklus

Pendidikan merupakan fondasi utama bagi kemajuan individu dan peradaban suatu bangsa. Di Indonesia, sistem pendidikan tidak hanya terbatas pada jalur formal yang terstruktur di sekolah, melainkan juga mencakup Pendidikan Luar Sekolah (PLS). PLS hadir sebagai respons terhadap kebutuhan belajar masyarakat yang beragam, memberikan kesempatan bagi setiap individu untuk terus belajar dan berkembang sepanjang hayat.

Definisi dan Hakikat Pendidikan Luar Sekolah

Pendidikan luar sekolah (PLS) di Indonesia secara fundamental didefinisikan sebagai pendidikan yang diselenggarakan di luar sekolah, baik yang dilembagakan maupun tidak. Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1991 Pasal 1 secara lugas menyatakan definisi ini, menandai pengakuan resmi terhadap jalur pendidikan ini dalam kerangka hukum nasional.

Lebih dari sekadar kegiatan belajar di luar lingkungan sekolah, berbagai pandangan ahli dan kebijakan memperkaya pemahaman mengenai PLS. Phillips H. Combs, misalnya, mendefinisikan PLS sebagai kegiatan pendidikan yang terorganisir di luar sistem formal, yang dirancang untuk memberikan layanan kepada sasaran didik tertentu guna mencapai tujuan-tujuan belajar. Sudjana menambahkan bahwa PLS melibatkan komunikasi yang teratur dan terarah, di mana individu atau kelompok memperoleh informasi, pengetahuan, latihan, dan bimbingan yang sesuai dengan usia dan kebutuhan hidup mereka. Penjelasan ini menunjukkan bahwa PLS adalah sebuah kesempatan belajar yang terstruktur dan bertujuan spesifik.

Perpaduan antara definisi hukum yang luas dan interpretasi ahli yang lebih rinci ini menyoroti pemahaman yang mendalam tentang PLS. Ini bukan sekadar “pendidikan di luar sekolah” dalam pengertian umum, tetapi sebuah sistem yang terorganisir, terstruktur, dan memiliki tujuan yang jelas. Penekanan pada aspek “terorganisir” dan “terarah” menunjukkan bahwa PLS merupakan intervensi yang disengaja dan terencana untuk mengisi kesenjangan pendidikan yang mungkin tidak dapat dipenuhi oleh sistem formal. Ini menegaskan posisi PLS sebagai komponen yang sah dan vital dalam sistem pendidikan nasional, bukan hanya sebagai kumpulan aktivitas insidental. Pemahaman ini sangat penting untuk mengapresiasi peran PLS dalam kebijakan pendidikan dan alokasi sumber daya.

Hakikat PLS adalah sebagai sarana belajar masyarakat yang sangat fleksibel. Fleksibilitas ini berarti pembelajaran tidak terbatas pada usia, waktu, media, sarana, jarak, atau tempat, dengan tujuan utama untuk memperbaiki taraf hidup individu. PLS berlandaskan pada kebutuhan aktual masyarakat, berupaya memberdayakan mereka dengan berbagai kompetensi yang relevan.

Ciri-ciri dan Karakteristik PLS

Pendidikan luar sekolah memiliki karakteristik yang membedakannya secara signifikan dari pendidikan formal, menjadikannya adaptif dan relevan bagi berbagai segmen masyarakat. Ciri-ciri utamanya meliputi:

Waktu Belajar Fleksibel dan Singkat: Waktu belajar di PLS cenderung lebih singkat dibandingkan pendidikan formal dan dapat disesuaikan dengan situasi serta kondisi peserta didik dan lingkungan mereka. Fleksibilitas ini memungkinkan partisipasi bagi individu yang memiliki keterbatasan waktu atau tanggung jawab lain, seperti pekerjaan atau keluarga.
Program dan Materi Berbasis Kebutuhan: Program dan kegiatan pendidikan dirancang secara khusus untuk memenuhi tuntutan dan kebutuhan belajar spesifik masyarakat. Materi yang disampaikan bersifat praktis dan dapat segera dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari atau untuk memasuki dunia kerja.

  1.  Tidak Mengenal Kelas atau Jenjang Kaku: Berbeda dengan pendidikan formal yang memiliki jenjang kelas yang ketat, PLS tidak mengenal sistem kelas atau jenjang yang kaku. Persyaratan pendaftaran umumnya lebih fleksibel, tanpa batasan usia atau latar belakang pendidikan yang ketat.
  2. Berpusat pada Warga Belajar (Learner-Centered): Kegiatan pembelajaran berpusat pada peserta didik, memungkinkan penggunaan berbagai sumber belajar yang variatif sesuai dengan kebutuhan individu. Pendekatan ini mendorong kemandirian belajar dan memberikan kontrol lebih besar kepada peserta didik terhadap aktivitas belajar mereka.
  3. Efisiensi Sumber Daya: PLS memanfaatkan tenaga dan sarana yang tersedia di masyarakat dan lingkungan kerja, sehingga dapat beroperasi secara efisien.
  4. Orientasi pada Keterampilan dan Aplikasi Praktis: Tujuan utama PLS adalah membekali peserta didik dengan keterampilan dan pengetahuan yang memiliki manfaat langsung bagi kehidupan sehari-hari dan prospek kerja.
  5. Manajemen Terpadu dan Terarah: Meskipun fleksibel, PLS tetap dijalankan dengan manajemen yang terpadu dan terarah untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.

Ciri-ciri ini secara konsisten menekankan pendekatan pedagogis yang berbeda dari pendidikan formal, yaitu “berbasis kebutuhan,” “praktis,” “fleksibel,” dan “berpusat pada peserta didik.” Adaptabilitas yang melekat ini menjadi kunci efektivitas PLS dalam menjangkau populasi yang beragam dan mengatasi kebutuhan mendesak di dunia nyata. Hal ini sangat kontras dengan sistem pendidikan formal yang seringkali kaku dan terstandardisasi. Desain PLS yang disengaja untuk responsif, relevan, dan mudah diakses oleh individu yang kebutuhan belajarnya tidak terpenuhi oleh sekolah tradisional, menunjukkan bahwa fleksibilitas ini merupakan keunggulan strategis dalam mengatasi ketidaksetaraan pendidikan dan mempromosikan pembelajaran sepanjang hayat.

Bagikan:

[addtoany]

Tags

Related Post

Tinggalkan komentar

Lifelong Education Journal, jurnal ilmiah yang diterbitkan oleh Ikatan Mahasiswa Pendidikan Luar Sekolah (IMADIKLUS)pendidikan nonformal