“Kemerdekaan ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan” pembukaan UUD 1945, Alinea ke-4.
Kemerdekaan mempunyai makna penting terhadap kehidupan pribadi, masyarakat, berbangsa dan bernegara sesuai dengan amanat pembukaan UUD 1945 alinea ke-4. Kemerdekaan adalah hak segala bangsa, hak semua orang terhadap segala jenis penjajahan, perbudakan serta bentuk bentuk pelanggaran hak asasi lainnya.
Secara historis, pejuang Indonesia baik pemuda, maupun golongan tua dalam memperoleh kemerdekaan, mengorbankan kebebasan pribadinya untuk memperoleh kemerdekaan. Perang fisik, cucuran darah, keringat dan air mata.
Dewasa ini, di era millenial ini, seharus pemuda merefleksikan perjuangan pemuda era dulu dalam memperoleh kemerdekaan dengan menjadi garda terdepan dalam membangun peradaban bangsa Indonesia dengan ilmu pengetahuan dan teknologi yang ia kuasai, kreatifitas tinggi serta mempunyai inovasi yang dapat membangun peradaban baru Indonesia kearah yang lebih baik. Sangat penting bagi pemuda millenial memaknai kemerdekaan Indonesia, sebagai bahan refleksi, pemuda dapat terus mengobarkan semangat nasionalisme dan patriotisme, selalu positif dalam mengembangkan minat dan bakat, serta mendedikasikan kemampuan nya terhadap pembangunan peradaban Indonesia.
· Semangat Nasionalisme dan patriotisme
Pada dasarnya, semangat nasionalisme dan patriotisme merupakan kesadaran suatu warga negara akan pentingnya ketunggalan bangsa (nation state). Konsep tersebut bersifat idiologis dan disosialisasikan kepada setiap anggota (warga) negara. Nasionalisme dan wawasan kebangsaan mengikat warga negara dalam beberapa hal, yakni (a) memiliki kesadaran sebagai satu bangsa, yang dapat memperkuat rasa kebangsaan, persatuan dan kesatuan, (b) jiwa, semangat, dan nilai-nilai patriotik, yang berkaitan dengan perasaan cinta tanah air, cinta kepada tanah tumpah darah, cinta kepada negara dan bangsa, cinta kepada milik budaya bangsa sendiri, kerelaan untuk membela tanah airnya, (c) jiwa, semangat dan nilai-nilai kreatif dan inovatif, dan (d) jiwa, semangat, dan nilai-nilai yang mampu membentuk kepribadian, watak dan budi luhur bangsa.
Sementara patriotisme adalah rasa identitas dan realistis. Kita harus melihat, menerima, dan mengembangkan watak dan kepribadian bangsa. Dengan melihat bangsa sendiri, kita harus menerima apa adanya dengan kelebihan dan kekurangannya, menerima dengan lapang. Kelebihannya dapat kita jadikan kekuatan, dan apa yang menjadi kekurangan dapat kita lihat sebagai daya yang dapat merusak diri sendiri sehingga perlu diperhatikan. Dengan melihat dan menerimanya diharapkan kita dapat memiliki sikap rela berkorban tersebut.
· Positif Mengembangkan Minat dan Bakat
Dalam kenyatannya, bakat atau nature sering diartikan sebagai talenta, yakni kemampuan tertentu yang unik, kecakapan, gift (anugerah) yang dimiliki seseorang. Pengertian ini mengalami perkembangan signifikan dengan munculnya pengertian menurut Gallup (2001) bahwa bakat merupakan pola pikir, perasaan dan perilaku yang berulang-ulang dan dapat meningkatkan produktivitas. Berdasarkan pengertian tersebut, maka bakat itu tidak hanya menyangkut kecakapan tertentu, tetapi juga berkaitan dengan adanya peran untuk mengembangkan. Dalam hal ini, minat menjadi faktor penting yang berfungsi sebagai nurture yang akan membantu pengembangan bakat tersebut. Minat merupakan suatu pemusatan perhatian secara tidak sengaja yang terlahir dengan penuh kemauan, rasa ketertarikan, keinginan, dan kesenangan. Ciri umum minat ialah adanya perhatian yang besar, memiliki harapan yang tinggi, berorientasi pada keberhasilan, mempunyai kebangggaan, kesediaan untuk berusaha dan mempunyai pertimbangan yang positif. Minat dapat dikatakan sebagai dorongan kuat bagi seseorang untuk melakukan segala sesuatu dalam mewujudkan pencapaian tujuan dan cita-cita yang menjadi keinginannya.
Bentuk pengabdian masyarakat juga variatif, tak selalu terpaku pada bakti sosial kilat dengan sembako seadanya seperti yang dilakukan partai-partai politik menjelang pemilu. Menyelenggarakan pendidikan gratis atau memberdayakan sumber daya manusia suatu daerah, bahkan membeli produk lokal juga merupakan salah satu bentuk pengabdian masyarakat. Suatu gerakan pemberdayaan masyarakat apapun bentuknya adalah bagian dari pengabdian masyarakat. Banyak contoh pengabdian masyarakat yang muncul dewasa ini dan mayoritas digagas oleh kaum intelek muda seperti Indonesia Mengajar, Indo Historia, atau LSM-LSM non-profit dan NGO.
Dengan membentuk masyarakat yang maju maka secara tak langsung akan terbentuk pula sebuah peradaban yang maju karena sebuah peradaban berawal dari kumpulan masyarakat yang saling mempengaruhi dan melengkapi. Seandainya ada satu saja masyarakat yang baik maka kebaikannya akan menular pada masyarakat yang lain dan sampai akhirnya seluruh masyarakat akan baik juga dari sebuah komunitas kecil kemudian tumbuh menjadi komunitas yang besar hingga masyarakat yang besar.
Untuk hal itulah mahasiswa ada, mereka harus menjadi pemicu terbentuknya peradaban yang maju dengan pengabdian melalui pemberdayaan masyarakat sebagai awalannya karena pengabdian merupakan salah satu Tri Dharma perguruan tinggi dan sudah merupakan kewajiban bagi kaum akademik untuk memenuhinya. Selain itu, tuntutan akal dan etika juga akan membuat mahasiswa sadar akan kewajibannya sebagai seorang intelek.
Dari segala sektor yang menunjang pembangunan Indonesia, sektor utama bagi penulis adalah pendidikan. Sebab Aset terbesar dari suatu negara bukanlah sumber daya alamnya, melainkan sumber daya manusianya. Oleh karena itu, untuk mendapatkan kemerdekaan yang sesungguhnya, diperlukan perbaikan kualitas sumber daya manusia Indonesia, terutama dalam hal pendidikan.
Oleh karenanya, peningkatan mutu pendidikan, pemerataan fasilitas serta kesempatan pendidikan. Untuk mewujudkan perihal tersebut, harus diperlukan peran dari berbagai pihak. Baik pemerintah, masyarakat serta pemuda/mahasiswa.
Langkah konkret yang saya ambil dalam rangka refleksi 74 tahun indonesia merdeka, sejauh ini bersama salah satu organisasi mahasiswa non profit, telah mendirikan sebuah Taman Baca Masyarakat, memfasilitasi pendidikan nonformal /masyarakat untuk memperoleh pendidikan selain dari pendidikan formal yang belum mempunyai media pembelajaran yang maksimal.
Idealnya, nasionalisme terbentuk dari interaksi antar elemen di dalam suatu bangsa dan tanggapan bangsa itu terhadap lingkungan, sejarah, dan cita-citanya. Substansi nasionalisme Indonesia memiliki dua unsur; Pertama, kesadaran mengenai persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia yang terdiri dari suku, etnik, dan agama.
Kedua, kesadaran bersama bangsa Indonesia dalam menghapuskan segala bentuk pensubordinasian, penjajahan, dan penindasan dari bumi Indonesia. b. Pendidikan adalah win win solution untuk menjaga nasionalisme bangsa c. Generasi muda pada hakikatnya, adalah generasi pemula yang perlu mendapat bimbingan dan arahan oleh generasi sebelumnya. Jika pemimpin Indonesia tidak mampu memberikan tauladan kebaikan, maka berdampak hilangnya semangat nasionalisme. Untuk itulah perlu adanya perbaikan moral pemimpin bangsa. Rakyat harus dicerdaskan dengan tidak lagi memilih sembarang pemimpin dan harus mau memilah media sebagai tambahan ilmu dan informasi. d. Kampus-kampus Islam khususnya, perlu kembali membudayakan upacara bendera setiap hari senin. Aktifitas ini akan menjadi kebiasaan dan kebutuhan jika dijadikan prioritas untuk kembali menumbuhkan semangat nasionalisme. e. Pemerintah harus mengupayakan, melahirkan generasi penerus bangsa yang berjiwa nasionalis, religius dan mampu mengembangkan teknologi. Generasi ini adalah generasi terbaik yang mampu membangun Indonesia. Semangat nasionalisme pemuda jika diimbangi.
DAFTAR PUSTAKA
Wilson Bangun. Intisari Manajemen. (Bandung: Refika Aditama, 2008) hal 1 20 Soebagio Admodiwirio, Manajemen Pendidikan Indonesia, (Jakarta: PT Arda Dizya Jaya, 2000) hal 5
Mulyono, Manajemen Administrasi dan Organisasi Pendidikan, (Jogjakarta: AR-Ruzz Media Groups, 2008) hal 7
JURNAL STUDI PEMUDA • VOL. I NO. 2 SEPTEMBER 2012, Hal: 89
Madjid, Nurcholish (1973) ‘Remaja, Keluarga, & Masyarakat di Kota Besar. Suatu Usaha Pendahuluan untuk Memahami Persoalan Sekitar ‘‘Generation Gap’’’, Prisma, vol. 2, no. 5, h. 45–51.
www.nasionalisme.com
Oleh: Wandi Sugih Triyana
PLS-Universitas Sultan Ageng Trisatya