JAKARTA – Badan PBB untuk pendidikan, iptek dan kebudayaan (Unesco) mengapresiasi upaya keberhasilan pemerintah Indonesia dalam menurunkan angka tuna aksara secara signifikan. Presentasi keberhasilan Indonesia dalam menurunkan angka tuna aksara hingga mencapai angka di atas 80 persen.
“Presentasi penurunan angka buta aksara di Indonesia meningkat terus sepanjang 10 tahun terakhir. Bila tahun 1990 keberhasilannya mencapai 33,7 persen. Sekitar 10 tahun kemudian pada 2010 sudah mencapai 79,7 persen. Bahkan, saya yakin pada 2015 nanti Indonesia mampu menurunkan hingga 89,9 persen,” jelas Aliou Boly, General Education Quality Analysis Framework (GEQAF) Unesco pada seminat internasional bertajuk Keaksaraan Internasional Berbasis Bahasa Ibu dan Teknologi Informasi dan Komunikasi, Jumat (2/11).
Meski begitu, katanya, keberhasilan itu harus terus dijaga dan dilanjutkan agar Indonesia benar-benar tuntas tuna aksara. Sebab, masih ada banyak penduduk yang mengalami ketunaaksaraan dan harus dilakukan pengurangan angka-angka tersebut.
Pakar keaksaraan itu menambahkan, saat ini di dunia ada 11 negara yang berpenduduk besar yang masyarakatnya tidak bisa membaca dan menulis serta buta aksara mencapai 64 persen. Mereka terdiri dari kaum muda dan perempuan dan sebagian lainnya kaum laki-laki. Hal tersebut harus segera ditangani sebab dalam paritas terdapat kesenjangan data antara kaum laki-laki dan perempuan.
dikutip dari berita dikmas
Dia juga mengemukakan, keberhasilan gender dalam hal pendidikan telah tertutup apabila melihat data tersebut. Hal ini juga terjadi di negara Indonesia, Iran, dan Madagaskar yang mencapai angka dibawah 0,9 persen dari kaum perempuan yang bisa membaca dan menulis. Data menunjukan ada 10 juta penduduk yang mengalami ketunaaksaraan di daerah Afrika Barat, India, Pakistan, China, dan Nigeria.
Dalam seminar ini telah disinggung mengenai 31 negara yang memiliki angka dibawah 10 juta penderita buta aksaranya, tetapi dalam kesempatan ini akan membahas 6 negara yang memiliki jumlah angka buta aksara sebanyak 5,8 juta. Negara-negara tersebut terdapat di benua Asia Pasifik termasuk negara Indonesia, Cina, Amerika Latin yang menjadi salah satu tantangan yang harus segera diatasi.
Secara mendasar keberhasilan mungkin dapat dicapai sesuai dengan pembahasan pada forum ini, dimana akan membahas target pencapaian pada tahun 2015 dalam hal pengurangan angka buta aksara. Hal tersebut dapat diyakini melihat fenomena yang terjadi di negara Indonesia, Iran, Cina yang telah berhasil mengurangi angka buta aksara.
“Unesco mengakui, pendidikan keaksaraan yang berbasis Bahasa Ibu sebagai perantara yang menarik diikuti seluruh generasi dalam penggunaan ICT sebagai alat penunjang kemajuan teknologi. Karenanya, Unesco merekomendasikan penggunaan ICT dalam penuntasan tuna akasara,” tegas Aliou.
Dia mengemukakan, penggunaan bahasa Ibu pada pendidikan keaksaraan diharapkan akan mengurangi angka ketunaaksaraan dan masyarakat mengalami peningkatan teknologi yang berbasis Bahasa Ibu.
Pertanyaannya, apakah Keaksaraan Berbasis Bahasa Ibu dan ICT akan tercapai? Ailou yakin, penggunaan ICT dalam penuntasan tuna aksara dapat menjadi langkah awal untuk berinovasi dalam hal pendidikan nonformal yang dapat dirancang untuk mencapai target pengurangan angka buta aksara pada tahun 2015.(mulya)
———–
Timor Leste Targetkan Bebas Buta Aksara 2015
JAKARTA — Pemerintah Timor Leste menargetkan seluruh penduduknya pada 2015 mendatang bebas dari buta huruf, kata Direktur National Directorate of Recurrent Education (NDRE) Filomeno Lourdes Dos Reis Belo.
“Targetnya pada 2015, Timor Leste bebas buta huruf,” kata Filomeno di sela-sela Seminar Internasional Keaksaraan Berbasis Bahasa Ibu dan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) di Jakarta, Jumat (2/11).
Dia mengatakan upaya pemberantasan buta huruf di negaranya masih sebatas literasi sederhana yakni kemampuan membaca, menulis dan tanda tangan. Upaya mengurangi tingkat buta huruf di Timur Leste telah dimulai sejak tahun 1974. Kemudian pada 2007 pemerintah Timor Leste memulai kerja sama dengan Kuba terkait pemberantasan buta huruf di Timor Leste.
“Kami bekerja sama dengan Kuba karena mereka memiliki metode audio visual yang bagus untuk pemberantasan buta huruf. Metode ini membuat para siswa yang mayoritas kalangan dewasa bersemangat untuk belajar,” ujarnya.
Dia menambahkan, melalui metode audio visual, para orang tua bisa belajar sambil menonton gerakan-gerakan di televisi, itu membuat mereka senang dan semangat belajar. Terkait kerja sama ini, para tenaga pembimbing dari Kuba didatangkan ke Timor Leste untuk memberikan pelatihan pada para tutor di Timor Leste.
Para tutor ini yang kemudian memberikan pengajaran kepada masyarakat setempat. Dia mengatakan pada empat bulan pertama kerja sama pihaknya dengan pemerintah Kuba pada 2007, telah berhasil membuat sebanyak 1.400 orang terlepas dari buta huruf.
“Kami datangkan tenaga-tenaga pendamping dari Kuba. Mulai 2007, dalam 4 bulan pertama kami hasilkan orang-orang yang bisa tulis dan membaca sebanyak 1.400 orang,” katanya.
Dikatakannya pada 2012 upaya tersebut telah menghasilkan sebanyak 190.047 orang yang mampu membaca dan menulis.
Pihaknya menyasar kalangan dewasa yang buta huruf dengan kisaran usia 25 hingga 65 tahun.
Sementara proses bimbingan memakan waktu sekitar empat bulan. “Itu prosesnya tiga bulan, masuk bulan keempat itu ujian,” katanya.
Dalam ujian, peserta akan dinilai kemampuannya merangkai kalimat-kalimat sederhana. “Dalam ujian, akan dinilai apakah peserta sudah bisa membaca dan menulis. Sekedar untuk membaca beberapa kata dan bisa menulis kalimat pendek, tidak sampai kalimat yang panjang,” katanya. Dalam satu minggu, bimbingan dilakukan sebanyak lima kali pertemuan dengan satu kali pertemuan memakan waktu dua jam.(mulya)
by : tim peliput seminar internasional
link asli : http://118.98.233.175/dikmas/index.php/component/content/article/56-pembelajaran-dan-peserta-didik/1390-dalam-penuntasan-tuna-aksara-unesco-puji-prestasi-indonesia.html