FONDASI PENDIDIKAN Komitmen memperjuangkan pendidikan agar tetap berjalan di rel-nya, merupakan kalimat kunci jika bangsa Indonesia masih menginginkan menjadi bangsa yang bermartabat. Kalimat ini megandung makna bahwa, pertama, komitmen dapat diartikan kesungguhan hati, ketetapan jiwa dan semangat kuat serta realisasi riil dengan segala kemampuan dan potensi yang ada diberikan untuk pendidikan. Kedua, Pendidikan harus menjadi satu term dan satu proses riil yang merdeka dan memerdekakan. Pendidikan tidak menjadi alat politik, pelanggengan kapitalisme, alat kekuasaan atau bahkan menjadi alat untuk memasung kemerdekaan dan kebijaksanaan manusia. Pendidikan harus diarahkan pada pembangkitan potensi dan daya kreativitas manusia dalam istilah lain pendidikan harus mampu mengembalikan fitroh manusia.
Pendidikan sebagai fenomena yang melekat dalam kehidupan manusia, di dalamnya senantiasa ada upaya yang bertujuan untuk memanusiakan manusia itu sendiri, atau menurut salah seorang tokoh aliran filsafat pendidikan perenialisme yakni R.M Hutchins (1953) sistem pendidikan bertujuan ”to improve as a man”. Pendidikan pada hakekatnya adalah ”process leading to the enlightement of mankind” (Frederick Mayer, 1963). Pendidikan merupakan suatu upaya mengembangkan atau mengaktualisasikan seluruh potensi kemanusiaan ke taraf yang lebih baik dan lebih sempurna.
Berbicara pendidikan berarti berbicara tentang masa lampau, saat ini dan masa depan. Pendidikan tidak hanya dipandang kegiatan investasi untuk masa depan, namun harus berbicara sampai sejauh mana mampu memberikan kontribusi positif bagi penyelesaian permasalahan kekiniaan. Masa lampau menjadi pondasi dasar untuk pijakan bagi pengembangan selanjutnya. Sehingga dengan istilah lain dasar pengembangan pendidikan berpijak pada akar historis, akar filosofis, akar sosiologis dan akar psikologis. Dasar pengembangan atau lebih dikenal dengan fondasi-fondasi pendidikan yang merupakan fakta-fakta dan prinsip-prinsip dasar yang melandasi pencarian kebijakan-kebijakan dan praktik pendidikan yang berharga dan efektif. Prinsip-prinsip ini adalah dasar dibangunnya rumah pendidikan. Jika dasar itu adalah substansial, sandaran dari struktur itu kemungkinan akan kuat, dan sebaliknya. (Sanford W. Reitman, 1977).
Fondasi pengembangan pendidikan dari pijakan akar historis pendidikan mengandung beberapa substansi, yaitu :
- Membimbing untuk menilai ide-ide yang masih survive dari masa lampau dan mendorong kita untuk menolak ide-ide yang sudah tidak sesuai,
- Membantu kita untuk menjadi ”intelligent thinking educational workers”,
- Membantu untuk memilih tujuan, isi pendidikan, dan proses pendidikan modern,
- Memberikan bahan-bahan untuk pemikiran pendidikan secara kreatif,
- Menstimulasi kita untuk melengkapi karya para tokoh besar dan melaksanakan ide–ide mereka sesuai dengan kondisi sekarang,
- Mengembangkan sikap yang berharga seperti kerendahan hati dan kesabaran,
- Memberikan pengetahuan yang berharga tentang perkembangan peradaban,
- Sebagai pendekatan yang baik untuk studi tentang prinsip-prinsip pembaharuan social, industri dan politik. (Elmer Harrison Wilds, 1957).
Akar filosofis mendidikan memberikan makna bahwa hakekat pendidikan adalah proses pengembangan seluruh potensi kemanusiaan baik fisik-jasmaniahnya maupun psikhis-roklhaniahnya kearah yang lebih sempurna, lebih baik dan lebih bijaksana. Pendidikan itu upaya untuk memerdekakan manusia dalam arti bahwa manusia menjadi manusia yang mandiri, agar tidak tergantung kepada orang lain. Kemerdekaan terdiri dari mandiri, berdiri sendiri, tidak tergantung pada orang lain dan megatur dirinya sendiri. Pendidikan berarti pula sebagai daya upaya untuk memajukan pengembangan budi pekerti (kekuatan batin), fikiran (“intellect”) dan jasmani. Maksudnya ialah supaya kita dapat memajukan kesempurnaan hidup, yakni kehidupan dan penghidupan peserta didik, selaras dengan alamnya dan masyarakatnya.(Ki Hajar Dewantara 1956)
Sedangkan pada akar sosiologis memberikan beberapa makna bagi pengembangan pendidikan, yakni :
- Apresiasi terhadap adanya kenyataan pluralitas budaya dalam masyarakat,
- Pengakuan terhadap harkat manusia dan hak asasi manusia,
- Pengembangan tanggungjawab masyarakat dunia,
- Pengembangan tanggungjawab manusia terhadap planet bumi.(Tilaar, 2003).
Peran pendidikan dipahami bukan saja dalam konteks mikro (kepentingan anak didik melalui proses interaksi pendidikan) melainkan juga dalam konteks makro, yaitu kepentingan masyarakat bangsa, negara dan kemanusiaan. Hubungan antara pendidikan dan masyarakat berarti mencakup hubungan pendidikan dengan perubahan sosial, tatanan ekonomi, politik dan negara. Maka dituntut mampu memperhitungkan dan melakukan antisipasi perkembangan sosial, ekonomi, politik secara simultan. Peserta didik dipandang sebagai orang yang merupakan bagian dari masyarakat, sehingga proses pendidikan harus memiliki orientasi terhadap masyarakat. Pendidikan adalah sebuah proses sosial bagi orang yang belum maupun sudah dewasa untuk menjadi bagian aktif dan partisipatif dalam masyarakat.
Fondasi pendidikan yang lain adalah fondasi psikologis, yang mengandung beberapa dimensi. Perkembangan manusia dialami sepanjang rentang kehidupan manusia, dimulai sejak terjadinya konsepsi sampai saat bayi dilahirkan (masa prenatal), masa bayi, masa kanak-kanak awal, masa kanak-kanak akhir, masa remaja, masa dewasa dini, masa dewasa madya, dan masa usia lanjut. Tiap-tiap tahap perkembangan memiliki karakteristik perilaku yang berbeda satu sama lain, dan masing-masing karakteristik perkembangan masih dibedakan berdasar tinjauan dari aspek fisik, kognitif, dan sosial emosional. Para pendidik perlu memahami karakteristik perkembangan diri peserta didiknya, agar pendidikan yang diberikan dapat disesuaikan dengan tahap-tahap perkembangannya.
Pengejawantahan fondasi-fondasi pendidikan menjadi fondasi dasar pengembangan pendidikan yang di teruskan pada konteks aksi riel di dunia nyata pendidikan memerlukan pemikiran yang mendalam dan komprehensif. Pada praktiknya, program pendidikan harus senantiasa dikawal dan dikembalikan pada empat akar pendidikan diatas.