Ruang Sidang Utama, Rektorat UNY—Program Indonesia Mengajar Goes to Campus 2015 kali ini menyambangi Universitas Negeri Yogyakarta dengan difasilitasi oleh Himpunan Mahasiswa Pendidikan Luar Sekolah Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta (HIMA PLS FIP UNY) yang bekerjasama dengan BPH IMADIKLUS UNY, Selasa (26/5/2015).
Dalam acara yang melibatkan sekitar 200 peserta ini disulap sangat menarik dengan Talkshow Inspratif yang dipandu oleh Fikri Nurcahya, S.Pd. yang juga merupakan Ketua HIMA PLS UNY tahun 2013. Tiga orang Pengajar Muda turut hadir sebagai narasumber dalam kegiatan ini, yakni Maisya Farhati (Alumni IM Angkatan II), Fransisca Andana Okasanawati (Alumni IM Angkatan III), dan Yanthi Charolina Simanulang (Alumni IM Angkatan VII).
Dalam pembukaannya, Guna Guntara selaku PIC Kampus menyampaikan satu kutipan pesan dari Bapak Anies Baswedan, yakni “mendidik adalah tugasnya orang terdidik.” Dilanjutkan dengan sambutan dari Dr. Suwarjo, M.Si. selaku Wakil Dekan III FIP UNY yang sedikit mengulas kisah tentang kondisi pendidikan di daerah-daerah perbatasan Indonesia.
TalkshowInspiratif diawali dengan pengenalan Indonesia Mengajar yang dipaparkan oleh Yanthi Charolina Simanulang.
Dalam materinya, Yanthi menyampaikan bahwa Indonesia Mengajar merupakan perwujudan dari janji kemerdekaan Indonesia yang ke-3, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Menghadirkan Pengajar Muda ke daerah-daerah penempatanbertujuan untuk mendorong menciptakan pendidikan yang lebih baik.
“Kita mau mengutuk kegelapan, ataukah kita akan menyalakan lilin kecil dimanapun kita berada, karena ketika lilin-lilin kecil yang kita nyalakan bergabung, bukankah akan menerangi dan membuat cahaya yang lebih besar?” ujar Yanthi.
“Pemuda Indonesia banyak yang memiliki kapasitas kompetensi kelas dunia, namun pemahamannya ‘akar rumput’. Banyak anak Indonesia yang pintar, tapi apa mereka peduli dengan kondisi bangsanya?” tambah perempuan yang ditempatkan di Tulang Bawang Barat, Lampung ini.
Lebih lanjut, Yanthi menegaskan,“Indonesia Mengajar mengundang putra-putri terbaik bangsa untuk ambil bagian, ikut turun tangan, dengan setahun mengajar, seumur hidup menginspirasi.”
“Anak-anak Tulang Bawang Barat bercita-cita jadi ‘Pendekar’, Penderes Karet. Disinilah tugas Pengajar Muda membangkitkan optimisme dan menumbuhkan harapan bagi anak-anak di daerah penempatan, bahwa mereka pasti akan mampu meraih cita-cita dan impian yang lebih besar,” kisahnya.
Selanjutnya, Fransisca Andana Okasanawati atau yang lebih akrab disapa Oka mengungkapkan bahwa keinginan menjadi Pengajar Muda tumbuh dari keprihatinannya terhadap kondisi pendidikan di Indonesia.
“Tidak masalah mengorbankan mimpi saya, tetapi saya bisa menghadirkan mimpi-mimpi bagi anak-anak di pedalaman. Ini terbukti selama saya berada di sana, saya mampu mengantarkan dua orang siswa yang bernama Aisyah dan Kabariyah untuk ikut kompetisi di Jakarta dan bersaing dengan anak-anak dari sekolah perkotaan,” tutur perempuan yang ditempatkan di Paser, Kaltim ini.
“Di daerah penempatan saya di Paser, yang mayoritas masyarakat adalah Muslim, tidak mudah bagi saya yang seorang Katholik untuk beradaptasi, namun dari sini, saya mengajarkan dan menanamkan toleransi beragama di sana, tentu dimulai dari diri saya sendiri,” ungkap Oka tentang tantangan yang ia temui di sana.
Oka menegaskan bahwa “orang hebat itu muncul bukan dari apa yang mereka lakukan seperti orang lain, tetapi dia berani keluar dari zonanya untuk mencoba sesuatu hal yang baru. Kekayaan itu tidak selalu diukur dari materi, tetapi dari kita yang berpendidikan mau membagi ilmunya bagi orang lain.”
Berikutnya Maisya Farhati menyampaikan,“kita bisa berada di titik ini adalah karena budi baik orang lain, oleh karena itu menjadi Pengajar Muda adalah cara saya untuk membalas segala kebaikan orang itu, dengan menghadirkan kebaikan bagi anak-anak di daerah penempatan dengan semangat yang kita bawa.”
Perempuan yang biasa dipanggil Icha yang merupakan alumni Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM mengungkapkan bahwa permasalahan ekonomi yang dihadapi oleh masyarakat Pulau Bawean, Gresik tidak hanya berupa angka, namun masalah-masalah ekonomi yang riil terjadi dalam kehidupan mereka.
“Saya ingin makin banyak orang yang gelisah dengan Indonesia, sehingga makin banyak orang yang bergerak untuk Indonesia yang lebih baik,” tandas Icha. (Zumrotus Sholichati/ PLS UNY 2013)
Liputan dikirim melalui surel oleh:
Petrus Ihnasius Sumondang Tampubolon
Email: petrusistampubolon@gmail.com
PLS UNY
Dalam penduduk Bugis ternyata sabung ayam telah dikenal sejak usang dan sudah melekat hingga waktu ini bakal Gilbert Hamonic bahwa warga bugis populer dengan mitologi ayamnya, factor ini dapat dibuktikan dgn kompensasi gelar bagi sultan Hasanudin merupakan Haanties van het oosten yg berarti ‘ayam jago berasal timur’.