A. Konsep Dasar Pengelolaan Program Pendidikan Keluarga
1. Definisi Pendidikan Keluarga
Keluarga menurut Ki Hadjar Dewantara dalam Soeratman (1997) adalah kumpulan beberapa yang karena terikat oleh satu turunan atau perkawinan lalu mengerti dan merasa berdiri sebagai suatu gabungan yang memiliki hak dan berkehendak bersama- sama memperteguh gabungan itu untuk kemuliaan semua anggotanya. Batasan di atas mencerminkan bahwa keluarga secara hakiki memiliki keistimewaan karena dipimpin oleh kepala keluarga, biasanya seorang Ayah atau seorang Ibu dalam keluarga tunggal (single parent) berdasarkan norma yang berlaku dalam masyarakat dimana yang bersangkutan bertempat tinggal. Dengan demikian patutlah dikatakan bahwa keluarga adalah tempat terindah, surga (dalam ajaran Islam) terindah di dunia, agen dalam proses sosial dan media komunikasi warganya.
Pengertian keluarga antara lain dikemukakan oleh Rose (Vimbriarto: 1978) bahwa keluarga adalah kelompok dimana individu- individu berhubungan dan mengenal satu sama lainnya berdasarkan kelahiran, perkawinan dan adopsi. Pengertian dari definisi tersebut mengarah pada keluarga dalam keadaan normal. Pengertian keluarga dimaksud dinamakan keluarga inti (nuclear family), dan keluarga ini berbeda dengan keluarga batih (extended family), yang anggotanya tergantung pada besar kecilnya anggota yang ditampung, misalnya, ayah, ibu, anak, nenek, kemenakan, pembantu, dan sebagainya. Kedua keluarga tersebut biasanya dipimpin oleh seorang ayah sebagai kepala keluarga dan ini berbeda dengan keluarga tunggal (single parent) yang hanya dipimpin oleh seorang ibu.
Dalam dunia pendidikan, keluarga memegang peranan yang besar dan penting. Dari 3 faktor utama Tri Pusat Pendidikan, disamping sekolah dan masyarakat. Oleh karenannya sangatlah tepat apabila dikatakan bahwa pendidikan keluarga adalah dasar atau pondasi utama dari pendidikan anak selanjutnya.[sociallocker]x
2. Fungsi Pendidikan Keluarga Sebagai Sebuah Institusi Pendidikan
1). Fungsi Pendidikan
Keluarga pada awal perkembangan peradaban manusia merupakan satu- satunya institusi pendidikan. Proses pendidikan pada masa tersebut sepenuhnya ada dalam keluarga. Keluarga masih mampu mendidik anaknya untuk memenuhi kebutuhan lapangan kerja untuk sekadar memenuhi kebutuhan hidup, misalnya pendidikan untuk bekal di bidang pertanian, berburu, pendidikan moral atau agama dan pendidikan untuk mempertahankan diri dari serangan musuh. Pada perkembangan berikutnya karena tuntutan jaman berangsur- angsur fungsi pendidikan pindah ke institusi diluar keluarga yaitu pendidikan nonformal dan formal. Pendidikan nonformal berkembang lebih awal karena kebutuhan belajar tentang norma yang terkait dengan keyakinan agama. Keluarga merasa perlu untuk mengirimkan anaknya ke pondok pesantren agar memiliki bekal agama yang cukup untuk hidup di masyarakat. Di dalam pondok pesantren disamping belajar agama masih juga belajar bela diri untuk memppertahankan diri dari serangan lawan dan banyak lagi materi pendidikan yang diperoleh di lingkingkungan pondok tersebut. Perkembangan terakhir menunjukkan bahwa pendidikan formal dapat berkembang lebih cepat karena perkembangan ilmu pengetahuan lebih maju dan tidak mungkin dipelajari di dalam keluarga dan di lembaga pendidikan nonformal. Pendidikan formal dapat memberikan jaminan untuk memperoleh pekerjaan sesuai dengan diferensisasi pekerjaan yang ada di dalam masyarakat. Namun pada masa terkahir kini sudah dirasakan fungsi pendidikan formal tidak dapat sepenuhnya menjamin lapangan kerja karena perkembangan penduduk yang sangat cepat, sehingga lulusan pendidikan formal tidak dapat mengimbangi jumlah lapangan kerja yang tersedia. Pertambahan bertambah kompleks setelah kebutuhan ekonomi tidak lagi dapat terpenuhi oleh keluarga dengan jumlah anak semakin banyak.
2). Fungsi Ekonomi
Proses perubahan ekonomi pada masyarakat industri telah mengubah sifat keluarga dari institusi pendesaan dan agraris menjadi institusi perkotaan dan industri. Perubahan tersebut mempengaruhi fungsi keluarga yang awalnya dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dari hasil pekerjaan anggota keluarga, menjadi keluarga yang kebutuhan hidupnya dicari diluar keluarga dan bahkan meninggalkan desanya untuk bekerja dalam dunia industry. Dengan demikian fungsi produksi keluarga hilang, berubah menjadi fungsi konsumtif, dimana anggota keluarga menjadi satuan konsumsi semata. Dalam proses perubahan tersebut keluarga mempunyai fungsi motivasi sosial yang dapat mendoronganaknya gar memperoleh pendidikan yang cukup sehingga dapat memasuki dunia kerja yang dapt menopang kebutuhan hidup keluarganya.
3). Fungsi Perlindungan dan Motivasi Sosial
Pada masyarakat tradisional keluarga berusaha memberikan perlindungan baik fisik maupun sosial. Perlindungan fisik diberikan kepada anak- anak yang masih kecil, berupa pemberian rawatan, kesehatan, pemberian pakaian untuk melindungi badan atau perlindungan dari ancaman lawan dan bahkan perlindungan tersebut dapat berupa pemberian rumah tempat tinggal untuk anaknya yang mulai berumah tangga. Sedangkan masyarakat maju atau modern sudah merubah bentuk perlindungannya, misalnya perawatan di ambil alih oleh perawat yang di datangkan dari luar keluarga, anak cukup diberi pendidikan yang memadai sehingga dapat mandiri. Demikian pula untuk motivasi sosial orang tua terhadap anaknya. Dalam masyarakat tradisional motivasi sosial diberikan kepada anaknya sesuai dengan tuntutan hidup keluarga, sedangkan dalam keluarga maju motivasi sosial diberikan terhadap anaknya agar mereka dapat hidup mandiri, tidak tergantung pada orang tuanya atau tergantung kepada orang lain.
3. Proses Pendidikan Keluarga
1). Hubungan Orang Tua dan Anak Dalam Keluarga
Orang tua merupakan orang yang pertama kali dikenal oleh anak, karena keluarga merupakan lingkungan sosial yang pertama dalam pengalaman hidupnya. Di dalam keluargalah terjadi interaksi sosial antar anggota keluarga, seperti ayah dengan ibu, anak dengan ayah dan ibu, antara adik dengan kakak dan sebaliknya. Interaksi ini menyebabkan timbulnya pemahaman bahwa anak merupakan mahluk osisal dan memahami norma sosial yang berlaku dalam keluarga. Cara hidup keluarga merupakan cerminan dari cara hidup masyarakat, dan cara hidup tersebut diserap oleh anak pada awal perkembangan kepribadiannya melalui hubungan anak dengan orang dewasa terutama orang tuanya dan anggota keluarga lain. Corak hubungan orang tua dengan anak sangat menentukan proses sosialisasi anak.
Corak tersebut dapat dibedakan dalam tiga pola yaitu:
- Pola Menerima- Menolak
Adalah pola yang didasarkan atas rasa kasih sayang atau kemesraan orang tua terhadap anaknya.
- Pola Memiliki- Melepaskan
Adalah pola yang didasakan atas seberapa besar sikap proteksif orang tua terhadap anaknya.
- Pola Demokrasi- Otoriter
Adalah pola dimana orang tua memeberikan kesempatan kepada anaknya untuk berkembang dengan bimbingan orang tua pada sisi demokrasi, sedangkan pada sisi otoriter orang tua sangat mendominasi ananknya dalam segala aktivitasnya.
2). Proses Sosialisasi Dalam Keluarga
Proses sosialisasi diartika sebagai suatu proses yang terjadi dalam kelompok dimana setiap individu melakukan interaksi sosial yang menimbulkan pengaruh antara individu dengan individu, individu dengan kelompok dan kelompok dengan kelompok. Pengertian ini sesuai dengan definisi yang disampaikan oleh Soerjono Soekanto bahwa proses sosial diartikan sebagai pengaruh timbale balik antara berbagai segi kehidupan bersama, politik dengan ekonomi, ekonomi dengan hukum dan seterusnya (Soekanto, 1990:66). Pembahasan proses sosial yang mencakup ruang lingkup yang luas merupakan serangkaian studi sosiologi, termasuk di dalamnya pembahasan tentang interaksi sosial. Interaksi sosial diartikan sebagai hubungan satu sama lain terutama mengetengahkan kelompok serta lapisan sosial sebagai unsure pokok struktur sosial. Dengan cara tersebut diharapkan dapat diperoleh aspek dinamis (dinamika sosial) dan aspek statis (struktur sosial). Interaksi sosial merupakan hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang perorang, antara orang dengan kelompok dan kelompok dengan kelompok. Berlangsungnya proses interaksi sosial didasarkan pada berbagai faktor, antara lain faktor imitasi, faktor sugesti, faktor identifikasi dan faktor simpati. Faktor tersebut dapt bergerak sendiri- sendiri secara terpisah atau dalam keadaan tergabung. Adapaun syarat- syarat interaksi sosial adalah adanya kontak sosial dan adanya komunikasi. Kontak sosial diartikan sebagai hubungan baik fisik dalam bentuk tatap muka maupun hubungan yang terjadi melalui media kemunikasi. Sedangkan komunikasi dapat diartikan huungan yang terjadi di antara individu baik melalui pembicaraan, gerak- gerik badaniah atau perasaan sehingga dapat tersampaikan pesan yang dapat ditafsirkan oleh penerima pesan (Soekanto, 1990: 71-73).
1. Keluarga Sebagai Institusi Pendidikan
Pendidikan seringkali disamaartikan hanya dengan istilah pengajaran atau pelatihan, bahkan lebih banyak disempitkan menjadi sekolah. Sejalan dengan gejala- gejala seperti itu, Mudyahardjo membagi pengertian pendidikan dalam tiga kategori, yaitu: pengerti sempit, pengertian maha luas, dan pengertian luas terbatas. Dalam pengertian sempit, pendidkan diartikan sekolah (persekolahan). Sedangkan pengertian maha luas mencakup segala situsi dalam hidup yang mempengaruhi pertumbuhan seseorang. Adapaun dalam pengertian luas terbatas merupakan definisi luas yang maknanya berisi berbagai mecam pengalaman belajar dalam keseluruhan lingkungan hidup, baik di sekolah maupun diluar sekolah yang sengaja diselenggarakan untuk mencapai tujuan- tujuan tertentu. Dari berbagai kemungkinan definisi di atas, hal yang utama dalam setiap proses pendidikan adalah adanya proses pendidikan merupakan interaksi sosial- budaya antara orang dewasa yang berperan sebagai pendidik dan orang yang belum dewasa.[/sociallocker]
2. Keluarga Sebagai Institusi Pendidikan Pertama Dan Utama
Dalam awal siklus perkembangan kehidupan seorang individu, secara nyata keluarga merupakan lembaga pertama yang di kenalinya. Melalui keluarga inilah seorang individu mengenal dunia. Oleh karena itu keluarga seringkali dianggap sebagai lembaga pendidikan yang pertama. Jones dan Wilkins menyatakan bahwa pengalaman sosialisasi anak- anak yang pertama terjadi dalam keluarganya, oleh karena itu orang tua secara khusus merupakan agen pertama dan utama.
Isi lengkap silahkan download file di bawah ini dengan melakukan register dan login terlebih dahulu. Tinggalkan jejak komen anda.
Makalah Konsep Pengelolaan Pendidikan Keluarga (1.0 MiB, 14 hits)
Anda tidak memiliki izin untuk mendownload file ini. silahkan login/register
Makalah ini disampaikan oleh:
Poppy Trisnayanti Puspitasari (PLS UM)
Twitter: @TrisnayantiP
Blog: http://semangkaaaaa.blogspot.com