Peran Pendidikan Luar Sekolah dalam Memecahkan Masalah Kasus Anak Jalanan di Perkotaan
Oleh :
NURISTIA SAUFILA N.
PLS UM
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kota dengan segala daya tarik yang dipunyai, mendorong masyarakat desa untuk masuk dan terlibat dalam kehidupan masyarakat yang serba menarik, tanpa memikirkan sisi negatif dari kehidupan di perkotaan. Masyarakat desa hanya berpikir bahwa kota akan memberikan fasilitas kehidupan yang lengkap dan berjuta kesempatan kerja yang akan memberikan mereka kehidupan yang layak.
Tanpa disadari kedatangan masyarakat desa ke kota membawa dampak rumit bagi masyarakat itu sendiri ataupun sisi kehidupan kota Dampak timbul karena kondisi di perkotaan belum mampu menampung posisi mereka baik dalam hal kesempatan kerja maupun tempat tinggal, begitu juga karena pengetahuan dan ketrampilan mereka yang terbatas sehingga tidak mampu bersaing dalam dunia industri.
Salah satu masalah yang sampai saat ini belum terselesaikan dengan baik adalah banyak anak telantar di jalanan. Anak jalanan (Anjal) merupakan masalah sosial yang serius dan harus cepat terkelola dengan baik. Jika tidak, anak yang semula merupakan anak yang baik dapat berubah karena pengaruh buruk di sekitar lingkungannya.
Beberapa tahun terakhir ini perhatian sebagian masyarakat di Indonesia terhadap kehidupan anak semakin meningkat. Hal ini didorong oleh rasa kemanusiaan dan kondisi anak yang makin terpuruk. Hal itu tampak dari meningkatnya jumlah anak jalanan.
Kondisi anak-anak yang kian terpuruk hanya teramati dari tampilan fisiknya saja. Padahal di balik tampilan fisik itu ada kondisi yang memprihatinkan. Kondisi ini disebabkan oleh makin rumitnya krisis di Indonesia, yaitu: krisis ekonomi, krisis hukum dan krisis moral.
Konvensi hak anak-anak yang dicetuskan oleh PBB, sebagaimana telah diratifikasi dengan Keppres nomor 36 tahun 1990, menyatakan, bahwa karena belum matangnya fisik dan mental anak-anak, maka mereka memerlukan perhatian dan perlindungan.
Fenomena anak jalanan bukanlah hal yang baru. Jumlah penduduk di Indonesia semakin meningkat, begitu juga jumlah anak-anak. Setiap sudut keramaian kota ada anak jalanan, pengamen, dan pengemis. Hal ini disebabkan karena meningkatnya faktor kemiskinan yang ada di Indonesia. Dan Rendahnya kesadaran orang tua terhadap keselamatan dan pendidikan anak juga menyebabkan anak turun kejalanan.[1]
Meskipun banyak penampungan, rumah singgah dan LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) yang mengurus masalah anak jalanan, tapi anak-anak jalanan makin banyak. Yang sudah di sekolahkan malah keluar dari sekolahnya serta kembali menjadi pengamen dan peminta-minta. Menurut teori reinforcement[2]: “sesuatu yang menyenangkan akan selalu diulang, sesuatu yang tidak menyenangkan akan dihindari”. Mereka menganggap sekolah adalah tidak menyenangkan (punishment) dan dengan mengamen/meminta-minta di jalan adalah sesuatu yang menyenangkan (reward) karena mendapatkan uang untuk bersenang-senang. Sekarang ini menjadi anak jalanan adalah sesuatu yang “TOP”, mereka diundang dan dapat bersalaman dengan presiden pada hari kemerdekaan / hari anak-anak / hari khusus lainnya, itu adalah sesuatu reinforcement yang hebat.
Selain itu kriminalitas yang dilakukan anak-anak dibawah umur di kota besar lebih tinggi daripada di kota kecil. Hal ini cukup membuat risau masyarakat yang tinggal didaerah tersebut. Karena tidak menyangka jika seorang anak berumur 8 tahun melakukan tindakan kriminal seperti mencopet atau sebagai tukang palak.
Hal ini dapat dilihat dari segi faktor perekonomian dan pendidikan. Rendahnya pendidikan orang tua, sehingga mereka membiarkan bahkan menyuruh anak bekerja untuk mendapatkan uang tanpa dibekali ilmu. Sehingga anak-anak jalanan yang berada di kota-kota ini banyak yang tidak mengenyam pendidikan. Banyak alasan yang membuat mereka tidak bersekolah, antara lain biaya sekolah yang mahal dan waktunya bertepatan dengan kegiatan mereka untuk bekerja.
Bapak pendidikan nasional Ki Hajar Dewantara menegaskan bahwa, “Pendidikan itu berlangsung di tiga tempat utama yaitu, keluarga, sekolah, dan masyarakat yang dinamakan sebagai Tri Pusat Pendidikan.”[3]
Dalam kasus anak jalanan ini, tempat utama untuk menyampaikan pendidikan berada di lingkungan yang kurang baik. Masyarakat sekitar tempat tinggal dan tempat bermain anak jalanan sangat penuh dengan kekerasan. Lingkungan keluarga juga tidak bisa terhindar dari kekerasan. Jika hal ini terus dibiarkan bagaimana bisa tujuan pendidikan di Indonesia ini dapat tersampaikan dengan baik?
Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional nomor 20 Tahun 2003 mengatakan bahwa, “Pendidikan berlangsung melalui tiga jalur pendidikan yaitu, pendidikan formal, pendidikan nonformal, dan pendidikan informal.”[4]
Maka dari itu pemerintah mengadakan pendidikan luar sekolah (PLS). Bertujuan untuk mengelola dan mengatasi masalah pendidikan yang kurang merata. Pendidikan luar sekolah juga dikenal dengan pendidikan nonformal. Pendidikan ini lebih fleksibel dari segi apa pun dibanding dengan pendidikan formal (SD, SMP, SMA).
Pendidikan Non Formal (Pendidikan Luar Sekolah) merupakan bagian integral dari pembangunan pendidikan nasional yang diarahkan untuk menunjang upaya peningkatan mutu sumber daya manusia Indonesia yang cerdas, sehat, terampil, mandiri dan berakhlak mulia sehingga memiliki ketangguhan dalam menghadapi berbagai tantangan.
Pembangunan Pendidikan Non Formal (PNF) secara bertahap terus dipacu dan diperluas guna memenuhi kebutuhan belajar masyarakat yang tidak didapatkan melalui pendidikan formal. Sasaran PNF diprioritaskan pada masyarakat yang tidak pernah sekolah, putus sekolah, pengangguran/miskin dan warga masyarakat lain yang ingin belajar untuk meningkatkan pengetahuan, kemampuan dan ketrampilannya sebagai bekal untuk bersaing dan mendapat hidup yang lebih layak.
Ruang lingkup PNF dapat dilihat pada program pemberdayaan masyarakat. Tujuan pemberdayaan masyarakat dan tujuan pendidikan pada dasarnya sama yaitu, mengembangkan potensi manusia. Perbedaan antara pemberdayaan masyarakat dengan pendidikan adalah warga belajarnya. Warga belajar dari pemberdayaan masyarakat adalah komunitas sedangkan warga belajar pendidikan adalah individu.
Masalah dapat diatasi jika PNF berjalan dengan baik antara lain, bidang kesehatan, ekonomi, keagamaan, sumber daya alam, bahkan pendidikan itu sendiri. Oleh karena itu PNF di tuntut memiliki wawasan luas tentang masyarakat.
Salah satu program PNF adalah pengentasan anak jalanan. Pengentasan anak jalanan dibutuhkan berbagai aspek yaitu, sosial ekonomi, keamanan, budaya, dan keagamaan.[5] Masalah anak jalanan merupakan masalah kompleks. Karena terkait dengan ketidakmampuan sosial-ekonomi, sosial psikologis, kultural, dan edukatif. Maka dari itu untuk dapat mengatasi permasalahan anak jalanan diperlukan pemikiran serius dan penanganan lebih tuntas serta menyeluruh.
Atas latar belakang masalah di atas, penulis tertarik untuk memaparkan sedikit gambaran Pendidikan Luar Sekolah atau lebih dikenal dengan Pendidikan Non Formal memberikan peran-peran dalam mengatasi permasalahan sosial yang muncul diperkotaan dalam kasus anak jalanan.
Peran Pendidikan Luar Sekolah dalam Memecahkan Masalah Kasus Anak Jalanan di Perkotaan (196.8 KiB, 1,184 hits)
[/wp-like-locker]
bermanfaat banget