Ditinjau dari segi etimologinya istilah sosiologi pendidikan terdiri atas dua perkataan yaitu sosiologi dan pendidikan. Maka jelas bahwa di dalam sosiologi pendidikan itu yang menjadi masalah sentralnya ialah aspek-aspek sosiologi di dalam pendidikan. Mengapa di dalam pendidikan terdapat aspek-aspek sosiologis, karena dalam situasi pendidikan melibatkan hubungan dan pergaulan sosial, yaitu hubungan dan pergaulan sosial antara pendidikan dengan anak didik, pendidik dengan pendidik, anak- anak dengan anak-anak pegawai dengan pendidik, pegawai- pegawai dan anak-anak. Hubungan dan pergaulan sosial ini secara totalitas, merupakan suatu unit keluarga, yakni keluarga sekolah mana terdapat tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat. Jadi di dalam keluarga sekolah itu terdapat hubungan dan pergaulan sosial yang timbal balik satu sama lain, saling mempengaruhi dan terjadi interaksi sosial. Maka jelaslah di dalam sosiologi pendidikan itu akan berlaku dan bekerja sama antara prinsip sosiologis dan prinsip pedagogis serta ilmu-ilmu bantuannya, seperti psikologika (ilmu psikologi pendidikan). Atau secara konkret, bahwa di dalam sosiologi pendidikan itu bukan saja terdapat sosiologi ataupun pendidikan, yang merupakan suatu ilmu yang baru ialah kerja sama antara keduanya, dengan mempergunakan prinsip-prinsip sosiologi di dalam seluruh proses pendidikan meliputi metode, organisasi sekolah, evaluasi pelajaran dan kegiatan-kegiatannya.
Pengertian sosiologi pendidikan menurut beberapa ahli :
- George Payne (1928:20), yang dikenal sebagai bapak sosiologi pendidikan, menjelaskan pengertian sosiologi pendidikan sebagai berikut: ‘’By educational sociology we mean the science which describes and explains the institutions, social groups, and social processes, that is the social relationships in which or through whics the individual gains and organizes experiences’’. Di sini Payne menekankan bahwa di dalam lembaga-lembaga, kelompok-kelompok sosial, proses sosial, terdapat apa yang dinamakan sosial relationship, di mana di dalam dan dengan interaksi sosial itu individu memperoleh dan mengorganisir pengalaman- pengalamannya. Inilah yang merupakan aspek-aspek atau prinsip-prinsip sosiologisnya.
- Charles A. Ellwood memberi definisi sosiologi pendidikan sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang proses belajar mengajar dan mempelajari satu orang dengan orang
- B. Reuters menganggap bahwa sosiologi pendidikan memiliki kewajiban untuk menganalisis evolusi dari lembaga-lembaga pendidikan dalam
hubungannya dengan perkembangan manusia, dan dibatasi oleh pengaruh- pengaruh dari lembaga pendidikan yang menentukan kepribadian sosial dari tiap-tiap individu. Jadi prinsipnya antara individu dengan lembaga-lembaga sosial itu saling mempengaruhi (process of social interaction).
- Menurut H.P. Fairchild,(1962:547) dalam bukunya ‘’Dictionary of Sociology’’ dikatakan bahwa: Sosiologi pendidikan adalah sosiologi yang diterapkan untuk memecahkan masalah-masalah pendidikan yang fundamental.
- Menurut Abuddin Nata, pendidikan sosiologi adalah ilmu yang mempelajari masalah-masalah pendidikan, seperti visi, misi, tujuan, kurikulum, bahan ajar, proses belajar mengajar, mutu lulusan, guru, sarana prasarana, pengelolaan, evaluasi, lingkungan, dan sebagainya dengan menggunakan pendekatan sosiologi yang didasarkan pada nilai-nilai ajaran
Dari beberapa pengertian sosiologi pendidikan menurut para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa sosiologi pendidikan adalah sosiologi yang membahas serta memecahkan problematika yang ada dalam dunia pendidikan terutama dalam interaksi yang terjadi antara peserta didik dengan lingkungan, guru, atau sesamanya, serta membahas masalah mengenai gejala-gejala sosial yang terjadi di dalam pendidikan dengan menggunakan ilmu sosiologi sebagai pijakan guna memperbaiki mutu pendidikan.
B. Analisis Model dan Batasan Sosiologi Pendidikan
Sosiologi berkembang sejak abad 19 di Eropa. Pada awal perkembangannya, ilmu sosiologi berasal dari kata socius (teman) dan logus (ilmu) yang berarti ilmu tentang pertemanan digunakan sebagai sebuah metode untuk mengatur perkembangan masyarakat (Subadi, 2009). Menurut pendapat Adiwikarta, sosiologi pendidikan adalah analisis sosiologi tentang praktis pendidikan, atau penerapan teori-teori sosiologi dalam menganalisis praktis pendidikan. Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa sosiologi pendidikan mengharuskan kita untuk memiliki pengetahuan yang kuat mengenai teori-teori sosiologi. Tanpa teori sosiologi, analisis sosiologi tidak akan terjadi dan sosiologi pendidikan hanya akan merupakan deskripsi data atau laporan gambaran apa adanya tentang pendidikan itu. Oleh karena itu, untuk memenuhi tuntutan tersebut akan disajikan model-model analisis pendidikan dengan menggunakan berbagai teori sosiologi yang didahului dengan keterangan mengenai karakteristik dasar sosiologi. Di sini juga akan dijelaskan mengenai batasan-batasan sosiologi pendidikan.
Analisis Model Struktural Fungsional
Teori struktural disebut juga teori konsesus (consesus), teori integrasi, atau teori keseimbangan (equilibrium). Teori ini berangkat dari asumsi bahwa
kehidupan masyarakat merupakan sebuah sistem besar yang terdiri atas sejumlah sub sistem yang saling pengaruhi dan saling tergantung serta terintegrasi satu sama lain dalam membuat masyarakat itu berfungsi. Hubungan saling pengaruhi itu bukan hanya antar sub sistem melainkan juga antar sub sistem kehidupan dengan lingkungan. Artinya, perubahan keadaan lingkungan berpengaruh terhadap berbagai aspek kehidupan, dan sebaliknya.
Berikut akan dikemukakan beberapa tokoh utama teori ini beserta pokok- pokok pemikirannya.
a.Emile Durkheim
Emile Dukheim saat ini diakui banyak pihak sebagai “Bapak Metodologi Sosiologi”, dan bahkan disebut sebagai salah satu penyumbang utama kemunculan sosiologi. Durkheim, bukan saja mampu “melejitkan” perkembangan sosiologi di Perancis, tetapi ia juga telah berhasil mempertegas eksistensi sosiologi sebagai bagian dari ilmu pengetahuan ilmiah yang memiliki ciri-ciri terukur, dapat diuji, dan objektif.
Analisis pendidikan Durkheim memberikan penekanan pada pembahasan tahap makro dengan pengkhususan peran pendidikan dalam proses sosialisasi, seleksi, distribusi, pelestarian dan perubahan budaya, dan integrasi sosial, serta memelihara tertib sosial dan keseimbangan sosial. Pendidikan didefinisikan sebagai proses mempengaruhi yang dilakukan generasi orang dewasa kepada mereka yang belum siap untuk melakukan fungsi-fungsi sosial. Sasarannya adalah melahirkan dan mengembangkan sejumlah kondisi fisik, intelek dan watak, sesuai tuntutan masyarakat politik (bangsa) secara keseluruhan dan tuntutan lingkungan khusus tempat mereka akan hidup dan berada.
b.Talcott Parsons
Seperti halnya Durkheim, Parsons melihat pendidikan sebagai pemegang fungsi sosialisasi dan seleksi. Akan tetapi pada kedua fungsi itu Parsosns memberikan tekanan pada pentingnya fungsi pertama, yaitu sosialisasi. Sosialisasi meliputi segala aspek kehidupan : nilai, kognisi, maupun motorik. Di amtara ketiga aspek itu ia mengutamakan sosialisasi nilai, karena konsesus akan nilai merupakan faktor yang disyaratkan bagi timbul dan terpeliharanya integrasi sosial. Melalui sosialisasi, nilai-nilai budaya yang dimiliki masyarakat diubah menjadi nilai yang dihayati atau diinternalisasikan oleh setiap warga masyarakat secara individual.
Analisis Model Konflik
Analisis konflik bertolak dari teori konflik Karl Marx (1818 – 1883), sosiolog Jerman. Menurut Karl Marx, dalam masyarakat kapitalis terdapat dua kategori manusia, yaitu kaum borjuis dan proletar. Kaum borjuis adalah kaum minoritas yang menguasai faktor produksi, sedangkan kaum proletar merupakan
mayoritas warga masyarakat hanya memiliki tenaga dan keterampilan untuk dijual kepada kaum burjois. Dengan demikian, penganut teori konflik melihat bahwa pada setiap masyarakat ada sekelompok kecil manusia yang mendominasi kelompok mayoritas. Bertolak dari pemikiran Karl Marx tersebut, para pemikir pendidikan melihat dari sudut pandang yang berbeda dengan kaum struktural fungsional, dengan asumsi pada sistem kemasyarakatan yang berbeda berlangsung sistem pendidikan yang berlainan.
Hal yang menjadi benang merah dalam analisis model konflik adalah bahwa pendidikan merupakan sarana kaum dominan (penguasa) untuk menanamkan nilai- nilai yang dianut oleh mereka kepada generasi muda, dalam rangka mempertahankan struktur sosial yang ada atau dalam rangka mempertahankan status quo untuk mengekalkan dominasi mereka. Oleh karena itu dalam pandangan kaum teori konflik, sosialisasi didefinisikan sebagai proses pewarisan nilai-nilai kaum penguasa dari suatu generasi ke generasi berikutnya dalam rangka mempertahankan dominasi, yaitu agar anak mudanya mengikuti nilai-nilai yang dimiliki dan dianggap baik oleh generasi sebelumnya.
a.S. Bowles dan H. Grintis
Bowles dan Gintis melihat bahwa USA menganut sistem ekonomi kapitalis totaliter yang ditandai dengan dominasi kaum minoritas (penguasa dan manajer) terhadap mayoritas (kaum buruh dan pekerja). Pada masa tersebut, pendidikan dilakukan dengan dua macam strategi, pertama, menanamkan kepercayaan bahwa keberhasilan dibidang ekonomi amat tergantung pada pemilikan kemampuan dan keterampilan atau pendidikan yang baik. Kedua, mempersiapkan generasi muda dengan pembekalan pengetahuan dan keterampilan untuk bisa mengisi posisi-posisi yang tersedia dalam masyarakat sesuai dengan kepentingan kaum kapitalis. Melalui pendidikan, mereka menciptakan kaum elite muda yang akan meneruskan dominasi ekonomi dalam masyarakat. Pendidikan merupakan alat reproduksi langsung masyarakat kapitalis untuk memelihara dan mempertahankan status quo, bukan sarana perubahan sosial untuk menangani kesenjangan kesejahteraan.
b.Louis Althuser
Sejalan dengan analisis Bowles dan Gintis, yaitu bahwa pendidikan pada masyarakat kapitalis berperan mempertahankan dan memperkuat hubungan produksi kapitalis, memperkuat kaum dominan (minoritas) dalam mempertahankan dominasi dan status quo. Bedanya adalah bahwa Althuser memandang pendidikan pada masyarakat kapitalis sebagai perlengkapan penguasa (negara) dalam rangka menanamkan dominasi dan mempertahankan status quo, sebagai perlengkapan yang tidak bercorak memaksa.
Dalam menanamkan dan mempertahankan status quo itu negara/masyarakat kapitalis memiliki dua kategori peralatan dan perlengkapan, yaitu yang bersifat
menekan atau memaksakan dan yang membentuk atau mengubah sifat mental. Kategori yang menekan atau memaksa (represif) meliputi perundang-undangan, polisi, angkatan perang, perangkat pemerintahan dan administrasi. Fungsi dasar kategori ini adalah bertindak atas nama penguasa dalam perjuangan kelas mereka dengan menggunakan tekanan dan paksaan. Sementara itu kategori yang kedua berperan membentuk atau mengubah sikap mental masyarakat tanpa tekanan dan paksaan. Tidak ada sanksi dan hukuman terhadap penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan. Pelengkapan negara ini meliputi pendidikan yang disampaikan melalui sekolah, agama, keluarga, politik, budaya, sastra, organisasi perusahaan dan lain-lain.
Analisis Model Sosiologi Kritis
Model analisis Sosiologi kritis mengacu kepada teori sosiologi kritis yang berkembang di Frankfurt, Jerman mulai dekade 1920-an. Model analisis pendidikan yang berdasar pada teori ini mendorong emansipasi kaum lemah yang tersisihkan dalam masyarakat. Hal yang menjadi fokus perhatiannya adalah memperbaiki peristiwa-peristiwa aktual dalam pendidikan, baik pada level makro maupun mikro yang dinilai kurang memperhatikan kaum lemah yang memerlukan bantuan.
Pada level mikro, dalam lingkungan unit pendidikan, analisis sosiologi kritis melihat bahwa para pelajar berada pada posisi lemah, pasif, dibentuk, terkungkung dan harus tunduk kepada kurikulum dan guru yang dipandang sebagai wakil negara, bangsa dan orang dewasa di sekolah. Oleh karenanya, untuk keluar dari situasi ini kurikulum dan pelaksanaannya diharuskan memfokuskan perhatian kepada kepentingan siswa (student oriented). Model pembelajaran harus mengembangkan kreativitas dan daya kritis peserta didik.
a. Paulo Freire
Paulo Freire melukiskan bahwa dalam pendidikan tradisional, guru memainkan peran sangat dominan dalam interaksinya dengan pelajar. Dalam sisitem pendidikan tradisional itu proses pembelajaran digambarkan sebagai sistem bank yang di dalamnya guru diibaratkan sebagai seseorang yang menuang air kepada wadah/tempayang kosong yang pasif dan tidak bereaksi apa-apa. Pelajar tidak punya kesempatan untuk berdialog dengan guru. Menurutnya sistem pendidikan seperti ini akan menciptakan pelajar dan lulusan yang menganut budaya bisu. Oleh karena itu untuk memperbaiki keadaan ini pendidikan harus mampu mengembangkan kesadaran kritis ( kemampuan untuk bersikap dan berbuat kritis pada keadaan) di kalangan pelajaran melalui pendekatan dialogis.
b.Ivan Illich
Dalam bukunya ‘Deshooling Society’ ia mengemukakan bahwa selama ini sekolah merupakan tempat anak-anak ditekan dan dipaksa untuk mempelajari hal-hal yang
tidak mereka sukai atau kehendaki. Belajar yang baik berlangsung dalam suasana bebas yang memungkinkan pelajaran memilih sendiri pelajaran yang disukainya. Illich selanjutnya menyarankan agar sistem persekolahan itu dibubarkan saja karena tidak efektif. Anak-anak lebih banyak belajar sendiri pengetahuan di luar sekolah, seperti membaca buku, koran, mendengarkan radio, menonton film, dan televisi melalui pergaulan dan lain-lain dibanding sekolah.
Karya Paulo Freire dan Ivan Illich mendapat banyak perhatian dari para pemikir dan pengamat pendidikan yang belakangan ini membahasnya dalam berbagai buku. Demikianlah, kehidupan di sekolah dan di dalam kelas harus difokuskan pada kepentingan, minat dan kemampuan belajar siswa yang selama ini terabaikan. Sekolah dan kelas diharapkan menjadi lingkungan belajar yang menyenangkan dan menguntungkan bagi pihak yang paling memerlukan dalam rangka mewujudkan potensi yang dimilikinya semaksimal mungkin.
Sosiologi Pendidikan Makro
Sosiologi pendidikan makro mempelajari hubungan antara pendidikan dengan institusi lain di masyarakat. Contoh :
- Hubungan antara pendidikan dengan agama. Meninjau sejauh mana lembaga pendidikan dapat memberikan pengaruh terhadap peserta didik dalam menjalankan agamanya dengan
- Hubungan antara pendidikan dengan politik. Melihat sejauh mana sekolah menjalankan perannya dalam proses sosialisasi
- Sosiologi Pendidikan Meso
Sosiologi pendidikan meso mempelajari hubungan-hubungan dalam suatu organisasi pendidikan. Pada sosiologi pendidikan meso, sekolah dipandang sebagai suatu organisasi yang menjalankan aturan-aturan tertentu sehingga dapat mencapai suatu tujuan. Di dalamnya dibahas struktur organisasi sekolah, peran dan fungsi organisasi sekolah, serta tujuan dari organisasi sekolah.
Sosiologi Pendidikan Mikro
Sosiologi pendidikan mikro membahas interaksi sosial yang berlangsung dalam institusi pendidikan misalnya interaksi yang berlangsung antara siswa kelas dengan guru, guru dengan sesama guru, atau siswa dengan siswa.
C.Ruang Lingkup
Sosiologi pendidikan merupakan sebuah ilmu yang mempelajari seluruh aspek pendidikan baik itu struktur, dinamika, masalah-masalah pendidikan, ataupun aspek-aspek lainnya secara mendalam melalui analisis atau pendekatan sosiologis. Dilihat dari objek penyelidikannya sosiologi pendidikan adalah bagian dari ilmu sosial terutama sosiologi dan ilmu pendidikan yang secara umum juga
merupakan bagian dari kelompok ilmu sosial. Sedangkan yang termasuk dalam lingkup ilmu sosial antara lain : ilmu ekonomi, ilmu hukum, ilmu pendidikan, psikologi, antropologi, dan sosiologi.
Objek penelitian dari sosiologi pendidikan adalah tingkah laku manusia dan kelompok. Sudut pandang dari sosiologi pendidikan adalah memandang hakikat masyarakat, kebudayaan, dan individu secara ilmiah. Sedangkan susunan pengetahuannya terdiri dari konsep-konsep dan prinsip-prinsip mengenai kehidupan kelompok sosial, kebudayaan, dan perkembangan pribadi.
D.Kajian Sosiologi Pendidikan
Kajian sosiologi pendidikan menekankan implikasi dan akibat sosial dari pendidikan dan memandang masalah-masalah pendidikan dari sudut totalitas lingkup sosial budaya, politik, dan ekonomisnya bagi masyarakat. Bidang kajian sosiologi yang berkaitan dengan pendidikan dapat dibedakan menjadi dua:
- Pendidikan dan masyarakat. Dilihat dari sudut pandang masyarakat secara keseluruhan, fungsi pendidikan adalah untuk memelihara kebudayaan. Kebudayaan berhubungan dengan nilai-nilai kepercayaan, norma-norma yang turun temurun dari generasi ke generasi yang selalu mengalami
- Pendidikan dan perubahan
E.Masalah Pendidikan Ditinjau dari Sudut Pandang Sosiologi
Sesungguhnya di kehidupan ini semua hal tidak luput dari masalah. Baik itu makhluk ataupun bidang kehidupan, termasuk bidang pendidikan. Bohong jika kita katakan bahwa pendidikan Indonesia sedang baik-baik saja. Nyatanya masih banyak permasalahan yang dihadapi di dunia pendidikan seperti kekerasan guru pada peserta didik, tidak sopannya peserta didik kepada pengajar, atau bahkan kenakalan remaja yang terjadi pada peserta didik. Semua hal tersebut tidak hanya berhubungan dengan pendidikan namun juga berhubungan dengan kehidupan sosial. Berikut merupakan kajian sosiologi terhadap gejala pendidikan.
- Kekerasan dalam dunia pendidikan
Kekerasan dalam dunia pendidikan bukan hal yang mengherankan di Indonesia. Banyak sekali kasus kekerasan yang terjadi dalam lingkup pendidikan, seperti guru yang memukul muridnya karena suatu alasan yang tidak jelas, murid yang berani memukul guru karena kesal, perkelahian antar siswa. Semua hal tersebut tentu sangat berhubungan dengan lingkungan sekitar yang berarti masih ada sangkut pautnya dengan sosiologi. Jika kita lihat dan amati, semua perilaku tersebut dipengaruhi oleh lingkungan sekitar, emosi, atau pikiran dari pelaku kekerasan.
Peran dari kehidupan sosial sangat berpengaruh dalam hal tersebut karena dalam kehidupan tentu akan diajarkan yang namanya norma, adab berbicara, berperilaku,
bahkan berpakaian. Namun dengan melihat kejadian tersebut kita dapat menyimpulkan bahwa semua hal yang disebutkan sebelumnya tidak digunakan di situ. Siswa yang berani pada gurunya bukan sepenuhnya kesalahan dari siswa tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhinya untuk bisa melakukan hal tersebut sangat banyak, mulai dari kurangnya kasih sayang dari orang tua, kurangnya pendidikan moral yang diberikan, dan kurangnya pengarahan yang didapatkannya.
- Implikasi pendidikan Nonformal pada remaja
Dalam kehidupan tentu kita mendapatkan ilmu dari berbagai sumber dan tempat. Kita tidak hanya menempuh jalur formal dalam pendidikan, ada 2 jalur lain yang kita lalui sebelum kita masuk pada dunia pendidikan formal yaitu pendidikan nonformal dan informal. Saat kita kecil tentu kita pernah belajar di TPQ bukan? Kegiatan di TPQ tersebut masuk dalam kategori pendidikan nonformal di mana ada peserta didik, pendidik, dan bahan ajar. Pendidikan di TPQ tersebut tentu ada campur tangan dari masyarakat sekitar. Kebanyakan TPQ ada di setiap dusun atau desa dan pendidik serta peserta didiknya berasal dari desa atau dusun tersebut.
Anak-anak dan para remaja yang belajar di TPQ memiliki faktor pendukung yang membuatnya bersemangat belajar. Diantaranya adalah dorongan atau motivasi dari orang tua, pengaruh dari teman sebaya yang belajar di tempat yang sama, atau perintah dari guru di sekolahnya. Semua hal tersebut masih berhubungan dengan Sosiologi karena terjadi interaksi sosial di dalamnya.
- Pelanggaran tata tertib di sekolah
Pelanggaran tata tertib di sekolah merupakan hal yang sering terjadi. Terlambat sekolah, tidak mengerjakan tugas, atau merokok dalam lingkungan sekolah merupakan beberapa contoh dari pelanggaran tata tertib. Kota semua tahu bahwa terlambat datang ke sekolah memiliki banyak alasan, seperti ban kendaraan yang kempes, terlambat bangun karena begadang, atau bahkan lupa bahwa hari itu adalah hari aktif sekolah. Jika dilihat sekilas mungkin hal tersebut tidak termasuk dalam pelanggaran dan wajar terjadi pada siswa, namun jika kita tarik alasan lebih jauh kita patut mempertanyakan mengapa harus begadang sehingga terlambat bangun? Apakah karena tugas, atau karena bermain video game? Bagaimana bisa lupa bahwa sekarang hari aktif sekolah? Apakah tidak memasang alarm, atau tidak ada yang mengingatkan? Namun hal tersebut tentu bukan salah siswa sepenuhnya, orang tua juga turut andil dalam hal tersebut. Seharusnya orang tua selalu mengontrol anaknya saat bermain video game. Orang tua juga semestinya jugs menanyakan apa saja yang dialami sang anak hari ini dan masalah apa yang dihadapi oleh sang anak.
Dengan begitu sang anak akan merasa bahwa dirinya diperhatikan dan tidak akan kekurangan kasih sayang. Peran orang tua sangat penting dalam hal ini agar sang
anak tidak melakukan pelanggaran dengan alasan konyol seperti untuk mencsri perhatian dari orang tua.
- Pembelajaran mandiri
Pembelajaran mandiri merupakan usaha pengembangan potensi diri pembelajar yang mencakup anak-anak dan orang dewasa dalam beragam pendidikan yang dikategorikan menjadi pendidikan formal, informal dan non formal. Pembelajaran mandiri yang dilaksanakan pada pendidikan formal mengikuti petunjuk yang diberikan oleh para pendidik dalam hal ini guru, dosen dan instruktur. Pembelajaran mandiri pada pendidikan informal dan non formal dilaksanakan tanpa keterlibatan pendidik secara formal namun benar-benar dilakukan secara swadaya.
Pendidikan merupakan bagian dari kegiatan sosial manusia dalam mengembangkan segala potensi yang dimilikinya, telah berkembang menjadi banyak teori sosiologi yang intinya mengkaji kehidupan manusia secara berkelompok, bagaimana struktur dan interaksi yang terjadi secara berkesinambungan dari semenjak manusia ada dan mengembangkan kehidupan sosialnya sampai sekarang, memiliki pola yang menjadi kebiasaan yang diwariskan secara turun temurun, dikembangkan menjadi sesuatu yang disebut dengan kebudayaan. Antropologi mempelajari ilmu tentang kebiasaan manusia ini sehingga memberikan pemahaman tentang bagaimana manusia mempertahankan eksistensinya.
Download file selangkapnya :
Relasi Antara Sosiologi dengan Pendidikan serta Kajiannya (155.1 KiB, 171 hits)
Daftar Rujukan
Adawiyah, A. Sulfansyah, Arifin, J.(2016), Implikasi Pendidikan Nonformal pada Remaja, Jurnal Equilibrium 4(2), 1-18.
Arif, A. M.(2020), Perspektif Teori Sosial Emile Durkheim dalam Sosiologi Pendidikan, Jurnal Studi Ilmu Pengetahuan Sosial 1(2), 1-14.
Daimah. Pambudi, S.(2018), Pendekatan Sosiologi dalam Kajian Pendidikan Islam, Jurnal Pendidikan Islam 9(2), 115-126.
Damanik, D. A.(2019), Kekerasan dalam Dunia Pendidikan : Tinjauan Sosiologi Pendidikan, Jurnal Sosiologi Nusantara 5(1), 77-90.
Juwita, R. Firman. Rusdinal. Aliman, M.(2020), Meta Analisis: Perkembangan Struktural Fungsional dalam Sosiologi Pendidikan, Jurnal Perspektif : Jurnal Kajian Sosiologi dan Pendidikan 3(1), 1-8.
Noho, M.(2019), Konsep Sosiologi Pendidikan (Analisis Makro, Meso, dan Mikro Sosiologi Pendidikan), Foramadiahi : Jurnal Kajian Pendidikan Keislaman 11(1), 65-79.
Suhada.(2020), Sosiologi Pendidikan dalam Pembentukan Karakter (Sudut Pandang Sosial), Al-Amin : Jurnal Kajian Ilmu dan Budaya Islam 3(1), 113- 121.
Tamunu, V. R.(2018), Analisis Interaksionisme Simbolik Terhadap Penyimpangan Perilaku Siswa (Kajian Sosiologi Pendidikan Terhadap Pelanggaran Tata Tertib Siswa di SMA Negeri 9 Manado), Jurnal Holistik : Journal of Social and Culture 6(21), 1-20.
Triyana, I. G.(2021), Pembelajaran Mandiri Perspektif Sosiologi Antropologi Pendidikan, Purwadita : Jurnal Agama dan Budaya 5(1), 25-30.
Yanto, F.(2020), Konsep Pendidikan Sosiologi Menurut Perspektif Ibn Khaldun,
Jurnal Rayah Islam 4(2), 184-199.
Yasin, M.(2019), Sosiologi Pendidikan sebagai Basis Manajemen Pendidikan dalam Penguatan Karakter Siswa, Jurnal Ar-Rabwah 13(2), 103-121.
Dikirim oleh Nama : Mariana Kusuma Dewi Nomor HP :085748471XXX Alamat Email :marianakusuma41@gmail.com Dari Universitas Negeri Malang, Malang Melalui Form pengiriman artikel