Setiap tahun jurusan PLS meluluskan mahasiswa tapi tidak jelas kemana mereka dapat diserap ? Sejatinya saya begitu optimis dengan pilihan yang saya ambil. Pendidikan Luar Sekolah (PLS) bagi saya adalah ruh perjuangan untuk membantu dan membangun masyarakat mencapai βlife long education . Melalui PLS, saya berharap dapat berkontribusi lebih menciptakan SDM yang berkualitas. Menjadikan Pendidikan di Indonesia kembali bangkit. Khususnya, bagi mereka yang tidak tertampung di Pendidikan Formal.
Tetapi, membaca status tadi sore dari seorang yang terbilang cukup ternama (Bpk Fauzi Eko Pranyono) menyampaikan dari Dirjen PNFI yang isinya: βsetiap tahun jurusan PLS meluluskan mahasiswa tapi tidak jelas kemana mereka dapat diserap, sebenarnya ini adalah kampanye geratis bagi kematian jurusan PLS. Upayakan jurusan pendekatan dengan pemkab/pemkot se-Indonesia untuk mengalokasikan 1-2 saja sarjana PLS, ini sudah luar biasa! . Saya tidak dapat membayangkan, bagaimana nasib sarjana PLS kedepan nanti. Jika Dirjen PNFI nya saja bisa menyampaikan demikian. Apakah memang sudah tidak dapat diperjuangkan lagi?. Hal ini membuat hati saya risau dan panik. Mau dibawa kemana lulusan PLS nanti?, jika formasi lulusan PLS untuk menjadi PNS tidak terbuka lebar. Bagaimana nasib teman-teman dan adek-adek saya di PLS, yang kini sedang semangat-semangatnya untuk belajar.
Mungkin plesetan PLS βpendidikan luas sekali, pendidikan luwes sekali memberikan alasan logis. Karena nyatanya lulusan PLS dapat diterima dimana saja (tidak sesuai bidang keilmuan), atau karena terlalu luas ilmu yang dipelajari menjadi susah mencari kerja. Siapa yang mampu menjawab kegelisahan ini?.
Jika seperti itu, lantas siapa yang bertanggung jawab pula atas hal ini?.
Apakah sudah tidak ada harapan lagi bagi lulusan PLS untuk menjadi PNS?. Padahal setahu saya, sekarang ini semakin banyak saja mahasiswa yang masuk ke jurusan PLS. Itu membuktikan bahwa PLS sudah tersosialisasi dengan baik. Orang semakin banyak yang sadar, bahwa pendidikan sepanjang hayat itu adalah penting. Bayangkan saja, bagaimana kalau pendidikan sepanjang hayat tidak digarap dengan baik. Bagaimana nasib mereka para buta aksara, lansia, kejar Paket A, B, atau C, dsb?. Tentu mereka hanya akan menjadi orang yang tidak lagi memiliki masa depan yang pasti. Namun berkat tangan-tangan PLS atau PNFI, mereka kembali mampu berdaya dan mandiri.
Kembali kepada topik awal. Jika memang menurut Dirjen PNFI lulusan PLS sudah tidak memiliki harapan, mengapa masih dipertahankan?. Atau mungkin karena lulusan PLS sendiri yang dianggap kurang kompeten?. Atau kurikulum perkuliahan PLS yang kurang sesuai dengan kebutuhan di lapangan?. Atau ada permasalahan yang lebih besar dari itu?. Saya kurang menahu soal itu. Namun jika menurut Dirjen PNFI ada sesuatu yang kurang tepat, harapannya dapat dirembug secara bersama-sama. Agar ada sinergisitas antara lulusan PLS dengan lembaga PNFI. Mengenai kualifikasi seperti apa yang diharapkan dari lulusan PLS, dsb.
Mungkin benar, jika ada sebagian orang yang berpendapat βlulusan PLS di doktrin saja untuk menjadi PENGUSAHA . Artinya, bahwa mereka dibelajarkan bukan untuk menjadi tenaga kerja/PNS. Tapi sebagai pencipta lapangan kerja. Contohnya, mendirikan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM), LSM, Kelompok Bermain (KB), PAUD, atau Lembaga Kursus dan Pelatihan (LKP). Mungkin itu yang perlu dipahamkan kepada mahasiswa PLS. Agar mereka nantinya tidak kecewa dan berharap banyak pada formasi PNS yang belum jelas.
Yah, itupun kalau semua mahasiswa PLS memiliki semangat yang sama. Kalau tidak?. Mereka hanya akan seperti air yang mengalir dan mengikuti arus saja. Sehingga bagi saya, life skill bagi mahasiswa PLS adalah penting. Karena, siapa tidak mandiri maka akan tertinggal.
Jika demikian, benar apa yang disampaikan Dirjen PNFI. βJurusan PLS perlu melakukan pendekatan dengan pemkab/pemkot se-Indonesia untuk mengalokasikan 1-2 saja sarjana PLS, ini sudah luar biasa! . Setidaknya ada formasi yang dikhususkan untuk jurusan PLS. Agar nasib lulusan PLS ke depan nanti mampu berdaya guna. Namun, menurut saya ini bukan sepenuhnya tanggungjawab dari jurusan PLS semata. Akan tetapi, peran semua elemen yang terlibat didalamnya.
——————-*****——————
Untuk teman-teman, adek-adekku di PLS tetaplah berjuang. Tulisan ini bukan bermaksud untuk mengendorkan semangat kalian di PLS. Tapi ini adalah sebuah refleksi bersama. Bahwa masih ada PR besar bagi kita. Bagi Dirjen PNFI, Jurusan PLS, Lembaga PNFI, juga mahasiswa PLS. Tantangan ke depan akan semakin sulit. Kita harus menjadi manusia yang super kreatif. Agar kita tidak tersingkirkan oleh jaman. Pasti akan ada jalan untuk kita berkontribusi. Tidak menjadi PNS pun tidak masalah. Marilah kita bekerja dengan hati untuk membangun masyarakat pembelajar.
Saya hanya bisa berpesan kepada para petinggi-petinggi PNFI dan Jurusan PLS yang memiliki kekuasaan di atas, agar senantiasa memperjuangkan kami dan mensosialisasikan jurusan PLS dengan baik. Karena, bagaimanapun juga PLS adalah ruh untuk mencapai pendidikan sepanjang hayat. Percayalah pada kami, kami pun mampu. Salam optimiz Β¦J
Mohon maaf jika melalui tulisan ini ada pihak-pihak yang kurang berkenan. Tulisan ini saya tulis semata-mata karena kegelisahan saya akan nasib lulusan PLS. Saya mengajak semua pihak untuk membuka hati dan pikirannya. Mari kita berjuang bersama. Cayo PLS…!!!
By: Fitta Ummaya Santi, S. Pd
Pemerhati Pendidikan Non Formal dan Informal (PNFI). Alumnus S1 PLS UNY. Dan sekarang sedang menempuh Pascasarjana PLS di UNY.
Yogyakarta, 22 September 2010
saya juga sependapat dengan dengan anda. terkadang saya berpikir. berbagai jurusan lain bisa masuk dilingkungan atau lembaga PNFI (BPPNFI&P2PNFI) mereka dengan mudah belajar ttg ke’PLSΓΖΓΒ‘n dan bisa dengan cepat mengetahui apa saja program2 PLS tersebut. sedangkan kita mungkin yg lebih khusus dikuliahkan di ke’PLS”an binggung mu kerja dilingkungan PNFI mana. ada ndak ya yang mau menampung kita di lembaga PNFI.!!
dan sempet berpikir juga! kalo kondisinya seperti itu mending jurusan PLS dibubarkan saja..
dan menanggapi ttg melatih kemandirian (berwirausaha) mungkin perlu refleksi yang dalam. karena untuk menjadi seorang wirausahawan itu tentu butuh kekuatan khusus. mungkin terkait dengan modal dan sebagainya.,
mengkritisi ttg ΓΒ’Γ’βˆ βJurusan PLS perlu melakukan pendekatan dengan pemkab/pemkot se-Indonesia untuk mengalokasikan 1-2 saja sarjana PLS, ini sudah luar biasa!ΓΒ’Γ’βΒ¬ΓΒ . itu merupakan satu langkah yang bagus. namun alangkah lebih bagusnya lagi kalo ada suatu jaminan buat kami. jaminan utk jd PNS mungkin. karena kalo cuma kita ditempatkan saja alias magang di pemkot/pemkab tanpa adanya suatu jaminan itu tadi mending kita Mencari pengalaman kerja diluar yang seyogyanya bisa menuntut kemandirian diri individu, ex: di swasta mungkin!
hmmm….
PLS = Masuk gampang (berusaha kritis mncari tau apa itu PLS), Keluar lumayan gampang (Lumayan tau apa itu PLS), Setelah Keluar baru deh sadar apa itu PLS…
hehehe
saya pernah diskus dgn mantan kepala bpnfi sumut dan saya mceritakan sama halnya spt diatas, dan dijawab knp hrus mencari tapi ciptakan, trus saya katakan, saya tdk poenya modal pak, bpk mau memodalkan saya, dan semenjak itu tdk ada blsan lagi.
saya adalah salah satu lulusan y terbaik dijurusan saya dgn angkatan perdana reguler di bukannya jurusan pls di sumut n saya bangga dgn nilai + dr PLS sosialnya dan it saya tanamkan dmn saya bersosial. tp klo spt ini semua alumni PLS, lulus n tdk tau mau kemana, jujur mending d close saja, krn sama spt ‘penipuan’. ini curahan hati y bangga tp terkecewakan. thanks
yoyoi sip aku suka kejujuran