Pendekatan dan Bentuk Kegiatan Belajar dalam Pendidikan masyarakat, Berdasarkan implikasi tersebut, diketahui bahwa kesadaran akan kebutuhan pendidikan, baik pendidikan sekolah maupun pendidikan luar sekolah merupakan suatu upaya belajar. Ini bahwa keinginan individu untuk belajar menekuni suatu pengetahuan dan keterampilan diistilahkan oleh Sudjana sebagai “kebutuhan belajar”.
Konsep Ivan Illich
Ivan Illich menggambarkan tentang adanya masyarakat yang bebas dari ikatan- ikatan pendidikan sekolah. Illich mengemukakan bahwa sistem pendidikan formal harus ditolak, karena menitikberatkan produknya pada lulusan yang hanya didasarkan atas hasil penilaian dengan angka-angka dan izasah. Sekolah telah mengaburkan makna belajar dan mengajar, dan kemampuan lulusan untuk berprestasi danberinovasi.
Proses pendidikan didominasi oleh guru yang pada gilirannya merampas harga diri peserta didik, yang mengakibatkan kurang kreatif dan rasa ketidak-bebasan untuk mengembangkan kemampuan diri dan potensi yang ada. Guru sering memainkan perannya dalam empat macam kekuasaan, yaitu sebagai hakim; penganjur ideologi; dokter dan peramal rahasia kehidupan peserta didik di masa depan. Hal ini mengakibatkan tumbuhnya sikap ketergantungan peserta didik kepada pihak lain yang lebih berkuasa.
Pada bagian lain Illich mengemukakan bahwa, pendidikan sebagai pranata sosial yang ada memiliki hubungan yang mantap dan bermaknadalam kehidupan bermasyarakat. Pendidikan mempunyai peranan yang mendasar untuk memanusiakan manusia. Pendapat tersebut juga diungkapkan oleh Immanuel Kant bahwa
“manusia hanya dapat menjadi manusia karena pendidikan”. Nilai-nilai yang perlu dikembangkan dalam proses pendidikan adalah menumbuhkembangkan potensi peserta didik untuk dapat berkreativitas karena kreativitas merupakan lambang suatu masyarakat yang mampu mengungkapkan diri secara bebas, kritis terhadap lingkungannya, serta mampu berfikir dan bertindak di dalam dan terhadap dunia kehidupannya.

Konsep Suzanna Kidervatter
Suzanna Kindervatter dalam studinya yang berjudul “pendidikan luar sekolah sebagai empowering process” mengajukan suatu pemikiran pembaharuan pada perkembangan ketiga yang diidentifikasikannya sebagai empoweri process dengan maksud bahwa pendidikan bertujuan untuk memberikan pengertian dan kesadaran kepada individu/ kelompok guna memahami dan mengontrol kekuatan sosial ekonomi dan politik sehingga dapat memperbaiki kehidupannya di dalam masyarakat. Program belajar didisain untuk memberi kesempatan pada masyarakat guna menganalisis kehidupan mereka dan untuk mengembangkan keterampilan yang mereka kehendaki dalam merubah keadaaan ekonominya. Suzanna Kindervatter mengajukan solusi masalah dengan “humanisasi” yaitu menempatkan insan pembangunan sebagai pelaku dan bukan sebagai penderita pembangunan. Salah satu cara humanisasi adalah melalui pendidikan luar sekolah sebagai empowering process.
Pendekatan yang dilakukan dalam pendidikan luar sekolah sebagai empowering process meliputi:
- Need oriented, merupakan pendekatan yang didasarkan pada kebutuhan peserta didik;
- Endogenuous, yang berorientasi pada perubahan yang ada dalam masyarakat
- Self-Reliant, pendapatan yang mengutamakan rasa percaya diri
- Ecologically Sound, pendekatan yang berorientasi pada struktur atau sistem.
Pendidikan luar sekolah sebagai empowering process mencakup delapan karakteristik, yaitu:
- terdiri dari kelompok kecil yang beranggotakan 5-10 orang dengan berdasarkan atas kesamaan minat
- sumber belajar berangsur-angsur menyerahkan tanggung jawab kegiatan belajar mengajar kepada peserta didik
- sedapat mungkin kepemimpinan diserahkan kepada peserta didik
- sumber belajar mempunyai peranan sebagai fasilitator
- kegiatan belajar senantiasa bertolak dari pengalaman dan masalah yang dihadapi peserta didik
- metode yang dipilih memungkinkan peserta didik terlibat secara aktif (misalnya bengkel kerja , permainan, belajar bersama dan ekspresi diri).
- semua keputusan dibuat secara musyawarah, tanpa adanya suatu hiraki, 8) bahan belajar diarahkan pada kebutuhan dan kenyataan hidup.
Semua model ideal pendidikan luar sekolah sebagai empowering process berisikan dimensi pragmatis spesifik seperti tercantum pada uraian di bawah ini: 1) Struktur; menekankan otonomi dan aktivitas kelompok kecil. Para Paraanggotanya memiliki latar belakang dan kepentingan yang sama. 2) Waktu; ditentukan oleh peserta didik. 3) Peserta didik; melatih kekuatan bersama-lama
dengan fasilitator, dan berangsur-angsur mengambil peran kepemimpinan. 4) Fasilitator; mendukung peserta didik dalam melakukan sesuatu, membantu mereka untuk membangun pengalaman belajar dengan menampilkan problem solving dan pertanyaan-pertanyaan yang menimbulkan analisis kritikal. 5) Hubungan antara peserta didik dengan fasilitator; status “guru-siswa” membedakan penekanan perubahan status dianggap sebagai kema}uan program. Aktivitas peserta didik lebih dominan dari pada fasilitator. 6) Penetapan kebutuhan; kebutuhan peserta didik diangkat dari masalah kehidupan yang nyata, diidentifikasi melalui prosess dialog. 7) Pengembangan kurikulum; objek-objek umum telah ditetapkan, tetapi objek spesifik dan rencana pelajaran dikembangkan dari satu bagian ke bagian berikutnya. 8) Pokok bahasan; fasilitator membantu peserta didik mengembangkan dan menguji masalah mereka. Berdasarkan analisis ini peserta didik menentukan apa yang ingin mereka pelajari dan mengidentifikasikan sumber-sumber untuk dikerjakan. Oleh karenanya, isisnya meliputi dua area: (1) “objek proses” di hubungkan dengan kelompok problem solving dan, (2) “objek isi” dihubungkan dengan informasi-informasi, keterampilan atau kelompok-kelompok belajar. 9) Materi; dikembangkan oleh fasilitator, peserta didik menganalisis/mengidentifikasi masalah, mencapai kepercayaan diri, dan mendukung aktivitas kelompok. Menggunakan foto-foto, audio- tapes, cerita-cerita, bulletin, charts, mini-lectures, dapat juga memakai buku sebagai sumber. 10) Metode; menyusun aktivitas kelompok kecil, diskusi, pengembangan keterampilan, perencanaan proyek dan implementasi-nya, mengembangkan “peer- group”. 11) Evaluasi; peserta didik secara terus menerus mengikuti perkembangannya dan efek-efeknya pada komunitas, bila perlu perbaikan program. Peserta didik tidak dievaluasi, karena mereka bersama-sama dengan fasilitator sebagai evaluator.
Konsep Paulo Freire
Freire, tidak menyalahkan secara langsung terhadap pendidikan sekolah sebagai satu-satunya penyebab timbulnya kendala bagi perkembangan kebebasan peserta didik untuk mengaktualisasikan diri. Freire mengkritik dampak yang ditimbulkan oleh pendidikan sekolah terhadap masyarakat luas, dan melihat pola interaksi antara dua kelompok yang ada di masyarakat, yaitu: 1) kelompok yang cenderung untuk membenahi masyarakat atau kelompok penekan. 2) kelompok yang merasa dikuasai atau dibebani, atau kelompok yang merasa tertekan.
Sepanjang adanya dua kelompok ini, tidak mungkin mereka dapat berkembang secara demokratis, kreatif dan dinamis. Pandangan Freire terhadap pendidikan sekolah adalah : pertama, adanya ketidak berhasilan sekolah untuk mengembangkan situasi belajar-mengajar yang memberi kemampuan kepada peserta didik untuk berpikir kritis sehingga mereka dapat mengenali menganalisis dan memecahkan yang timbul dalam kehidupan di masyarakat. Kedua, situasi belajar-mengajar di sekolah pada umumnya tidak mengembangkan dialog antara pendidik dan peserta didik untuk saling belajar, dan sekolah lebih menekankan hubungan vertikal antara guru dan murid. Kegiatan belajar-mengajar sekolah lebih didominasi oleh guru yang cenderung
berperan sebagai penekan sedangkan peserta didik berada dalam situasi tertekan.
Freire memandang gaya mengajar yang ada di sekolah tajam dan identik dengan sistem transaksi bank (banking sytem) yang memindahkan informasi dari pikiran guru dengan mendepositokan ke pikiran murid. Menurut konsep Freire, guru hendaknya berperan sebagai fasilitator untuk membantu para peserta didik agar mereka belajar dengan cara berfikir dan bertindak.
Sumbangan pikiran yang paling utama adalah “pendidikan sebagai konsep penyadaran atau conscientizacao”. Konsep ini digunakan untuk membangkitkan kesadaran diri peserta didik terhadap lingkungannya. kesadar an ini ditumbuhkan melalui gerakan pendidikan pembebasan.
Freire juga mengemukakan bahwa program pendidikan hendaknya dirancang dan diarahkan untuk membantu masyarakat agar memiliki kebebasan yang bertanggungjawab dalam upaya memajukan diri masyarakat dan lingkungannya. Dapat dikatakan bahwa strategi kegiatan belajar yang dikemukakan Freire merupakan suatu proses untuk memanusiakan manusia. Proses inilah yang disebut Freire pendidikan sebagai panggilan sejarah untuk tujuan kemanusiaan.
Konsep Abraham H. Maslow
Telaah utama teori Maslow adalah “pertumbuhan motivasi” (growth motivation) yang dinyatakan dalam peningkatan jenis kebutuhan. Berdasarkan teori tersebut, kegiatan belajar-mengajar dengan memperhatikan kebutuhan ba peserta didik. Ia berpendapat bahwa manusia cenderung bertingkah laku untuk memenuhi kebutuhannya. Motivasi ia berkembang sampai mencapai aktualisasi diri. Asumsi dari pernyataan ini maka peserta didik dibantu perkembangannya untuk mencapai perwujudan dini (self actualization) untuk dapat mengembangkan potensi yang ada pada diri dan lingkungannya. Dalam hubungan ini Knowles mengemukakan bahwa setiap peserta didik memiliki kebutuhan psikologis untuk mengarahkan dan untuk diakui oleh orang lain, kegiatan belajar yang tepat ialah kegiatan yang melibatkan setiap peserta didik untuk mencari alternatif jawaban terhadap suatu pernyataan atau masalah, peserta didik dapat mengarahkan dirinya sendiri. Berdasarkan hal tersebut di atas peserta didik dalam mengembangkan kemampuan berpikir dan bertindak inovatif, sehingga berkeinginan untuk merespon dan mengubah lingkungannya.[sociallocker]
Konsep Carl Rogers
Sebagai pakar psikologi belajar, Rogers mengemukakan bahwa kegiatan belajar-mengajar dalam pendidikan sekolah lebih berpusat pada guru. Rogers menyarankan agar kegiatan belajar-mengajar itu lebih berpusat pada peserta didik (learner centered).
Peranan dan tanggung jawab pendidik adalah meyiapkan pola kegiatan belajar- mengajar. Di sini pendidik menampilkan dua peran, yaitu sebagai anggota kelompok belajar dan sebagai pemimpin.
Sebagai pemimpin kegiatan belajar, pendidik mempunyai tugas:
- Memotivasi peserta didik dengan tujuan untuk menumbuhkan kepercayaan diri pada peserta didik akan kemampuannya untuk meningkatkan partisipasi mereka
- Mem- perjelas tujuan kegiatan belajar yang dikaitkan dengan kebutuhan belajar peserta didik;
- Menumbuhkan dan memelihara situasi belajar kelompok untuk saling menerima dan saling memberi gagasan dan pengalaman
- Membantu kelompok belajar untuk mendapatkan informasi tentang sumber belajar lain yang diperlukan dan untuk memanfaatkan sumber belajar itu secara efisien
- Jika diperlukan dapat bertindak sebagai penengah bila terjadi saling pendapat di antar peserta didik dan bertindak sebagai penafsir atau perumus hasil kegiatan
Selanjutnya Rogers mengemukakan bahwa peserta didik hendaknya selalu ditingkatkan kebebasan dalam mengembangkan diri ke arah kedewasaan dan diberi kebebasan pula dalam menentukan bahan yang akan dipelajari, cara belajar yang ditempuh, tempat dan kegiatan belajar.
Dalam hubungan ini Malcom S.Knowles dalam buku The Modern Practice of Adult. Education: Andragogy versus Pedagogy mengemukakan tiga macam tingkatan peranan pendidik, berikut ini.
Tingkatan garis depan
Seperti guru, pemimpin kelompok dan supervisor yang bekerja secara tatap muka dengan warga belajar. Peran mereka adalah 1) Membantu mendiagnosis kebutuhan-kebutuhan peserta didik dikaitkan dengan situasi yang nyata; 2) Merencana-kan bersama mengenai kebutuhan-kebutuhan yang akan dipelajari; 3) Menciptakan kondisi untuk memotivasi peserta didik; 4) Memilih metode dan teknik yang paling efektif: 5) sebagai nara sumber yang memberikan informasi ataupun materi; 6) Membantu peserta didik untuk mengevaluasi hasil yang telah dicapai.
Tingkatan pembuat program
Seperti ketua komite pemimpin latihan, kepala sekolah malam, dekan fakultas ekstension dan administrator lainnya, yang mempunyai tanggung jawab untuk membuat perencanaan dan pengorganisasian program-program yang luas yang terdiri dari bermacam-macam kegiatan pendidikan orang dewasa. Fungsi mereka adalah: 1) Mendiagnosis, yaitu menilai kebutuhan-kebutuhan individual, institusional dan masyarakat yang ditujukan kepada orang dewasa yang relevan dengan seting organisasinya; 2) Mengorganisasi, yaitu membangun dan mengatur suatu struktur organisasi agar program pendidikan orang dewasa dapat berkembang dan diaksanakan secara efektif; 3) Merencanakan, yaitu memformulasikan tujuan- tujuan pencapaian kebutuhan yang sudah diperhitungkan dan mendisain suatu program kegiatan mencapai tujuan-tujuan; 4) Mengadministrasikan, dan memberikan pelatihan, di sini pendidik memberikan supervisi terhadap prosedur-prosedur yang digariskan bagi efektivitas pengoperasian program, termasuk recruiting, pendidikan pelatihan (diklat) pemimpin-pemimpin dan guru-guru, mengatur
fasilitas dan proses administratif, merekrut siswa, pembiayaan dan menginterpretasikan; 5) Mengevaluasi, yaitu menilai efektivitas program.
Tingkatan Pimpinan Profesional
Mereka adalah kelompok kecil pendidik dalam bidang karir, yang bertanggung jawab untuk mengembangkan pengetahuan, mempersiapkan bahan, menemukan teknik-teknik baru, melatih pekerja-pekerja dan biasanya mengembangkan lebih lanjut bidang pendidikan orang dewasa. [/sociallocker]
Konsep Pendidik menurut Ki Hadjar Dewantara
Pendidikan dimaksudkan untuk menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada peserta didik, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya. Dalam pendidikan, tidak memakai istilah paksaan, serta selalu menjaga kelangsungan hidup batin anak dan mengamati agar anak dapat tumbuh dan berkembang menurut kodratnya.
Pendidikan secara umum berarti usaha menumbuh-kembangkan budi pekerti, intelegensi dan tubuh peserta didik, oleh sebab itu maka segala sarana, usaha dan metoda pendidikan harus sesuai dengan kodrat manusia. Kodrat keadaan manusia itu meliputi adat istiadat peserta didik, adat istiadat sebagai sifat perikehidupan, atau perpaduan usaha dan daya upaya menuju hidup tertib dan damai akan dipengaruhi oleh masa.
Pengajaran bertujuan untuk kemerdekaan hidup manusia secara lahiriah, sedangkan pendidikan bertujuan untuk kemerdekaan hidup manusia secara batiniah. Manusia baik secara lahiriah maupun batiniah, tidak tergantung kepada orang lain, melainkan bersandar atas kekuatan sendiri.
Tujuan pengajaran dan pendidikan yang berguna bagi kepentingan bersama adalah memerdekakan manusia sebagai anggota masyarakat. Dalam pendidikan, kemerdekaan itu maksudnya adalah berdiri sendiri, tidak tergantung kapada orang lain.