STRATEGI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DI DAERAH PESISIR
Indonesia memiliki lebih dari 65% wilayah laut yang menjadikan Indonesia memiliki potensi besar dari sumber daya alami yang dimiliki laut. Akan tetapi masyarakat pesisir masih dalam kondisi tertinggal dalam hal perekonomian padahal seharusnya kualitas ekonomi masyarakat pesisir bagus jika dilihat dari sumber daya alami yang ada. Tetapi perekonomian di wilayah pesisir masih tertinggal karena disebabkan oleh beberapa factor alamiah dan factor non alamiah. Yang memberikan tekanan-tekanan kepada masyarakat pesisir sehingga mempenaruhi kondisi ekonomi mereka. Oleh karena itu perlu adanya dorongan dari luar untuk melakukan pemberdayaan masyarakat pesisir agar kualitas ekonomi maupun masyarakat pesisir membaik. Dengan dilakukan pemberdayaan masyarakat perlu adanya strategi-strategi dalam melaksanakan pemberdayaan untuk masyarakat pesisir, yaitu: 1) Menganalisis keadaan atau potensi sumber daya; 2) Menentukan Materi Pemberdayaan; 3) Pendekatan metode pemberdayaan; 4) Pendampingan kegiatan pemberdayaan.
Kata kunci: Masyarakat pesisir, Pemberdayaan Masyarakat, Strategi
PENDAHULUAN
Sebagai negara Kepulauan terbesar di dunia dengan lebih dari 65% wilayah laut, Indonesia memiliki potensi pembangunan ekonomi yang sangat besar. Potensi tersebut berupa sumberdaya alami seperti terumbu karang, hutan mangrove, pantai berpasir, ataupun sumberdaya buatan seperti tambak, kawasan pariwisata, kawasan industry dan perhubungan. Meskipun demikian kontribusi sektor kelautan masih relatif kecil bagi perekonomian nasional. Wilayah pesisir dan lautan di Indonesia, memiliki sumberdaya alam melimpah yang sekaligus juga menyimpan berbagai permasalahan yang perlu ditangani secara terintegrasi dan terpadu. (Kristiyanti, 2016) Di Kemukakan oleh Fadel Muhammad (2009) bahwa “Saat ini masih banyak nelayan hidup dibawah garis kemiskinan, Kita upayakan dengan adanya regulasi mengenai nelayan kita berharap bisa meningkatkan kesejahteraan yang lebih baik lagi dari sebelumnya.” Pernyatan ini sesuai dengan kondisi nelayan di Pesisir pantai, yang sampai saat ini masih bergelut dengan kemiskinan. Penghasilan yang didapat oleh buruh nelayan dan nelayan kecil tidak bisa mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari. Selain budaya konsumtif, kecilnya pendapatan telah menyebabkan mereka terjerat lingkaran hutang. Pengeluaran terbesar mereka digunakan untuk melunasi hutang, belanja kebutuhan sehari-hari dan membayar biaya sekolah. Penghasilan dari melaut langsung habis, sehingga mereka berhutang lagi dan sulit keluar dari kemiskinan. Jika sudah begitu, kelompok perempuanlah yang bertanggung jawab untuk mencukupi kebutuhan hidup keluarga dengan berjualan, mencari hutang, dan menggadaikan barang yang dimilikinya.
Masyarakat pesisir pada umumnya mengalami keterbelakangan dibandingan dengan pelaku usaha lainnya, yang secara umum keterbelakangan ini disebabkan oleh beberapa faktor. Lebih jauh Kusnadi (2003) menegaskan bahwa faktor tersebut dapat diklasifikasikan ke dalam faktor alamiah dan non-alamiah. Faktor alamiah merujuk pada fluktuasi musim-musim penangkapan dan struktur alamiah faktor sumber daya ekonomi desa. Sedangkan faktor non alamiah berkaitan dengan keterbatasan daya jangkau teknologi penangkapan, ketimpangan dalam bagi hasil dan tidak adanya jaminan sosial tenaga kerja yang pasti, lemahnya penguasaan jaringan pemasaran dan belum berfungsinya koperasi nelayan yang ada, serta dampak negatif kebijakan modernisasi perikanan. Oleh karena itu, agar bisa keluar dari belenggu keterbelakangan perlu ada intervensi dari luar sebagai suatu dorongan untuk memberdayakan mereka.
KAJIAN LITERATUR Pengertian Masyarakat Pesisir
Pengertian masyarakat sudah banyak dikemukakakn oleh para ahki di ilmu kemasyarakatan. Masyrakat adalah sebagian besar orang yang tinggal di daerah yang sama, relative independent dengan orang-orang diluar wilayah tersebut, dan memiliki budaya yang relative sama. Masyarakat juga dapat dipahami sebagai sekelompok individu yang memiliki kepentingan Bersama dan memilki budaya juga Lembaga yang khas.
Masyarakat menurut Linton adalah sekelompok manusia yang telah cukup lama hidup dan bekerja sama sehingga terbentuk organisasi yang mengatur setiap individu dalam masyarajat tersebut dan membuat setiap individu itu dapat mengatur dirinya sendiri dan berpikir tentang dirinya sebagai satu kesatuan sosial dengan Batasan tertentu.
Menurut Wahyudin (2015), masyarakat pesisir pada umumnya telah masuk kedalam kategori masyarakat pluraristik tapi masih tetap memiliki jiwa kebersamaan. Artinya rata-rata struktur masyarakat pesisir merupakan gabungan karakteristik dari masyarakat pekotaan dan masyarakat pedesaan.
Bagi masyarakat pesisir, tinggal di dekat pantai adalah hal yang disenangi untuk dilakukan, mengingat aspek-aspek menguntungkan yang aka diperoleh oleh mereka sebagai masyarakat pesisir, seperti kemudahan aksesibilitas dari dan ke mata pencaharian lebih terjamin dilihat dari masyarakat yang biasa menggantungkan kehidupan pada potensi perikanan dan laut sekitarnya, seperti menangkap ikan, budidaya rumput laut dan sebagainya.
Karakteristik Masyarakat Pesisir
Secara sosiologis, karakteristik masyarakat pesisir berbeda dengan masyarakat agraris karena perbedaan sumber daya yang ada dan yang akan dihadapi.Masyarakat agraris yang didominasi oleh kaum tani memiliki sumber daya yang terkontrol, yaitu pengelolahan lahan untuk produksi dan hasil produksi yang cenderung dapat diprediksi. Dengan sifat produksi yang seperti itu menjadikan lahan produksi yang tetap. Hal ini menjadikan mobilitas usaha yang reatif rendah dan elemen resiko yang tidak besar.
Karakteristik tani dan nelayan itu berbeda. Nelayan hingga saat ini masih menghadapi sumber daya dengan sifak akses terbuka (open access). Dengan karakteristik sumber daya yang seperti ini menjadikan nelayan harus berpindahpindah untuk memperoleh hasil yang maksimal, dan demikian elemen resiko pun mennjadi besar. Kondisi sumber daya yang beresiko seperti ini, menyebabkan nelayan menjadi karakter yang keras, tegas dan terbuka.
Menurut Satria (2015) ada juga beberapa nelayan yang merangkap sebagai tani. Hal ini tentunya ditunjang oleh ekosistem yang ada dan memadai, seperti tersedianya lahan persawahan di sekitar pantai. Sehingga ada musim-musim yang memungkinkan untuk turun ke persawahan dan ada musim lain untuk Kembali ke perairan atau melaut. Adanya rangkap pekerjaan ini pun sebagai bentuk adaptasi masyarakat pesisir terhadap kondisi ekologi yang mereka hadapi.
Tradisi masyarakat pesisir sangat kental dengan aktivitas bahari, jauh sebelum teknologi mesin modern digunakan pada perahu-perahu nelayan. Bagi masyarakat daerah pesisir, menangkap ikan dengan cara yang tradisional selain untuk melestarikan budaya pendahulu juga dianggap sebagai cara yang tepat untuk tetap bisa bersahabat dengan alam sekitar yang telah menjadi tempat penghasilan kehidupan nelayan (Fajrie, 2017).
Pengertian dan Tujuan Pemberdayaan Masyarakat
Pemberdayaan berasal dari kata ‘daya’ yang artinya tenaga atau kekuatan. Kemudian diberi awalan ‘ber’ sehingga menjadi berdaya yang memiliki artian memiliki atau mempunyai tenaga atau kekuatan. Maka pemberdayaan bisa diartikan sebagai upaya yang dilakukan agar objek menjadi berdaya atau memiliki tenaga atau kekuatan. ( Dedeh Maryani , Ruth Roselin E. Nainggolan, 2019)
Pemberdayaan masyarakat dapat didefinisikan sebagai tindakan sosial diamana penduduk suatu kumunitas yang mengorganisasikan diri dalam membuat perencanaan dan tindakna kolektif, untuk memecahkan masalah sosial atau memenuhi kebutuhan sosial sesuai dengan kemampuan dan sumber daya yang dimiliki (Gunawan, 2009). (Hamid, 2018)
Dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014, mengatakan bahwa Pemberdayaan Masyarakat Desa adalah upaya mengembangkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat dengan meningkatkan pengetahuan, sikap, keterampilan, perilaku, kemampuan, kesadaran, serta memanfaatkan sumber daya melalui penetapan kebijakan, program, kegiatan, dan pendampingan yang sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat desa.
Mardikanto dan Sabieto (2012) mengemukakan bahwa pemberdayaan sebagai sebuah proses yang mana merupakan serangkaian kegiatan untuk memperkuat atau mengoptimalkan keberdayaan (kemampuan dan keunggulan bersaing) kelompok lemah dalam masyarakat, yang didalamnya termasuk individu-individu yang mengalami masalah kemiskinan. Sebagai sebuah proses, pemberdayaan merujuk pada kemampuan untuk berpartisipasi, memperoleh kesempatan serta dapat mengakses sumber daya dan layanan guna memperbaiki kualitas hidup. Sehingga dapat diartikan bahwa pemberdayaan masyarakat merupakan sebuah proses terencana untuk meningkatkan skala kualitas masyarakat.
Pada hakekatnya, pemberdayaan tidak dilakukan secara individual melainkan secara kelompok, sebagai bagian dari aktualisasi eksistensi manusia. Menurut Hamid (2018), manusia atau masyarakat dapat dijadikan tolak ukur normatif, yang menempatkan konsep permberdayaan sebagai suatu bagian dari upaya untuk membangun eksistensi masyarakat secara pribadi, keluarga, dan bahkan bangsa sebagai aktualisasi kemanusiaan yang adil dan beradab. Untuk itu, dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat perlu adanya pengenalan mengenai hakekat manusia yang akan menjadi sumbangsi dalam menerapkan berbagai konsep atau program pemberdayaan kepada masyarakat.
Berdasarkan dari beberapa pemahaman mengenai pemberdayaan masyarakat, dapat diambil artian bahwa pemberdayaan masyarakat merupakan kegiatan terencana meningkatkan atau mengoptimalkan kualitas masyarakat berdasarkan kebutuhan dan kekuatan yang dimiliki untuk mendorong kemandirian masyarakat, yang diadakan guna memecahkan masalah-masalah sosial yang timbul akibat tidak adanya keberdayaan pada suatu kelompok atau masyaratakat. (Kusnadi, Filosofi Pemberdayaan Masyarakat Pesisir, 2006)
Menurut Theresia et al (2014), menjelaskan bahwa power dispowerment, yakni peniadaan power pada sebagian besar masyarakat, akibatnya masyarakat tidak memiliki akses memadai terhadap akses produktif yang umumnya dikuasai oleh mereka yang memiliki power, dan selanjutnya keterbelakangan ekonomi yang membuat mereka semaikn jauh dengan kekuasaan.
Berdasarkan penjelasan diatas, tujuan pemberdayaan itu terbagi menjadi dua arah, yaitu yang pertama, melepaskan belenggu kemiskinan dan keterbelakangan. Kedua, memperkuat posisi lapisan masyarakat dalam struktur ekonomi dan kekuasaan.
Tujuan utama dari pemberdayaan adalah untuk memperkuat kekuasaan masyarakat, terkhusus kelompok lemah dengan kondisi ketidakberdayaan.
Suharto (2010) mengidentifikasi beberapa kelompok yang dikategorikan sebagai kelompok lemah atau tidak berdaya, antara lain:
- lemah secara struktural, yaitu lemah secara kelas atau tingkat ekonominya, gender, maupun dari minoritas yang diperlakukan tidak adil atau mendapat perlakuan diskriminasi
- Lemah secara khusus, yaitu seperti lansia, anak-anak, remaja, penyandang cacat, dan masyarakat yang terasing
- Lemah secara personal, yaitu orangorang yang mengalami masalah pribadi atau keluarga.

Prinsip Pemberdayaan Masyarakat
Salah satu aspek pennting untuk menjalankan kegiatan atau program penberdayaan masyarakat adalah prinsip pemberdayaan masyarakat yang terkait dengan kebijakan yang dapat digunakan sebagai pedoman dalam program pemberdayaan masyarakat secara utuh dan menyeluruh sehingga tujuan dari pemberdayaan dapat tercapai dan tepat sasaran. Terutama pada masalah kelompok yang rentan terhadap kemiskinan agar dapat terealisasi.
Menurut Dahana dan Bhatnagar (1980) mengatakan ada beberapa prinsip yang perlu diperhitungkan dalam melakukan pemberdayaan masyarakat, yaitu:
- Kerja sama dan partisipasi. Perlu adanya kerja sama yang bersifat solid antar masyarakat dalam berpastisipasi merealisasikan program pemberdayaan.
- Menggunakan meotde yang tepat. Metode yang digunakan sebaiknya disesuaikan dengan kondisi dan ekonomi masyarakat agar dapat digunakan dengan efektif dan efisien serta bernilai guna.
- Demokratis. Dalam menjalankan pemberdayaan masyarakat sebaiknya memberi kesempatan yang luas kepada seluruh masyarakat yang menjadi sasaran pemberdayaan untuk memilih metode apa yang sepantasnya digunakan pada kegiatan pemberdayaan, termasuk didalamnya proses pengambilan keputuan oleh masyarakat itu sendiri.
- Minat dan kebutuhan. Hal yang menjadi dasar prioritas untuk menjalankan pemberdayaan masyarakat yaitu haruslah berdasarkan minat dan kebutuhan masyarakat itu sendiri.
- Kelompok masyarakat bawah. Sasaran pemberdayaan masyarakat sebaiknya lebih diarahkan kepada masyarakat yang termasuk kedalam kategori orang yang berada pada tingkat akar rumput masyarakat.
- Keragaman budaya. Kegiatan pemberdayaan masyarakat sebisanya disesuaikan dengan budaya masyarakat yang ada agar mempermudah proses dan tidak menimbulkan persoalan.
- Terarah dan spesialis. Untuk fasiltator atau penyuluh yang terlibat dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat haruslah orang yang memang keterampilan atau ahli dibidangnya.
- Belajar sambil bekerja. Kegiatan pemeberdayaan masyarakat tidak hanya sekedar untuk memberikan gagasan atau konsep berdasarkan teori oleh fasilitator melainkan kelompok masyarakat yang menjadi sasaran pemberdayaan didorong untuk mampu menerapkan konsep yang diperoleh dari penyuluh.
- Perubahan budaya. Kegiatan pemberdayaan masyarakat haruslah di lakukan sesuai dengan nilai budaya lokal kelompok sasaran. Dengan demikian dapat di hindari timbulnya kejutan budaya di kalangan kelompok sasaran kegiatan pemberdayaan
- Kepemimpinan. Kegiatan pemberdayaan masyarakat ini tidak hanya menguntungkan satu pihak saja tetapi dapat dirasakan juga manfaatnya oleh masyarakat yang menjadi sasaran.
- Segenap keluarga. Di kalangan penyuluh dalam pemberdayaan masyarakat sebaiknya memperlakukan keluarga sebagai suatu bagian sistem sosial dengan cara mengaktifkan perananggota keluara untuk saling bekerja satu sama lain agar supaya harapan untuk mencapai sasaran kegiatan pemberdayaan dapat terealisasi.
Adapun prinsip pemberdayaan masyarakat menurut Suharto (2005) jika dilihat dari perspektif pekerja sosial, yaitu:
- Pertama, pemberdayaan adalah proses kolaboratif, karena pekerja sosial dan masyarakat harus bekerjasama sebagai partner.
- Kedua, proses pemberdayaan menempatkan masyarakat sebagai aktor atau subjek yang kompoten dan mampu menjangkau sumber-sumber dan kesempatan-kesempatan.
- Ketiga, masyarakat harus di melihat diri mereka sendiri sebagai agen penting yang dapat mempengaruhi perubahan.
- Keempat, kompetensi diperoleh atau di pertajam melalui pengalaman hidup, khususnya pengalaman yang memberikan perasaan mampu pada masyarakat.
- Kelima, solusi-solusi yang berasal dari situasi khusus, harus beragam dan menghargai keberagaman yang berasal dari faktor-faktor yang berada pada situasi masalah tersebut.
- Keenam, jaringan-jaringan sosial informal merupakan sumber dukungan yang penting bagi penurunan ketegangan dan meningkatkan kompetensi serta kemampuan mengendalikan seseorang.
- Ketujuh, masyarakat harus berpartisipasi dalam pemberdayaan mereka sendiri : tujuan, cara dan hasil harus dirumuskan oleh mereka sendiri.
- Kedelapan, tingkat kesadaran merupakan kunci dalam pemberdayaan, karena pengetahuan dapat memobilisasi tindakan bagi perubahan.
- Kesembilan, pemberdayaan melibatkan akses terhadap sumber-sumber dan kemampuan untuk menggunakan sumber-sumber tersebut secara efektif.
- Kesepuluh, proses pmberdayaan bersifat dinamis, sinergis, berubah terus, evolutif; permasalahan selalu memiliki beragam solusi. Dan kesebelas, pember-dayaan dicapai melalui struktur-struktur personal dan pembangunan ekonomi secara parallel.
PEMBAHASAN
Masyarakat pesisir memerlukan bentuk kegiatan nyata yang dapat membangun ekonomi mereka tanpa menghilangkan kultur dan karakteristik dari masyarakat pesisir tersebut. Maka diperlukan bentuk kegiatan yang berbasis masyarakat.
Berdasarkan Undang-Undang no.22 tahun 1999 tentang desentralisasi dan otonomi daerah yang memberikan wewenang kepada daerah untuk mengurus sendiri segala urusan daerahnya. Begitu juga dengan wilayah pesisir, ketua masyarakat atau kepala suku dapat bekerjasama dengan penduduk untuk mengurus pesisir dan lautnya sesuai dengan adat mereka.
Sesuai dengan prinsip pemberdayaan masyarakat, bahwa untuk mewujudkan tujuan pemberdayaan, maka hal yang terpenting adalah terletak pada pelaksanaan proses/ tahapan suatu program/ kegiatan, yang seharusnya melibatkan partisipasi masyarakat yang tinggi. Alasannya karena masyarakatlah yang paling mengetahui dan memahami masalah yang dihadapi, kebutuhan utamanya, dan potensi-potensi yang dimiliki, sehingga fasilitator sebaiknya melakukan pendekatan secara bottom –up (aspirasi masyarakat). Suharto (2012) mengemukakan bahwa, pelaksanaan proses dan pencapaian tujuan pemberdayaan dapat dicapai melalui penerapan pendekatan pemberdayaan yang disingkat menjadi 5P, yaitu:
- Pemungkinan: menciptakan suasana/iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang secara optimal. Pemberdayaan harus mampu membebaskan masyarakat dari sekatsekat kultural dan struktural yang menghambat.
- Penguatan: memperkuat pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki masyarakat dalam memecahkan masalah dan memenuhi kebutuhankebutuhannya. Pemberdayaan harus mampu menumbuh-kembangkan segenap kemampuan dan kepercayaan diri masyarakat yang menunjang kemandirian mereka.
- Perlindungan: melindungi masyarakat terutama kelompokkelompok lemah agar tidak tertindas oleh kelompok yang kuat, menghindari terjadinya persaingan yang tidak seimbang (apalagi tidak sehat) antara yang kuat dengan yang lemah, dan mencegah terjadinya eksploitasi kelompok kuat terhadap kelompok lemah. Pemberdayaan harus diarahkan pada penghapusan segala jenis diskriminasi dan dominasi yang tidak menguntungkan rakyat kecil.
- Penyokongan: memberikan bimbingan dan dukungan agar masyarakat mampu menjalankan peran dan tugas-tugas kehidupannya. Pemberdayaan harus mampu menyokong masyarakat agar tidak terjatuh ke dalam keadaan dan posisi yang semakin lemah dan terpinggirkan.
- Pemeliharaan: memelihara kondisi yang kondusif agar tetap terjadi keseimbangan distiribusi kekuasaan antara berbagai kelompok dalam masyarakat.Pemberdayaan harus mampu menjamin keselarasan dan keseimbangan yang memungkinkan setiap orang memperoleh kesempatan berusaha
Untuk melakukan suatu kegiatan pemberdayaan masyarakat diperlukan strategi yang tepat agar kegiatan dapat terlaksana dengan baik agar tujuan dapat tercapai.
Analisis Keadaan Atau Potensi Sumber Daya
Menganalisis merupakan strategi yang tepat untuk memulai kegiatan pemberdayaan masyarakat bisa dengan menyusun instrumen pengumpulan data. Dalam kegiatan ini informasi yang diperlukan dapat berupa hasil penelitianpenelitian yang telah dilakukan sebelumnya, referensi yang ada, dan dari hasil temuan pengamatan lapangan. Hasil dari analisis ini bisa dijadikan latar belakang dilakukannya suatu kegiatan pemberdayaan masyarakat.
Pemilihan Materi Pemberdayaan
Penetapan materi tentunya telah disepakati sejak tahap persiapan atau sosialisasi dan identifikasi masalah yang dilakukan secara partisipatif. Penentuan atau penetapan materi dalam suatu program pemberdayaan masyarakat harus diperhatikan betul aspirasi masyarakat sebagai sasaran kegiatan, tetapi dengan tetap memperhatikan potensi masyarakat pesisir yang didominasi oleh nelayan.
Materi yang diberikan pada setiap kegiatan atau program pemberdayaan hendaknya sesuai dengan kebutuhan masyarakat, masalah yang dihadapi, kualitas meliputi pengetahuan, keterampilan dan pengalaman, potensi wilayah, kondisi sosial dan budaya masyarakat, kondisi ekonomi, serta kebijakan pemerintah setempat.
- Bina Manusia
Materi yang diberikan terfokuskan pada peningkatan kemampuan masyarakat yang diikuti dengan perkembangan ilmu, teknologi, dan seni (IPTEKS) yang bermanfaat untuk meningkatkan produktivitas, perbaikan kualitas produk, meningkatkan efisiensi, dan daya saing yang dihasilkan. Dalam kaitan ini, seiring dengan perkembangan IPTEKS, penguasaan teknologi informasi dan komunikasi (information and communication technology/ICT) mutlak harus menjadi perhatian. Sehingga peralatan yang memang sudah ketinggalan zaman bisa diinovasikan sesuai dengan perkembangan teknologi saat ini. - Bina Usaha
Materi yang diberikan beraitan dengan bidang usaha seperti kewirausahaan. Tak dipungkiri eksistensi UMKM saat ini memang sudah meluas ke seluruh Indonesia. Maka perlu dicoba untuk membuat hal baru berbau UMKM yang inovatif untuk masyarakat pesisir tentunya berdasarkan potensi sumber daya yang dimiliki. - Bina Lingkungan
Mungkin ada saja dari beberapa masyarakat tidak menyadari bahwa cara bekerja mereka dapat merusak lingkungan. Menghadapi kenyataan tersebut, upaya pemberdayaan terhadap kesadaran lingkungan (sumber daya alam dan lingkungan hidup yang lain) sudah saatnya memperoleh perhatian yang serius. - Bina Kelembagaan
Bina kelembagaan tidak cukup hanya dengan pembentukan lembaga-lembaga yang diperlukan, tetapi jauh lebih penting dari pembentukannya, adalah seberapa jauh kelembagaan yang telah dibentuk itu telah berfungsi secara efektif. Dengan tersedianya dan efektifnya kelembagaan, akan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan bina manusia, bina usaha, dan bina lingkungan.
Sosialisasi Pemberdayaan Masyarakat
Sosialisasi dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat tidak boleh dipandang sebelah mata, karena sosialisasi adalah Langkah penting bahkan menentukan berhasil tidaknya suatu kegiatan atau program pemberdayaan.
Sosialisasi merupakan upaya mengkomunikasikan kegiatan untuk menciptakan dialog dengan masyarakat. Melalui sosialisasi akan membantu untuk meningkatkan pemahaman masyarakat serta pihak-pihak yang terkait mengenai program, dan kegiatan-kegiatan apa saja yang telah direncanakan. Dari sosialisasi ini dapat mendorong minat masyarakat pesisir untuk ikut berpartisipasi dalam kegiatan pemberdayaan.
Kegiatan sosialisasi sebaiknya dilaksanakan lebih dari satu kali, karena proses ini merupakan tahapan pengenalan, serta mengingat tingkat penerimaan masyarakat akan hal-hal yang baru bukanlah sesuatu yang instan, mereka membutuhkan waktu dan pembuktian yang cukup untuk dapat menerima, dan memberikan respon yang positif terhadap suatu kegiatan. Hal ini disebabkan, karena kegiatan pemberdayaan masyarakat membutuhkan waktu yang cukup panjang (bisa sampai beberapa tahun).
Pendekatan Metode Pemberdayaan
Metode menjadi salah satu hal yang sangat penting untuk diperhatikan dalam pelaksanaan pemberdayaan masyarakat. Harus diperhitungkan ketepatan dalam menetapkan berbagai metode selama pelaksanaan suatu kegiatan pemberdayaan, seperti dalam penyampaian materi atau kegiatan penyuluhan agar dapat diterima dan dipahami oleh sasaran kelompok masyarakat.
Setiap fasilitator, hendaknya memahami bahwa sistem pendekatan metode pemberdayaan masyarakat berprinsip pada experience learning cycle (ELC) atau belajar dari pengalaman, artinya bahwa kelompok sasaran/masyarakat calon penerima manfaat yang kita hadapi, adalah orangorang dewasa yang telah mempunyai pengalaman hidup. Oleh karena itu, pendekatan metode yang digunakan adalah sistem pendidikan orang dewasa (andragogi).
Dalam pelaksanaan pemberdayaan masyarakat selama ini, ada beberapa metode yang sering diterapkan pada pelaksanaan kegiatan/program pemberdayaan masyarakat, seperti yang dikemukakan Nawawi (2009) antara lain:
- Metode Participatory Rural Appraisal (PRA)
Metode ini diartikan sebagai pendekatan dan teknik-teknik pelibatan masyarakat dalam prosesproses pemikiran yang berlangsung selama kegiatan perencanaan, pelaksanaan, serta pemantauan dan evaluasi program pembangunan masyarakat. PRA memiliki 11 prinsip dalam pelaksanaannya: 1) Mengutamakan yang terabaikan;- Pemberdayaan (penguatan) masyarakat
- Masyarakat sebagai pelaku dan orang luar sebagai fasiliatator;
- Saling belajar dan menghargai perbedaan
- Santai dan informal;
- Tringulasi;
- Mengoptimalkan hasil;
- Orientasi praktis
- erkelanjutan dan selang waktu
- Belajar dari kesalahn
- dan Keterbukaan
2. Metode Partisipasi Assesment dan Rencana
Metode ini tidak jauh berbeda dengan metode RPA. Metode Partisipatori Assesment (MPA) terdiri atas empat langkah: menemukan masalah, menemukenali potensi, menganalisis masalah dan potensi, serta memilih solusi pemecahan masalah.
Pendampingan Kegiatan Pemberdayaan Masyarakat
Dalam pelaksanaan suatu kegiatan/program pemberdayaan masyarakat, keberadaan tim pendamping/agen/aparat pemberdayaan merupakan instrumen yang sangat penting dalam menentukan suksesnya proses pemberdayaan masyarakat.Tim pendamping berasal dari berbagai latar belakang pendidikan/ pengetahuan, pengalaman, keahlian dan lain sebagainya, mulai dari yang terkait dengan aspek teknis (sesuai dengan sumber daya yang dimiliki calon lokasi), aspek ekonomi, aspek sosial dan budaya. Sebagai agen pemberdayaan, tim pendampingan dalam menjalankan tugasnya bukanlah untuk menggurui masyarakat setempat, karena pada umumnya masyarakat tersebut telah mempunyai pengalaman dalam menjalankan kegiatannya. Namun demikian, masyarakat masih butuh bimbingan dalam bekerja untuk lebih meningkatkan kapasitas hidupnya. Oleh karena itu, peran pendamping dalam kegiatan pemberdayaan adalah sebagai fasilitator, dinamisator, komunikator, dan pembimbing masyarakat.
Perlu diperhatikan disini, bahwa peran fasilitator itu sampai dengan tingkat keberlanjutan program karena fasilitator berperan langsung dalam hal pendampingan yang mana menjadi sumber utama tercapainya tujuan yang akan dirasakan oleh masyarakat.
Kenyataan di lapangan, mengapa tidak sedikit program pemberdayaan yang kurang berhasil, atau dengan kata lain tidak terjadinya sustainabel (keberlanjutan) kegiatan, sehingga kemandirian masyarakat sebagai tujuan akhir, setelah selesainya suatu program pemberdayaan dilaksanakan, tidak dapat terwujud. Hal tersebut umumnya terjadi karena, para pendamping tidak/ kurang menjalankan fungsinya sebagai seorang fasilitator, mereka lebih sering menentukan secara sepihak, termasuk penetapan metode pelaksanaan kegiatan pemberdayaan.
Menghadapi masyarakat yang kurang berdaya, memang membutuhkan kesabaran yang luar biasa bagi seorang agen pemberdayaan, terutama bagaimana menjadi seorang pendengar yang baik, karena karakter masyarakat biasanya lebih tertutup dan bahkan sering merasa curiga kepada orang baru yang berasal dari luar wilayah mereka.
SIMPULAN
Sesuai dengan prinsip pemberdayaan masyarakat, bahwa untuk mewujudkan tujuan pemberdayaan, maka hal yang terpenting adalah terletak pada pelaksanaan proses/ tahapan suatu program/ kegiatan, yang seharusnya melibatkan partisipasi masyarakat yang tinggi. Alasannya karena masyarakatlah yang paling mengetahui dan memahami masalah yang dihadapi, kebutuhan utamanya, dan potensi-potensi yang dimiliki, sehingga fasilitator sebaiknya melakukan pendekatan secara bottom –up
(aspirasi masyarakat).
Untuk melakukan suatu kegiatan pemberdayaan masyarakat diperlukan strategi yang tepat agar kegiatan dapat terlaksana dengan baik agar tujuan dapat tercapai, antara lain:
- Menganalisis keadaan atau potensi sumber daya. Dalam hal ini dilakukan kegiatan pengumpulan informasi. Bisa dengan mengumpulkan data, melakukan beberapa penelitian atau membuat laporan penelitian.
- Pemilihan materi untuk pemberdayaan. Yaitu materi seperti apa yang akan diambil untuk pemberdayaan, bisa dengan bentuk bina manusia, bina usaha, bina lingkungan maupun bina Lembaga.
- Pendekatan metode pemberdayaan. Dalam pemilihan metode harus diikut sertakan suara masyarakat karena masyarakatlah yang nantinya akan menjalankan program atau kegiatan pemberdayaan tersebut.
- Pendampingan kegiatan pemberdayaan masyarakat. Untuk hal ini fasilitator sangat berperan penting demi kesuksesan kegiatan pemberdayaan. Maka dari itu penting bagi fasilitator untuk memahami betul fungsi dari fasilitator itu sendiri.
File selengkap nya
OLEH Shofa Alya Cantika, achantikashofa@gmail.com
Pendidikan Non Formal, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa achantikashofa@gmail.com